Transmigrasi Dokter Ajaib
Jakarta, Indonesia.
Di sebuah lorong rumah sakit pusat kota, terlihat seorang wanita yang mengenakan jas dokter berwarna putih sedang berjalan dengan tergesa-gesa, sambil sesekali melirik ke arah arloji dipergelangan tangannya.
Wanita itu mempercepat langkahnya saat dia melihat pintu ruangan yang menjadi tujuannya.
Ceklek..
"Dokter anda di sini." Seorang perawat menoleh begitu pintu terbuka dan menyapa wanita yang baru saja masuk.
Dengan raut wajah serius, wanita yang dipanggil dokter itu segera memakai masker dan sarung tangan.
"Apa semua sudah siap?"
"Sudah dok. Kami menunggu instruksi anda."
"Baik. Kita mulai operasinya."
Lampu di pintu ruangan operasi menyala merah, menandakan operasi sedang berjalan.
Beberapa waktu kemudian..
Lampu berubah hijau, tanda operasi telah selesai. Pintu ruangan terbuka dan wanita yang beberapa saat lalu melakukan operasi pada pasiennya melangkah keluar.
"Hahh.. benar-benar hari yang melelahkan." Sambil menghela nafas, wanita itu melepas maskernya.
Levita berjalan menuju ruangnya untuk beristirahat. Begitu sampai di ruangannya, dia mendudukkan dirinya di kursi dan menelungkupkan kedua tangannya di atas meja. Beberapa menit terpejam, dia merasakan ponselnya bergetar.
Melihat pesan yang dikirimkan kekasihnya membuat wanita itu tersenyum. Levita yang berprofesi sebagai dokter jarang memiliki waktu untuk kekasihnya. Untunglah pria itu bisa mengerti kesibukannya dan tidak mempermasalahkan dirinya yang sering sibuk.
Levita menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dia memutuskan untuk segera pulang ke apartemen. Dia membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas sebelum akhirnya melangkah keluar. Meninggalkan ruangan yang dia atasnya ada papan berwarna putih dengan tulisan Dokter Levita Sp. BS.
Saat melewati taman rumah sakit, dia tanpa sengaja melihat seorang nenek tua yang terjatuh. Dia bergegas menghampiri nenek itu untuk membantu.
Sambil memegang bahu nenek itu, dia bertanya, "Nenek tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa nak. Karena tubuh yang tidak seimbang jadi tidak sengaja jatuh." Jelas nenek itu.
"Nenek di sini bersama siapa? Apa nenek sakit?"
Levita membawa nenek itu ke sebuah bangku yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri untuk duduk.
"Nenek sendiri nak, terima kasih sudah membantu nenek. Kamu anak yang baik."
"Apa perlu saya antar pulang nek?"
"Tidak nak, nenek masih ingin duduk di sini." Nenek tua itu tersenyum sambil memegang tangan Levita.
"Baiklah nek. Kalau begitu saya tinggal dulu ya." Ucap Levita sambil bediri dan hendak melangkah pergi.
"Tunggu nak." Nenek itu memanggil dan terlihat megeluarkan sesuatu dari kain bungkusan. "Ini untukmu. Sebagai tanda terima kasih karena sudah membantu nenek."
Levita mengulurkan tangannya dan menerima pemberian nenek tua itu. Itu adalah sebuah gelang giok berwarna hijau. Levita menunduk dan mengamati gelang di tangannya.
Gelang? Ini untukku?
Melihat gelang giok itu cukup cantik, dia memutuskan untuk memakainya.
"Nek ini... Ehh di mana nenek tadi?" Bangku tempat nenek duduk tadi kosong.
Levita yang bingung melihat ke sekeliling untuk mencari nenek tua itu. Namun, nenek itu tidak terlihat.
"Sudahlah, lebih baik aku cepat pulang." Gumamnya.
...----------------...
Levita Mutiara adalah seorang dokter spesialis bedah syaraf. Dengan otak jeniusnya, dia mampu menyelesaikan gelar Doktornya di usia 20 tahun. Dia lulus dari Sekolah Kedokteran terbaik di Amerika dengan nilai sempurna. Di usianya yang baru 24 tahun, dia menjadi dokter muda paling berbakat di negaranya.
Satu rahasia yang tidak diketahui banyak orang, Levita merupakan dokter ajaib yang dikenal sebagai Tangan Dewa. Dengan otak jeniusnya, dia mampu menyembuhkan hampir semua penyakit di dunia. Dari yang ringan hingga mematikan. Dengan tangan ajaibnya, dia mampu menyelamatkan orang dari ambang kematian.
