Eila tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Bahkan Davian akan ikut serta bersamanya. Pria ini tidak akan pernah melepaskannya.
“Kau serius?” Terlihat wajah Helen yang begitu semangat, “Aku akan tenang jika memang begitu.”
“Sungguh kau akan ke Shenzhen juga?” Tanya Nevan. Adik Davian ini akan selalu iri melihat kakaknya terlalu dekat dengan Eila.
“Kau tidak perlu repot melakukan itu, bukankah kau cukup sibuk, aku dapat…” Ucap Eila gugup namun pundaknya ditepuk oleh Davian. Tubuh Davian cukup tinggi hingga harus sedikit membungkuk untuk menyampaikan pesan ditelinga Eila.
“Kau kira bisa kabur dariku.” Bisik Davian saat itu.
Eila sudah curiga. Pria itu tidak akan pernah sungguh-sungguh secara sukarela membantunya.
“Tenanglah Eil, tidak ada yang perlu kau cemaskan. Aku pamit dulu. Dua hari lagi aku akan datang menjemputmu. Penerbangan sudah aku siapkan.” Lanjut Davian.
Bahkan pria itu selalu selangkah lebih jauh untuk menghadapi Eila. Keluarga Drake sungguh lebih cepat mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Eila, tak mungkin baginya menyembunyikan apapun dari keluarga Drake.
“Baiklah. Apa kita bisa makan malam sekarang?” Ajak paman Drake.
“Ayo kita makan.” Nevan menggandeng tangan Eila dan sang Ibu bersamaan, “Setelah aku lulus sekolah bagaimana jika aku juga mencari kampus di China? Apa ibu setuju?” Rengek Nevan.
Selama ini Nevan selalu tinggal bersama Eila di apartemennya. Meski Eila jarang pulang, Nevan akan selalu menanti kakak angkatnya itu diruang tamu.
Bagi Eila, Nevan sudah seperti keluarga satu-satunya. Terlebih bibi Helen yang mengasihinya seperti seorang ibu kandung.
________________________________________________
“Biarkan dia membawa kopernya sendiri Rey.” Perintah Davian saat baru turun dari mobil.
”Eil aku…” Bingung Reynard, asisten pribadi Davian.
”Urus saja Tuan mu. Dia masih anak kecil butuh bantuan orang dewasa sepertimu.” Bisik Eila.
”Maafkan aku.” Balas bisik Reynard.
Mereka sudah tiba di Shenzhen. Memasuki sebuah area elit kompleks kondominium. Tak banyak bicara Eila bergegas menaiki lift yang menghubungkan garasi bawah dengan lantai utama. Ia takjub kondominium tersebut sangat besar dan luas. Namun rasanya ada yang janggal. Ia tidak menemukan kamar tidur lain.
“Hanya satu kamar tidur?” Tanya Eila pada Davian.
”Berapa yang kau harapkan?” Jawab Davian datar dan segera membasuh tangannya. Pria ini memiliki OCD teramat parah.
Terlihat susunan semua barang tertata apik dan bersih. Seluruh warna senada. Hanya ada warna hitam dan putih. Pantas aura pria itu terlihat suram.
”Aku akan kembali kalau begitu. Besok istirahatlah Tuan, urusan dikantor aku masih bisa tangani.” Pamit Rey sembari menuju kepintu luar.
”Davian… Apa kita akan tidur berdua? Dikasur yang sama?” Kesal Eila setelah Reynard pergi meninggalkan dirinya hanya bersama Davian.
”Apa yang salah.” Jawab Davian santai.
Eila menghela nafas. Mendorong kopernya kembali. Ia sangat mengerti bahwa tidak akan mungkin menang berdebat dengan pria itu. Setelah penerbangan yang cukup lama, ia juga sudah lelah.
”Masaklah sesuatu. Aku lapar.”
”Kau baru makan tadi.” Kesal Eila.
SRAAKK!!
Davian menarik pergelangan Eila dan mengangkatnya. Wajahnya seketika terlihat dingin dengan tatapan tajam menatap Eila.
”Dimana cincin mu?”
”Aku lupa memakainya.” Eila menghempas tangan Davian.
Cincin pertunangan mereka. Bahkan hanya Eila yang harus memakainya. Jarang Davian memakai cincin tersebut. Eila baru melepasnya saat melewati pemeriksaan dibandara dan lupa memakainya, namun Davian sudah sangat marah.
“Puas.” Tunjuk Eila saat ia sudah memakai cincinnya kembali.
Segera Eila menuju dapur. Memasak sesuatu untuk Davian. Ia semakin takjub saat menemukan bahan makanan yang melimpah didalam kulkas. Sejak kapan pria ini mengatur kondominium itu.
”Kau ingin makan apa?”
