Hampir terpesona

HAPPY READING!!!

.

.

.

“Bertahanlah, aku akan membawamu keluar dari sini.”

Nayla menatap Rayan. “Kau? Kenapa kau ada disini? Keluarlah, apinya sangat besar.” Berusaha melepaskan tangan Rayan. “Keluarlah, biarkan aku mati disini.”

“Tidak, aku tidak akan membiarkanmu mati disini.” Kesal Rayan. “Kau harus mati di tanganku, bukan mati terbakar.”

Rayan terfokus pada tangan Nayla yang sedang memegang gelang perak, Rayan merebutnya dari tangan Nayla lalu memasukkan ke dalam saku celana. Rayan melepaskan jaket hitamnya untuk menutupi badan Nayla agar tidak terkena api. Tiba-tiba Nayla pingsan, Rayan bergegas membawa Nayla keluar menerobos api dengan modal nekad membuat seluruh badannya terasa panas dan tangannya sedikit terbakar akibat terkena kayu panas yang terjatuh. Rayan berlari masuk ke dalam markas menuju kamar belakang sambil menggendong Nayla.

“CEPAT PANGGIL DOKTER.”

Klekkk…

Rayan masuk ke dalam kamar belakang, dengan pelan membaringkan Nayla di atas ranjang. Beberapa menit kemudian dokter datang dan langsung memeriksa kondisi Nayla.

“Bagaimana kondisinya?”

“Bukan masalah besar, dia hanya pingsan. Saya akan memberikan beberapa obat untuknya.” Ucap dokter pribadi Rayan meletakan obat itu di atas meja kecil. “Saya permisi dulu.” Beranjak pergi.

Rayan menarik selimut tebal sampai dada Nayla, sesaat menatap Nayla lalu berjalan keluar dari kamar belakang. Terlihat Luke sedang duduk di ruangan tengah, Rayan menghampiri Luke.

Luke melihat tangan Rayan. “Kenapa tanganmu? Bagaimana bisa kau terkena luka bakar.”

Rayan menghela nafasnya. “Wanita itu terjebak di dalam gudang, jadi aku menerobos masuk ke dalam sana untuk menyelamatkannya."

Seketika Luke terheran mendengar penjelasan Rayan. “Ada apa denganmu? Kenapa tidak kau biarkan saja wanita itu mati di dalam sana?” menggeleng pelan. “Tu-tunggu, kenapa dia ada di dalam gudang? Apa jangan-jangan dia ingin melakukan sesuatu?” berpikir negatif.

“Dia mencari barangnya yang hilang.”

“Kenapa kau jadi memperdulikan wanita itu? Apa kau ada perasaan lebih kepadanya?” tanya Luke tanpa basa-basi sesaat menarik ujung bibirnya. “Ada yang tidak beres denganmu.”

Plakkk…

Rayan memukul kepala Luke. “Hentikan omong kosong mu! Kalau tidak, akan ku buat kau menjadi bisu karena banyak bicara.” Kesalnya.

Luke terkekeh kecil. “Baiklah, baiklah. Ancamanmu sangat mengerikan.”

Rayan menoleh kedua bawahan yang sedang berdiri. “Kenapa kalian masih berdiri disini? Segera selidiki penyebab kebakaran.”

Kedua bawahan mengangguk secara bersamaan lalu berlari keluar dari markas, sementara Rayan dan Luke menggeleng heran melihat kedua bawahan itu.

“Aku yang akan mengobati luka bakar mu itu.” Ucap Luke. “Kalau tidak mau, biar suruh dokter saja mengobati mu.”

Rayan menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku bisa mengobati sendiri.”

“Jangan terlalu mandiri, sini tanganmu.” Luke melihat ada salah satu bawahan keluar dari dapur. “Nata Bawahan 3), ambilkan kotak obat di dekat tangga.”

Nata (Bawahan 3) berjalan mendekati tangga menuju lemari kecil khusus penyimpanan perlengkapan obat karena mereka sering membeli persediaan untuk berjaga-jaga.

“Ini bos.” Nata (Bawahan 3) menyerahkan kotak berukuran sedang. “Saya ingin pergi ke markas belakang dulu.”

Luke mengangguk. “Suruh mereka semua menyelidiki penyebab kebakaran gudang, jangan sampai membuat Rayan marah.”

“Baik bos.”

Nata (Bawahan 3) beranjak pergi meninggalkan ruang tengah keluar dari markas melewati pintu belakang, jaraknya lebih dekat lewat pintu belakang dibandingkan pintu utama. Luke mengeluarkan semua peralatan obat-obatan, sebenarnya Luke tidak terlalu ahli dalam mengobati orang. Berbeda dengan Rayan, sangat ahli sehingga tidak heran jika sedang terluka sering mengobati luka sendiri.

“Pelan-pelan.” Ucap Rayan kesakitan. “Kalau tidak bisa jangan di paksa, dari pada tambah parah.”

