Episode #17

Sesuai yang telah Bagaskara dan ibundanya rencanakan, Wulandari diundang ke istana. Gadis cantik yang punya banyak kelebihan menurut keluarga mereka itupun datang dengan wajah penuh dengan kebahagiaan.

"Selamat datang sepupu tercinta. Apakah perjalanan mu menyenangkan?"

"Bagaskara. Jangan banyak bertanya. Aku datang juga karena panggilan dari bibi ku. Karena sebenarnya, aku sangat malas bertemu dengan pria bajingan seperti kamu, Bagaskara."

"O ... hohoho. Wulan, seharusnya kamu itu berbaikan dengan aku sekarang. Karena dengan bantuan dariku, kamu bisa mendapatkan pria yang kamu sukai dengan mudah."

Wulan langsung menatap tajam Bagaskara.

"Jangan sok tahu, Bagas. Aku tidak suka akan hal itu."

"Dan, ingatlah akan satu hal, Bagaskara. Kamu dihargai oleh orang-orang hanya karena satu hal. Satu hal saja, Bagas. Tak lebih. Ingatlah, jika darah raja tidak mengalir ditubuh mu, maka kamu hanya sampah yang tidak ada artinya."

Inilah mengapa Bagaskara tidak suka dengan Wulandari sepupunya. Karena kata-kata yang perempuan ini lontarkan akan selalu menyakitkan hatinya.

Bagaskara menggenggam erat tangannya. Lalu, ia berkata dalam hati dengan perasaan yang sangat kesal. 'Tunggulah nanti kamu, Wulan. Jika aku sudah mendapatkan kedudukan tertinggi di istana ini, aku pastikan, kamu adalah orang pertama yang aku siksa.'

....

"Sekarang bukan saatnya bertengkar, Wulan. Karena tujuan kita sebenarnya sama. Kau inginkan Satya menjadi pasanganmu. Sedangkan aku, inginkan Juwita kembali ke sisiku. Bukankah kita berada di perahu yang sama saat ini?"

Wulandari terdiam. Cangkir yang masih berisikan minuman itu ia putar secara perlahan. Benaknya ingin membenarkan apa yang baru saja sepupunya itu sampaikan. Hanya saja, ego yang tinggi membuat hal itu tertahan dengan sendirinya.

"Aku bisa mendapatkan Satya tanpa harus bekerja sama denganmu, Bagaskara."

"Oho ... benarkah, Wulandari? Sayangnya, sudah lebih dari satu setengah tahun Satya menikah. Tapi usahamu untuk mendapatkan hatinya sama sekali tidak ada kemajuan sedikitpun."

"Kamu tahu karena apa, Wulan? Jawabannya hanya satu, karena ada Juwita di sisinya. Jika Juwita tidak ada, maka aku yakin, Satya pasti akan jatuh ke tanganmu."

Wulan lalu menatap tajam ke arah sepupunya.

"Lalu bagaimana denganmu, Bagaskara? Apa kamu sudah berhasil mendapatkan Juwita Sari, hm?"

Bagaskara lalu melangkah pelan.

"Hatinya sudah aku dapatkan. Hanya saja, Satya tidak pernah membiarkan ia pergi. Meski Juwita tidak suka padanya, tapi Satya tetap memenjarakan dia di istana utama kadipaten."

Perlahan tapi pasti, hati Wulan tertarik untuk melakukan tawaran kerjasama yang Bagaskara katakan. Karena memang, Wulan suka Satya sudah sejak lama. Hanya saja, Satya tidak pernah menyukainya.

Rasa itu sudah muncul sejak wanita itu masih kecil. Namun, seorang Satya sangat sulit untuk didekati. Tidak mudah untuk digapai. Apalagi urusan hati. Hal yang mungkin sangat mustahil untuk terjadi.

Satya mungkin menghormati Wulan. Tapi hanya sebatas rasa hormat saja. Tidak untuk rasa suka apalagi cinta. Hanya sebatas keponakan dari bunda tirinya saja. Tak lebih dari hal itu.

....

Usai obrolan kemarin, ternyata Wulan benar-benar setuju untuk bekerja sama dengan Bagaskara. Dan, hari ini adalah hari kunjungan tiba-tiba yang ia lakukan ke istana adipati agung.

Wulan datang bersama Bagaskara dan beberapa prajurit istana raja. Juga tak lupa, beberapa dayang pribadi yang ikut dengannya kemarin.

Ia datang sebagai tamu istana kadipaten. Sula atau tidak, Satya harus tetap menyambutnya. Karena tamu harus di sambut dengan baik jika mereka datang dengan maksud baik.