”Buatkan aku roti dan segelas lemon hangat.”
“Kau tidak sungguh-sungguh lapar. Kau hanya ingin mengerjaiku.” Kesal Eila dalam hatinya.
“Apa kau akan pergi setelah ini?” Tanya Eila menyodorkan roti untuk Davian.
”Tidak. Aku lelah, aku akan beristirahat.”
”Dikamar atas?”
”Apa kau lihat ada kamar lain.” Datar Davian.
“Tidak seharusnya aku mengikuti mu. Besok aku akan pindah ke asrama.” Eila beranjak dari tempat duduknya.
Malam itu Eila tidak dapat tidur. Perbedaan waktu membuat dirinya mengalami jet flag. Ia memilih berendam dalam air hangat. Menghabiskan waktu menunggu Davian tertidur. Ia enggan berdebat dan bertengkar dengan pria arogan itu.
Saat Eila keluar dari kamar mandi, lampu sudah padam. Hanya beberapa lampu kecil disudut ruangan yang menyala.
“Kenapa lama sekali? Apa perlu membawa handphone kedalam kamar mandi?” Davian kesal menenggak wine nya.
“Kau belum tidur?” Eila terperanjat saat Davian melangkah mendekatinya.
”Siapa yang kau hubungi didalam kamar mandi?”
Pria itu sangat mudah cemburu. Bahkan meski ia sudah menyadap ponsel Eila tanpa sepengetahuannya. Ia masih berharap mendengar kata jujur dari wanita itu.
“Aku memberi kabar pada bibi.” Jawab Eila.
”Jangan bawa handphone mu kedalam kamar mandi lain kali.” Ketus Davian, “Siapkan pakaian ku. Aku mau mandi.”
Kembali Eila harus menghela nafas panjangnya. Ia hanya bisa mengikuti permintaan Davian.
Kamar tidur terletak dilantai dua. Eila menyediakan pakaian untuk Davian diatas ranjang. Menyalakan aroma terapi dan mematikan beberapa lampu kamar. Sebuah rutinitas yang sudah dihapal oleh Eila dan sudah menjadi keharusan baginya untuk melayani Tuan muda pertama keluarga Drake tersebut.
Eila mencoba meraih tali tirai jendela kamar. Tubuhnya memang sedikit pendek.
BIP!!
BUUGG!!
“Gunakan remote untuk menutup tirainya.” Ucap Davian yang berdiri dibelakang Eila.
Eila bahkan menabrak tubuh tinggi Davian. Pria itu bagai hantu, selalu tanpa suara tiba-tiba ada didekatnya.
“Aku sudah siapkan semuanya.” Ujar Eila, hendak keluar kamar namun tangan Davian mencegahnya.
“Mau kemana?”
”Turun kebawah. Kenapa?”
“Bantu keringkan rambutku.”
“Davian…” Dan lagi Eila menarik nafas panjangnya. Ia tidak jadi melanjutkan perkataannya. Sungguh perdebatan dengannya tidak akan selesai hanya dalam satu malam.
“Kemarilah.” Pinta Eila sambil menyalakan hair dryer.
Davian membuka laptopnya dan duduk dipinggir ranjangnya. Mulai mengerjakan beberapa urusan pekerjaan. Eila sekilas dapat melihat bisnis yang dilakukan Davian. Angka-angka yang fantastis dimatanya.
“Terlalu panas.” Sahut Devian.
Eila tersadar dan menjauhkan hair dryernya.
”Apa itu semua uang pribadi mu?” Tanya Eila saat Davian membuka rekening pribadinya. Matanya terbelalak melihat jumlah yang bahkan ia dapat membangun beberapa rumah sakit.
”Kau melihatnya dari tadi?” Tanya Davian menurunkan layar laptopnya.
”Aku mengeringkan rambut mu, semua terlihat jelas dari belakang sini.” Kesal Eila.
Davian kembali melanjutkan transaksinya. Pantas banyak yang tunduk pada pria ini, cerdas, tinggi, mapan, bahkan memiliki banyak bisnis tersebar dibeberapa negara. Seketika Eila merasa ciut dihadapan Davian, inilah salah satu alasannya kenapa Eila selalu patuh pada Davian. Pria itu memiliki kuasa besar karena pengaruhnya dalam perekonomian wilayah barat. Menyinggungnya maka tamat sudah riwayat kita.
”Apa ada hal lain yang harus aku lakukan sebelum aku tidur?” Tanya Eila kembali.
“Tidak ada. Tidurlah.” Jawab Davian tanpa teralihkan dari laptopnya.
“Tidur disini, aku tidak akan berbuat sesuatu. Kecuali jika kau membantah.” Tegas Davian menyadari bawah Eila akan kembali turun dan tidur dilantai bawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments