Mafia 20

"K–kenapa?" tanya Arumi kaget. Susah payah tadi dirinya bersikap santai dan tenang, kini Max kembali mengguncang mentalnya.

"Kenapa tidak bilang kalau mau membersihkan bagian itu!" tukas Max, dengan nada tinggi. Padahal, semua itu karena dirinya kaget. Bukan benar-benar marah pada Arumi. Seketika Arumi memundurkan langkahnya, lalu dia menjatuhkan dirinya di sofa. Tak lama, Arumi membekap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia menangis tanpa suara.

"Aku yang dilecehkan kenapa malah dia yang menangis," dengus Max pelan.

Max tidak tau harus apa. Keadaannya saat ini kepalang tanggung. Max, sebenarnya merasa tak nyaman pada bagian bawah tubuhnya. Terutama di bagian benda keramat dan aksesorisnya. Tetapi, nyatanya baru di sentuh bagian bokongnya saja dia sudah panik hingga berteriak kencang begitu.

Ujungnya, Arumi jadi salah paham. Arumi mengira Max membentaknya lantaran marah. Siapa juga yang tidak takut. Untung saja jantung anak gadis orang tidak copot karena ulah, Max.

"Kenapa Arumi begitu bodoh, berharap benar-benar bisa melakukan semua itu dengan lancar. Ternyata, dia marah," batin Arumi penuh sesal sekaligus sakit hati.

"Arum, sini!" panggil Max. Dia sudah menguatkan hatinya untuk membiarkan Arumi melakukan itu. Daripada, anak buahnya nanti yang justru semakin membuat dirinya merasa tak nyaman.

"Aku tidak bermaksud membentakmu. Aku hanya kaget. Ayo, lakukan secepat kau bisa. Aku sudah tidak tahan dengan rasa gatalnya," ucap Max, dengan nada yang dia buat sedikit lebih rendah. Tetapi, bagi Arumi tetap saja kasar.

Arumi, maju perlahan. Matanya basah dengan niqob yang masih terpasang. Arumi menghela napas untuk menguatkan nyalinya. Dengan mata tertutup, Arumi membersihkan bagian terlarang milik suaminya. Semua itu dia lakukan dengan cepat dan sambil tahan napas.

Ternyata, Max pun melakukan hal yang sama. Dia juga menahan napasnya pada saat Arumi mengusap lembut benda keramatnya itu. Max, takut jika senjata kebanggaannya itu bangun secara tiba-tiba.

Karena Max, pria normal. Maka dia merinding dengan perlakuan Arumi saat ini.

"Ugh, sial! Kalau saja syaraf tanganku tidak bermasalah, tentu aku tidak akan berada di posisi tak berdaya seperti ini. Sampai untuk membersihkan benda keramat saja aku harus mengandalkan orang lain. Benar-benar, sial!" umpatnya dalam hati yang mungkin berbanding terbalik dengan pikirannya.

Buktinya, Max menghela napas kecewa ketika bagian menegangkan itu harus berakhir dengan cepat. "Kau sudah selesai?" tanya Max, heran. Suara bariton itu sontak membuat Arumi mematung.

Pikirannya sepintas kembali lagi pada kejadian yang hampir membuat napasnya berhenti mendadak. "Su–sudah. Kan tadi katanya harus secepatnya. Maaf. Apakah Arumi menyakiti, Mas?" tanya Arumi, yang sudah membuka matanya. Tetapi, untuk saat ini dirinya tidak berani menatap Max secara langsung.

"Kalau sudah, bantu aku pakai baju dan celana." titah Max, lagi. Terdengar santai tanpa beban. Padahal, jantungnya berdegup dengan kencang. Hal yang tak biasa dirasakan oleh mafia sepertinya.

"Hah!" Arumi sontak menatap, Max. "Dia, yang benar saja! Kenapa terus menguji, Arumi," batin Arumi, seraya menghela napasnya.

"Tapi, kan--"

"Kamu pikir aku bisa pakai sendiri!" ketus Max. Dia nampaknya belum mengerti kalau istrinya itu memiliki perasaan yang halus. Sehingga, Arumi mudah sedih dan tersinggung jika mendengar ucapan bernada tinggi. Apalagi, yang berbicara padanya adalah suami sendiri. Sosok yang seharusnya melindungi dan menjaga hatinya.

"Baiklah," jawab Arumi pelan. Bagaimanapun semua ini telah menjadi kewajibannya, walaupun Max tidak memerintahkan padanya.

Arumi pun mulai memakaikan sarung benda keramat milik, Max dengan mata yang kembali tertutup. Sementara itu, Max terlihat menahan geli. Pria itu sampai mengulum senyumnya sambil mendongakkan kepalanya.

"Kau sudah bisa membuka matamu sekarang!" seru Max yang melihat Arumi terus terpejam.

Arumi terlihat membuang nafasnya lega. Semua hal yang menegangkan telah berakhir. "Kamu kan sudah jadi istriku. Kenapa harus takut ketika melihat benda itu? Kenapa macam anak gadis saja," goda Max, dengan seringai yang terlihat menyebalkan bagi Arumi.

"Arum kan belum pernah melihat benda itu sebelumnya. Tidak seperti, Mas yang mungkin biasa di pegang itunya oleh perempuan nakal?" sindir Arumi, dengan nada terdengar emosi. Sontak, Max berpikir ucapan Arumi barusan terdengar seperti sedang menuduhnya.

Dengan gerakan cepat, Max menarik tangan Arumi sampai istrinya itu jatuh ke atas dadanya. Kedua mata mereka saling terbuka lebar dan bersitatap tegang.

Deg deg deg deg!

Terpopuler

Comments

Nur Lizza

Nur Lizza

aduh Arumi banguni singa tdr

2024-04-22

1

Kartika oshin

Kartika oshin

sabar ya maklum suamimu masih blm terbiasa disentuh sama yang namanya kaum Hawa

2024-03-08

2

sella surya amanda

sella surya amanda

lanjut

2024-03-08

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!