Bukan hanya menguasai ilmu medis modern, dia juga menguasai ilmu medis kuno. Teknik akupuntur adalah salah satu keahlian terbaiknya. Dengan jarum ajaibnya, dia mampu menyelamatkan sekaligus membunuh seseorang.
Profesinya sebagai dokter ajaib sudah pasti menghasilkan banyak uang dan membuat hidupnya bergelimang kekayaan. Namun, itu semua tidak ada artinya bagi Levita. Menjadi dokter bukanlah untuk mendapat kekayaan, menjadi dokter adalah mimpinya.
Kejadian di masa lalu saat ibunya yang menderita kanker stadium akhir harus meregang nyawa di depan matanya, membuat Levita memiliki mimpi yang begitu besar.
Dokter yang saat itu menangani ibunya tidak mampu menyembuhkan penyakit kanker ibunya. Sejak saat itu, dia berpikir bahwa dokter itu bukan dokter yang hebat dan tidak kompeten. Jadi, dia bertekad untuk menjadi dokter terbaik dan mampu menyembuhkan segala penyakit.
...----------------...
Bugatti berwarna hitam terlihat melaju di jalanan kota, langit sore berwarna orange menjadi pemandangan yang begitu indah dipandang mata.
Levita yang sedang duduk di kursi pengemudi terlihat sedang bersenandung saat sebuah lagu pop diputar dari play listnya.
Saat sedang asyik mendengarkan lagu, tanpa dia sadari ada sebuah truk besar yang melaju kencang dari arah yang berlawanan. Levita yang menyadari hal itu segera membanting kemudinya. Namun, hal itu membuat mobilnya kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan. Mobil itu dengan cepat terjun ke jurang.
Levita yang merasakan guncangan hebat karena mobilnya jatuh ke jurang, mencoba membuka sabuk pengamannya. Namun, sabuk pengaman itu macet dan sulit dibuka.
Levita membelalakkan matanya saat melihat mobil itu akan menghantam sebuah batu besar.
"Oh sh¡t!"
.....
Gelap.
"Kenapa semuanya gelap? Apa aku sudah mati?"
"Ini di mana?"
Sebuah cahaya kecil tiba-tiba muncul diujung lorong gelap. Secara perlahan cahaya itu mendekat dan akhirnya semuanya terlihat jelas.
"Tempat apa ini? Kenapa hanya ada rumput hijau?"
Levita melangkahkan kakinya ke depan. Di depannya hanya ada padang rumput. Dia menatap ke sekeliling dan mencari sesuatu yang bisa menjawab semua pertanyannya.
Setelah berjalan beberapa lama, dia melihat seseorang yang sedang duduk di sebuah ayunan di bawah pohon besar. Sosok itu mengenakan hanfu berwarna putih bersih.
Levita tanpa sadar menghampiri sosok itu.
Setelah mendekat ke arah sosok itu, Levita yang merasa bingung dan ragu mencoba memanggilnya, "Hei, kamu siapa?"
Sosok yang sedang asyik bermain ayunan tiba-tiba terdiam. Dia membalikkan badannya dan menatap orang yang berbicara.
Dia tersenyum, "Kakak?"
Levita mengernyitkan dahinya. Seorang gadis muda?
Gadis muda itu turun dari ayunan dan menghampiri Levita. Dia memegang tangannya dan berkata, "Kakak, apa aku boleh meminta tolong?"
"Minta tolong apa?"
"Aku merasa tidak adil dengan kehidupanku. Aku ingin kakak membantuku untuk mendapatkan keadilan."
"Keadilan apa?"
"Kakak nanti akan mengerti."
"Jadi, apa kakak mau menolongku?"
Melihat mata gadis muda itu yang dipenuhi kesedihan, Levita merasakan perasaan sakit di hatinya.
Tanpa sadar dia mengangguk dan menjawab, "Ya."
"Terima kasih kakak."
Padang rumput hijau dihadapannya seketika menghilang dan kembali menjadi kegelapan.
Sesuatu yang kuat seperti menarik jiwanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
ranggalawe
masih sedikit masuk akal. menurutku. inget Michael Kearney, yang lulus SMA pas usia 6 tahun, dan dapat gelar Associate of Science bidang Geologi di usia 8 tahun. kita asumsikan aja Levita lulus kedokteran usia 12 tahun, coas 2 taun. ambil spesialis dan residen. umur 20 taun udah dapet spesialis.. 😄
2024-11-15
0
°nina°
lupa alur jadi baca ulang
2024-11-14
0
Fadilla Sarista
👍🏻
2024-11-15
0