The Wounded Spirit Begins To Cry.
“PLAAAKK!!” tiba-tiba tamparan keras menghantam pipinya.
Dalam sekejap, pandangan Charlotte hanya berwarna merah. Ia merasakan sakit luar biasa dari tamparan tersebut. Belum puas menampar, Jorg Gittelbaum kemudian menjambak Charlotte dan mencampakkannya ke sudut ruangan dekat pintu masuk.
Charlotte jatuh dengan posisi tangan melindungi kepalanya supaya tidak terbentur.
Amisha hanya bisa menangis sesenggukan melihat Charlotte diperlakukan seperti itu. Sebagai orang dengan kepribadian HSP, Amisha merasa sangat tertekan dan cemas. Bahkan ada tendensi trauma ketika ia melihat kedua temannya dipukuli seperti itu.
“Merepotkan sekali!” umpat Scott sekali lagi. Ia menarik Amisha dari lantai dan mendudukkannya di kursi.
Amisha menjerit. Pipinya basah dengan air mata. Ia tidak berhenti menangis.
“DIAM!!” teriak Scott. Lagi-lagi ia menampar Amisha Catterson dengan keras hingga Amisha berhenti menangis.
Boris Aldriche hanya diam bersandar di pintu yang tertutup rapat. Ia menyalakan rokoknya.
Jorg Gittelbaum melotot ke arah Charlotte yang hendak mendekati Scarlett yang tidak sadarkan diri di dapur. Charlotte membatalkan niatnya mendekat ke dapur, ia hanya bisa terpaku di sudut sambil menangis pelan.
“Kau juga diam, imigran hina!!!” teriak Scott menoleh ke arah Charlotte. Charlotte tidak berani membantah. Ia berusaha menghentikan tangisnya.
Scott membalikkan badannya kembali ke arah Amisha dan melemparkan kertas yang ia keluarkan dari sakunya ke meja.
“Dan kau imigran Armenia, atau imigran Indonesia sialan yang mengotori tanah Inggris! Baca ini dan selesaikan utangmu kepada Derig!” kemudian Scott kembali mengucapkan sumpah serapah dalam bahasa Yiddish, “Pendatang hina!”
“Utang?” tanya Amisha memberanikan diri bertanya dengan suara lirih dan parau.
“Lihat sendiri kertas itu, hazir!” hardik Scott dengan kasar. "Imigran sialan menjadikanku sebagai debt collector!"
Amisha perlahan mengambil kertas yang dibanting ke meja oleh Scott Gittelbaum. Ia mencoba membaca sambil sekuat tenaga menahan tangisnya.
Sebenarnya Amisha sudah tidak bisa membendung air matanya. Sekumpulan rasa takut kepada tiga orang itu, sekaligus empati kepada kedua temannya bercampur-aduk jadi satu.
Scarlett pingsan, Charlotte dibanting seperti sampah. Meskipun matanya melihat ke tulisan, namun pikirannya hanya fokus kepada keadaan dua temannya.
Scott memantik korek apinya dan ikut menyalakan rokok.
Amisha terperanjat ketika selesai membaca isi kertas itu, “Bagaimana.. Bagaimana aku bisa membayarnya? Utang apa ini? Aku tidak berutang sebanyak ini ke perusahaan..”
“BODOH!” teriak Scott meludahi Amisha, hingga membuat Amisha kaget dan jatuh dari kursi.
Ia tidak menyangka kekasaran Scott seperti itu.
“Baca kembali klausa perusahaan di pasal 5, hei jalang Asia tolol!” Jorg Gittelbaum membuka suara, “Barang siapa meninggalkan perusahaan tanpa persetujuan tertulis dari CEO, baca dendanya!”
“Aku..” kata Amisha lirih.
“Kalian para imigran memang merepotkan!” Scott menggerutu sambil menghembuskan asap rokoknya.
“Baca yang jelas, tolol!” Jorg menampar kepala Amisha dengan kasar, “Lihat tanda tanganmu sendiri di kontrak kerja itu!”
Amisha menangis tertunduk. Air matanya menetes di atas kertas yang menunjukkan ia memiliki utang dengan jumlah tidak masuk akal kepada Derig Mayountain.
“Bagaimana… bagaimana aku bisa melunasi utang sebanyak ini?” Amisha terisak-isak, “Penghasilanku tidak sebanyak ini, tabunganku juga..”
“Itu urusanmu!” teriak Scott melotot kemudian menunduk di depan wajah Amisha sambil menghembuskan asap rokok.
Charlotte hanya bisa terduduk di bawah sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. Matanya merah, sembap dengan air mata yang menetes pelan tapi tak berhenti mengalir.
“Atau..” Jorg menarik kursi dan duduk di depan Amisha, “Kau bisa kembali bekerja dan tidak perlu membayar utang ini!”
Amisha hanya bisa diam, tidak berani memandang Jorg Gittelbaum.
“Dengan ada denda, tentu saja.. Karena kau meninggalkan perusahaan dengan tidak hormat!” tambah Jorg.
Amisha masih diam tidak bisa menjawab.
“Atau kau bayar semua utang ini, hazir!” sahut Scott, “Dengan bunganya!”
Amisha terperanjat.
“Bunga?” tanya Amisha terbata-bata.. Ia menoleh ke arah Scott, kemudian ke arah Charlotte. Nafasnya tersengal.
“Bayar utang, bayar denda, bayar bunganya,” kata Jorg sambil menampar pelan pipi Amisha supaya memandang matanya, “Jangan melawan Derig, dia punya kenalan luas di mana saja. Kau seret dia ke pengadilan, maka kau yang akan mati.”
Amisha bagai tersambar petir di siang hari cerah.
“Ini sama saja membunuhku..” kata Amisha di sela isak tangisnya.
“Membunuhmu?” tanya Scott, “Hahahahahahaha! Tidak.. Kau tidak boleh terbunuh.. Karena kau bisa melunasi utang ini dengan menjual tubuhmu di rumah bordil Ukraina!”
Amisha terhenyak tidak bisa berkata-kata. Charlotte memandang Amisha tapi juga tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Tubuhnya gemetar ketakutan.
“Sekalian saja kau dijual paket bersama teman imigran kulit gelapmu ini!” tambah Scott menunjuk Charlotte, “Tubuhnya juga bagus, dan juga teman pirangmu itu jika ia masih hidup..”
“Uhuk!” tiba-tiba ada suara dari mulut Scarlett yang mulai siuman tapi masih belum bisa bangun. Hanya matanya mulai terbuka sedikit.
Amisha dan Charlotte menoleh ke arah Scarlett sambil keduanya menyeka air mata di pipi. Tapi diam-diam mereka merasa lega karena Scarlett mulai sadar.
“Nah.. Aku yakin pirang jalang itu masih hidup karena aku hanya menggunakan setengah tenagaku!” kata Scott, “Maka jika nanti kalian bertiga bersama dijual ke Ukraina, whooossshhh… utangmu akan lunas! Hahahahahahaha..”
Amisha menunduk. Hatinya perih sekali mendengar kata-kata Scott. Kata-kata dijual ke rumah bordil seperti itu seakan mudah diucapkan, tapi sangat menyayat perasaan wanita.
“Mereka berdua tidak ada hubungannya dengan ini!” tiba-tiba Amisha memberanikan diri menjawab sambil melotot ke arah Scott, “Tolong jangan libatkan mereka, please! Mohon Scott, please!”
“PLAAAKKK!!!” Amisha mendapat tamparan keras lagi dari Scott hingga batang rokok Scott patah terbagi dua, jatuh ke lantai.
“Hazir!” teriak Scott.
“Aduh!” Amisha merasa sakit sekali di pipi dan hidungnya. Charlotte sekilas melihat ada darah segar menetes dari hidung Amisha.
Charlotte sebenarnya marah melihat Scott menampar Amisha beberapa kali dan mengatainya hazir yang artinya "babi" dalam bahasa Yiddish.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah dapur, tampak Scarlett berusaha bangun, namun beberapa kali masih terjatuh kembali.
Scott kesal, menghampiri Scarlett yang berusaha berdiri dan menyandarkan dirinya ke meja dapur.
“Dan kau!” Scott menggeram, “Aku kasih tau ya!”
“Minggu lalu aku baru saja pulang dari Singapura, dan belajar satu kata yang tepat untuk jalang hina seperti kau!” Scott mendorong jari telunjuknya ke dahi Scarlett berkali-kali.
“KEPO!” teriak Scott, “Kau tahu artinya?”
Scarlett tidak menjawab, ia merasa kepalanya masih sakit karena benturan keras tadi.
