Episode #3

Mata Juwita membulat terfokus pada si pria asing. Satu kata yang langsung terlintas dalam benaknya. Tampan. Sangat tampan meskipun wajahnya terdapat bekas memar di bagian mata kanan yang sedikit tertutup rambut.

Pria yang penuh dengan kharisma kepemimpinan yang luar biasa. Aura menakutkan yang sangat kuat. Meski baru pertama melihat, Juwita sudah sangat kagum akan keindahan dari manusia yang ada di hadapannya saat ini.

Namun, tatapan itu buyar ketika wanita pelayan paruh baya yang ada di dekatnya barusan langsung bangun, lalu membungkukkan tubuh untuk memberi hormat pada si pria asing.

"Gusti Adipati agung," ucap wanita tersebut dengan penuh hormat.

Sebaliknya, pria tersebut hanya memberikan anggukan pelan saja. Kemudian, matanya tertuju lekat pada Juwita yang saat ini sedang berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.

"Periksa dia tabib."

Satu perintah yang pria itu keluarkan, tanpa menunggu lama lagi, pria tua yang ada di belakangnya sebelumnya langsung maju setelah membungkuk hormat.

"Baik, Gusti Agung."

Melihat pria tua yang disebut sebagai tabib itu mendekat. Juwi langsung bereaksi.

"Tunggu! Tabib? Kenapa harus memeriksa aku? Aku ... baik-baik saja," ucap Juwita dengan seringai canggung yang entah kenapa bisa keluar dari bibirnya.

"Gusti Raden Ayu, meskipun Gusti merasa baik-baik saja sekarang. Tapi tetap saja, Gusti harus diobati dengan baik. Gusti -- "

"Cukup, Emban."

"Tabib, lakukan tugasmu."

Perintah yang pria itu keluarkan langsung dijalankan. Sementara Juwita, dia merasa kalau pria itu memang sedikit menakutkan.

'Ya Tuhan. Aku entah di mana. Tapi tiba-tiba bertemu dengan orang asing yang menakutkan. Beruntung tampan. Kalau tidak, mungkin aku sudah memukulnya.'

'Tunggu! Memukul pria ini? Bagaimana mungkin? Yang ada, aku yang mungkin dia lenyap kan. Oh, Tuhan .... "

Juwita terus bicara dalam hati. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara tabib yang bertugas memeriksa dirinya, kini sudah pun selesai melakukan tugas.

"Bagaimana, tabib? Apa ada yang mengkhawatirkan dari dia?"

"Tidak Gusti Agung. Ini sungguh anugerah. Gusti Ayu baik-baik saja. Benar-benar berkah."

"Baiklah kalau begitu. Kalian semua bisa pergi sekarang."

"Baik, Gusti." Mereka berucap serentak sambil membungkuk memberi hormat.

Hati Juwita semakin tidak tenang ketika melihat kepergian semua orang yang sebelumnya ada di kamar tersebut. Sementara, pria tampan yang sebelumnya berdiri agak berjauhan, bukannya ikut pergi, tapi malah semakin mendekat.

Tatapan tajam menusuk pria itu berikan pada Juwita. Hal itu membuat hati Juwi malah semakin tak karuan. Tubuhnya pun ikut merinding karena tatapan itu.

"Apakah kamu kecewa karena tidak berhasil bunuh diri, Gusti putri?"

Satu pertanyaan yang membuat semua rasa canggung menghilang seketika. Sebaliknya, tatapan tak percaya pun Juwita perlihatkan. Ia balas tatapan tajam dari si pria asing tersebut dengan tatapan lekat. Namun, belum sempat bibir berucap, si pria malah kembali angkat bicara.

"Apakah sebegitu tidak sukanya kamu berada di istanaku, Putri Juwita Sari? Apakah terlalu besar rasa benci dalam hatimu untuk aku sampai-sampai kamu bertekad untuk menghabisi nyawamu sendiri untuk yang sekian kalinya?"

"Apa?"

"Tunggulah sebentar lagi, Putri. Tunggu sampai semua keadaan membaik. Aku pasti akan membebaskan kamu dari genggamanku. Aku berjanji akan hal itu. Jadi tolong, percaya padaku. Jangan lakukan usaha bunuh diri lagi. Aku pasti akan menepati janjiku."

Juwita yang kebingungan tentu saja dibuat melonggo akan apa yang si pria tampan itu jelaskan. Namun, Juwi bisa merasakan betapa sedihnya pria tersebut saat ini. Karena itu pula, Juwita tidak bisa memilih untuk terus-terusan diam.