Kunjungan mendadak itu membuat Satya disibukkan dengan urusan menyambut tamu. Dia sebenarnya tidak ingin bersama dengan Wulan terlalu lama. Hanya saja, tugasnya sebagai pemimpin dari wilayah tersebut mengharuskan dirinya untuk menahan rasa tidak suka yang ada dalam hatinya.

Sementara itu, Juwi malah tidak mengetahuinya sama sekali. Karena Bagaskara sudah menahan orang yang Satya mintai memberikan kabar pada Juwita prihal kedatangan tamu tersebut. Alhasil, Juwi malah terus menunggu kedatangan Satya ketika waktu makan siang tiba.

"Emban. Kanda Satya tidak pernah terlambat datang untuk makan siang bersama. Tapi hari ini, kenapa dia bisa terlambat hampir setengah jam ya?" Juwita berucap sambil memperlihatkan wajah cemas. Tatapan matanya juga tak sedikitpun ia alihkan dari pandangannya yang terus melihat ke arah pintu masuk.

"Mungkin, Gusti adipati sedang sibuk sekarang, Gusti putri. Jadinya, Gusti adipati datang agak terlambat untuk hari ini."

"Hm ... mungkin juga. Tapi kenapa terlambatnya sangat lama? Aku jadi merasa tidak tenang sekarang."

"Sabar, gusti putri. Mungkin di istana utama sedang ada tamu barangkali. Jadinya, Gusti adipati terpaksa menunda waktu makan siang bersama untuk siang ini."

Juwita menoleh ke arah si emban.

"Tamu?"

"Iya, Gusti. Barangkali ada tamu. Karena seperti biasanya, Gusti adipati kan tidak pernah sekalipun membuat Gusti putri menunggu, bukan?"

Juwita pun mengangguk pelan.

"Iya. Memang biasanya aku tidak pernah menunggu. Tapi, jikapun ada tamu, mengapa tidak memberikan kabar padaku? Dengan begitu, aku tidak perlu menunggu kanda Satya siang ini, kan bibi Emban?"

Sementara Juwita dan emban pribadinya sedang ngobrol, Bagaskara sedang melihat dari kejauhan. Dia tersenyum penuh kemenangan ketika melihat wajah gelisah dari Juwita yang sedang menunggu kedatangan Satya.

"Tunggulah, Putri Juwita. Tunggu sampai hari menjelang petang. Kanda mu itu tidak akan datang untuk menemui mu hari ini. Karena Wulan telah membuatnya sibuk sekarang."

"Ah, iya. Ini hanyalah awal kehancuran hubungan baik yang berusaha kalian bangun. Karena selanjutnya, kalian tidak akan pernah berbaikan lagi. Akan aku buat kau sadar, Tuan putri. Kalau hanya aku yang kamu butuhkan. Hanya aku saja. Tidak dengan yang lainnya."

Usai berucap pelan pada dirinya sendiri, Bagaskara lalu beranjak meninggalkan tempat ia berada. Sementara Juwita, dia terus menunggu Satya hingga setengah jam pun kembali berlalu.

"Gusti putri. Sebaiknya Gusti makan dulu saja. Mungkin benar kalau gusti adipati tidak akan datang untuk makan siang bersama hari ini."

"Jika benar-benar tidak bisa datang, mengapa tidak mengirim dayang untuk menyampaikan berita, emban? Mengapa kanda malah membuat aku menunggu dia begitu lama hari ini?"

Wajah sedih terlihat dengan jelas. Emban pribadi itupun merasa sedikit cemas akan apa yang saat ini terlihat dari wajah majikannya.

"Ah! Mungkin Gusti adipati tidak sempat untuk memberi kabar sangking sibuknya, Gusti.

Jadi -- "

"Sangking sibuknya sampai dia melupakan aku, Emban." Juwita memotong cepat perkataan si emban pribadinya. Hal tersebut membuat perasaan si emban semakin tidak enak saja.

"Itu -- "

"Hah! Sudahlah, bibi Emban. Biarkan saja dia sibuk dengan urusannya hari ini. Aku ingin menikmati udara segar. Kemasi lagi makanan ini. Nanti saja aku makannya. Sekarang, napsu makan ku sudah lenyap."

Juwita langsung bangun dari duduknya. Si bibi yang tidak tahu harus menjawab apa untuk membuat hati Juwita tenang, kini malah memilih diam dari pada salah bicara lagi nantinya. Ia pun memberikan perintah pada dayang lainnya untuk membereskan makanan yang ada di atas meja. Sementara dirinya, bergegas mengikuti ke mana langkah kaki Juwita pergi.

Terpopuler

Comments

Erni Nofiyanti

Erni Nofiyanti

jgn3 pelakornya,selingkuhan pacarnya di masa depan

2024-04-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!