“Oh!” kata Scott lagi, “Tentu saja jalang liar sepertimu tidak akan paham artinya! Kepo itu arti harafiahnya nyonya ayam dalam dialek Hokkien di Singapura! Berisik!”
Scarlett diam saja. Ia berhasil berdiri, mengusap dahinya yang berdarah, sepertinya akibat tertimpa ujung cerek teh yang jatuh.
“Poookkk.. Pok pok pok pok pokkk…” tiba-tiba Scott menirukan suara ayam betina, “DAN KAU! TIDAK USAH KEPO! TIDAK USAH KEPO!! TIDAK USAH KEPOOOO!!!”
Scott menendang wajah Scarlett yang masih terduduk di lantai. Belum puas dengan penyiksaan itu, iya menginjak kaki Scarlett hingga Scarlett mengerang kesakitan.
Jorg tertawa terbahak-bahak dengan Boris.
Scott lalu membentak Scarlett dengan kesal, “Kepo itu ingin tau aja urusan orang lain! Mau ikut campur saja urusan orang lain! Berisik! Seperti nyonya ayam! Berisik tau gak?!”
“PLAAAKKK!!” Scarlett ditampar Scott Gittelbaum.
“Kamu tau bagaimana akhir perjalanan seseorang yang kepo di Singapura?” tanya Scott, “Antara dia celaka, atau mati!”
Scarlett menunduk. Beberapa tetes darah segarnya mengotori lantai rumah Amisha.
“Urus masalahmu sendiri, pirang hina!” teriak Scott meludahi wajah Scarlett.
“PLAAAAAKKK!!”
Semua yang di ruangan itu terdiam dan terkejut.
Tidak seorang pun menyangka. Bahkan Amisha dan Charlotte kaget setengah mati. Mereka tidak mengira bahwa Scarlett senekat itu menampar pipi Scott dengan sangat keras.
Scott geram, darahnya mendidih seakan ingin menghabisi Scarlett saat itu juga. Sementara itu Scarlett hanya diam berdiri dengan nafas pendek-pendek, sambil menyeka darahnya yang mengucur sedikit dari dahi. Tidak tampak rasa takut sedikitpun walaupun ia sudah babak belur.
Jorg segera beranjak dari kursinya, lalu menangkap Scarlett dari belakang dan mengunci tangan Scarlett hingga tidak bisa bergerak. Sekuat apapun Scarlett meronta, kuncian Jorg sangat kuat.
Boris Aldriche tertawa sinis, “Ini dia yang tadi pagi menuduhku maniak seks! Bikin repot saja!” - Boris kemudian menyalakan rokoknya yang kedua.
Scott mengepalkan tangannya.
“Jangan muka dan dadanya, Scott!” kata Jorg masih mengunci Scarlett dari belakang, “Nanti dia tidak laku dijual sebagai pelacur!”
Tiba-tiba Scarlett berteriak keras dan mendorong badannya dengan sekuat tenaga ke belakang hingga Jorg membentur bagian tembok dekat dapur.
Dinding bergetar, dan sebuah vas bunga kecil berisi tulip buatan kerajinan tangan jatuh membentur kepala Jorg hinga vas porselen itu pecah.
Kepala Jorg mengeluarkan darah.
“F*CK!!! HAJAR DIA SCOTT!!” Jorg kesal sekali menahan sakit di punggung dan kepalanya.
“BUUUGG!!!” tinju Scott melayang ke ulu hati Scarlett sampai Scarlett memuntahkan darah segar, kemudian langsung jatuh kembali ke lantai.
Amisha dan Charlotte serentak hendak lari menghampiri Scarlett tapi tiba-tiba dengan lincah Boris memantulkan tubuhnya dengan kaki kanan ke tembok lalu terbang di udara melakukan tendangan memutar dua kali menghajar perut Charlotte dan wajah Amisha. Kedua gadis itu pun jatuh tersungkur, tidak menyangka akan ada serangan mendadak yang tidak jantan sama sekali.
Charlotte jatuh tersungkur kembali ke sudut nyaris membentur meja, sedangkan Amisha sudah tergeletak di lantai menahan sakit.
Sementara itu Scarlett digebuki dan diinjak beberapa kali oleh kedua kakak beradik tersebut, meskipun kondisi Scarlett sudah tidak berdaya melawan.