“Jangan meremehkanku, aku baru belajar walaupun sedikit tapi ada kemajuan dibandingkan sebelumnya.”

Saat ini Luke sedang mengobati luka bakar yang ada di tangan Rayan, wajahnya sangat serius seperti seorang dokter ahli. Tiba-tiba Luke melihat Nayla berjalan keluar dari kamar belakang dengan langkah sangat pelan.

“Lihatlah, wanita itu keluar dari kamar belakang.” Ucap Luke.

Rayan menoleh. “Kau ingin pergi kemana?” melihat sekitar. “Siapa yang menyuruhmu keluar dari kamar?”

Nayla menghampiri mereka berdua. “Tidak pergi kemana-mana, tadi aku mendengar bahwa kau terluka karena menolongku jadi aku mengkhawatirkanmu.”

“Bukan urusanmu!!!”

Nayla merebut paksa botol salep dari tangan Luke. “Aku yang akan mengobati lukamu sebagai balas budi.”

Rayan menjauhkan tangannya dari Nayla. “Tidak perlu, biar Luke yang mengobati ku. Kau kembali saja ke kamar belakang.” Usirnya.

“Kalau aku tidak diizinkan untuk mengobati lukamu, nanti dibilang tidak tahu terima kasih.”

Sesaat Luke berdehem melihat pertengkaran kecil diantara mereka berdua. “Aku keluar dulu.” Beranjak pergi.

Nayla menarik paksa tangan Rayan lalu memoles salep di bagian luka bakar dengan hati-hati agar Rayan tidak merasakan rasa sakit. Nayla melihat luka itu menjadi sangat bersalah dan merasa kasihan.

“Apa sakit?” tanya Nayla.

“Menurutmu?” menaikkan sebelah alisnya.

Nayla menghela nafasnya. “Kenapa kau menolongku? Kenapa kau tidak membiarkan ku mati terbakar di dalam sana?”

“Aku tidak akan mengizinkanmu mati begitu saja, walaupun kau ingin mati tetap tidak bisa.” Ucap Rayan. “Kenapa aku bisa ada di dalam gudang itu? Apa yang kau lakukan disana?”

“Tidak ada, aku hanya mencari gelangku yang hilang.”

“Apa gelangmu itu sangat berharga dibandingkan nyawamu sendiri? Kau hampir mati terbakar.”

“Ya sangat berharga bahkan melebihi nyawaku karena gelang itu pemberian dari papaku sebelum pergi meninggalkanku.” Jelas Nayla sesaat terdiam. “Papa sekarang berada dimana? Sudah berbulan-bulan kita tidak bertemu.” Batinnya.

Nayla melamun tanpa sadar menekan luka Rayan membuat Rayan menjerit kesakitan akibat kecerobohannya.

“Arghhh apa kau sengaja hah?” kesalnya.

Nayla tersadar dari lamunannya mendengar suara Rayan. “Ma-maaf, aku tidak sengaja.” Mencoba mengingat sesuatu. “Kalau tidak salah, tadi aku menemukan gelangku di dalam gudang."

Rayan mengeluarkan gelang dari Nayla dalam saku celananya lalu menyerahkan kepada Nayla tanpa berbicara apapun, seketika Nayla membulatkan kedua matanya dengan cepat mengambil gelang itu dari tangan Rayan.

Nayla menatap Rayan sambil memasang gelangnya. “Dimana kau menemukan gelang ini?”

“Bukan aku, tapi kau! Aku hanya menyimpannya karena tadi kau pingsan.” Jelas Rayan tidak ingin Nayla salah paham kepadanya.

Nayla memegang tangan Rayan. “Terima kasih sudah membantuku menyimpan gelang ini.” Tersenyum.

Rayan terdiam melihat tangannya dipegang Nayla, wajah cantiknya saat tersenyum hampir saja membuat Rayan terpesona. Kedua bawahan berjalan menghampiri mereka lalu dikejutkan dengan melihat Nayla memegang tangan Rayan.

“Bos?” panggil Bram (Bawahan 2).

Rayan melepaskan tangan Nayla lalu menoleh. “Sejak kapan kalian berdiri di sana?”

“Baru saja, ada yang ingin bertemu dengan bos.” Ucap Patrick (Bawahan 1).

“Bawa wanita ini ke kamar belakang, jangan biarkan dia keluar sebelum ada perintah dariku.” Tegas Rayan. “Kalau sampai keluar, kalian berdua aku bawa..."

“Apa kau ingin mengurungku lagi? Kenapa?”

“Bawalah.” Titah Rayan.

Kedua bawahan menarik tangan Nayla. “KYAAAA LEPASKAN AKU!!!” teriak Nayla.

...Bersambung…...

Jangan lupa dukung karya ini agar Author tidak malas untuk melanjutkan ceritanya:)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!