"Tunggu. Apa yang baru saja anda katakan? Aku .... "

Juwita seketika menggantungkan kalimatnya ketika melihat wajah terkejut dari pria yang ada di hadapannya saat ini. Bisa Juwi ukur, kalau pria itu benar-benar sedang merasa kaget saat ini.

"It-- itu ... apa yang .... "

'Aish! Kenapa bibir ini susah sekali untuk melepaskan kata-kata sih? Benar-benar bikin kesah aja deh,' kata Juwi dalam hati.

Sementara Juwi berusaha menyusun kalimat yang indah untuk bibirnya keluarkan. Si pria tampan malah beranjak dari tempat ia berdiri sebelumnya dengan cepat. Hal itu membuat Juwi jadi semakin tak karuan.

"Tunggu! Kita belum selesai bicara," ucap Juwita cepat sambil menyentuh tepian kain yang menjuntai dari busana pelengkap yang pria itu kenakan.

Langkah si pria terhenti. Tatapan mata pun beradu. Namun, hanya sesaat saja. Karena si pria dengan cepat mengalihkan pandangannya dari Juwita.

"Trik apa lagi ini, Putri Juwita? Anda tidak perlu bersusah payah memainkan trik lain. Karena apa yang sudah aku ucapkan, tidak akan pernah aku lupakan. Apalagi untuk aku ingkari. Tidak akan pernah."

Juwita yang bingung dengan ucapan si pria lagi-lagi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Alhasil, pria tersebut pergi. Tapi dia malah diam sambil menahan rasa bingung yang memenuhi benaknya sekarang.

Lalu, setelah pintu menghilangkan si pria tampan, rasa kesal pun langsung menghantui hati. Juwita pun marah akan dirinya yang tidak seperti dia yang biasanya.

"Apaan ini? Kenapa aku jadi susah bicara sekarang? Ya ampun .... "

Juwita pun baru menyadari akan apa yang tubuhnya kenakan saat ini. Pakaian adat jaman dulu. Sudah jelas kalau ini bukan pakaian modern. Dia ingat betul dengan situasi saat melihat sekilas ketika omanya nonton film kolosal kesayangan.

"Oh Tuhan ... mimpi ini buruk sekali," ucap Juwita sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Gusti Raden Ayu. Ma-- maafkan saya yang terpaksa meninggalkan anda hanya berduaan dengan Gusti Adipati Agung. Saya pantas dihukum."

Pelayan paruh baya itu datang-tangan langsung berucap. Tak lupa pula ia bersimpuh di depan Juwita dengan wajah penuh sesal.

Tentu saja Juwi dibuat semakin bingung. Dia yang tidak punya ingatan sedikitpun tentang dunia asing ini sangat membuatnya kesulitan untuk memahami situasi yang sedang ia jalani. Sungguh kutukan bagi Juwi sekarang.

"Tu-- tunggu. Bibi, anda harus bangun. Jangan bersimpuh seperti ini."

Duar! Wajah bersalah seketika berganti dengan wajah terkejut. Bagaimana tidak? Juwita yang bersikap lembut, itu tentu membuat si emban alias pelayan setia ini kaget bukan kepalang. Karena pada dasarnya, tuan putri mereka tidak seperti ini orangnya.

"Gu-- Gusti Raden Ayu Putri. Gusti .... "

Juwi paham dengan ekspresi itu. Jadi dia langsung nyengir kuda sambil memperlihatkan wajah manisnya di depan si emban.

"Ha ... itu ... bibi. Bisakah jangan memanggil aku dengan panggilan terlalu berat? Aku merasa sedikit bingung sekarang. Tolong. Panggil aku dengan Gusti Putri saja sudah cukup."

"Tap-- tapi, Gusti .... "

"Anggap saja ini perintah. Bagaimana?"

"Perintah?"

Tentu saja emban itu semakin dibuat kebingungan. Juwita yang sadar langsung memijat tulang hidungnya yang mancing.

'Ah ... Juwi. Kenapa kamu malah meributkan soal panggilan sih? Itu harusnya masalah enteng yang bisa kau urus nanti. Aduh .... Juwita-Juwita.' Juwi berkata dalam hati. Dia cukup kesal dengan keadaan yang saat ini sedang menimpa dirinya. Membuat dia kerepotan harus berbuat apa, dan bersikap seperti apa.

Terpopuler

Comments

Patrick Khan

Patrick Khan

.suka bgt lain dr yg lain ceritanya😉

2024-05-03

1

penggemar_Uangkecil?!

penggemar_Uangkecil?!

👍

2024-04-29

2

CaH KangKung,

CaH KangKung,

salam kenal kak....💪💪

2024-04-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!