“Jalang pirang ini membuat kesal sekali!” teriak Scott.
Jorg menghempaskan tubuh Scarlett ke tembok, memukulnya sekali lagi.
Scarlett tidak bisa melawan. Ia pun kembali tergeletak di lantai walau masih sadar.
Jorg beranjak ke luar membanting pintu. Ia masuk ke dalam mobil sambil marah-marah minta kotak P3K ke Yasser yang menunggu di dalam BMW biru.
Scott menoleh ke arah Amisha yang masih tergeletak kesakitan, “Aku beri waktu dua hari untuk menjawab! Apapun pilihanmu, harus ada jawaban!”
Scott minta rokok kepada Boris.
“Juga..” tambah Scott, “Hapus semua rekaman CCTV dan semua postingan di media sosial yang merekam kejadian pagi tadi di Piccadilly dalam 1 jam ke depan. Atau kedua temanmu ini tidak bernyawa lagi!”
Amisha kaget.
“Tunggu apa?!” tanya Scott, “Cepat kerjakan, imigran Asia keparat!”
Amisha langsung berusaha bangkit ke ruangan belakang lalu membuka laptop-nya. Wajahnya panik dan jari jemarinya bergetar hebat mengetik di atas papan ketik.
“Kita akan bertemu kembali!” kata Scott dengan ketus lalu mengajak Boris ke luar.
Boris meludahi Scarlett yang masih jatuh di lantai, kemudian menarik tangan kiri Scarlett. Scott melihatnya, lalu menginjak tangan itu. Dengan kasar Boris mematikan rokoknya di telapak tangan Scarlett.
Scarlett merintih kesakitan, tapi ia tidak bisa membela diri karena injakan kaki Scott sangat berat untuk dilawan.
“Satu lagi, nona-nona..” kata Boris sambil meludah lagi, “Jika sampai polisi tahu soal ini..”
Boris diam sesaat lalu memandang Scarlett, “Jalang pirang yang merusak namaku jadi maniak seks yang pertama melayang nyawanya! Er.. tidak.. Sebelum kubunuh, akan aku perkosa dulu dia supaya dia paham apa arti maniak seks sebenarnya!”
“Ale tseyn dir aroysfain, nor eyner zol dir blaybn af tsonveytik!” Scott lalu beranjak pergi ke luar dari pintu diikuti Boris dengan sumpah serapah dalam bahasa Yiddish yang artinya semoga semua gigimu lepas kecuali satu yang paling sakit.
“BLAM!” pintu depan dibanting.
Tapi tak lama kemudian pintu dibuka kembali.
“Amisha!” teriak Scott.
Amisha terkejut.
“Dua hari lagi! Stamford Hill! Tempat biasa!”
Sementara itu terdengar suara bising di tembok luar tempat tinggal Amisha. Seperti suara bor listrik.
“BLAM!” pintu dibanting kembali.
Beberapa detik kemudian terdengar pintu mobil dibuka dan langsung ditutup kembali, lalu diikuti suara mesin mobil diaktifkan dan deru bising ban mobil berdecit meninggalkan tempat itu.
Charlotte segera menghampiri Scarlett yang babak belur, menangis kesakitan. Charlotte langsung memeluknya dengan erat sambil ikut menangis tersedu-sedu. Ia mengenal Scarlett hanya dalam hitungan jam, tapi saat itu rasanya Scarlett sudah seperti teman lama yang ia kenal bertahun-tahun sebelumnya.
"Aku di sini Scar, aku di sini.." Charlotte berusaha menenangkan Scarlett, "Kau tidak sendirian! You are not alone, love!"
Sementara itu Amisha masih di depan laptop sambil berulang kali suaranya bergetar hebat mengucapkan maaf kepada Scarlett dan Charlotte. Pipinya basah karena air mata, sampai papan ketik di laptop-nya pun berair - tapi Amisha tidak berhenti mengetik. Ia mengakses jaringan media sosial dan CCTV melalui remote shell.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Rona Risa
aku juga tidak. tapi di dunia nyata, ini banyak kejadian, kekerasan seperti ini...
2024-05-10
0
Rona Risa
kayaknya bukan hsp juga bakal trauma sih 🥲
2024-05-10
0
Mirabella
laki-laki rendahan! mengeroyok wanita yang sudah tidak berdaya!
2024-04-13
1