“Bertahan ... bertahan meski sebentar.”
“Aku kuat! Aku bisa!”
“Karena jika sudah sampai selama ini, memang ada yang fatal. Memang kak Hasan tidak baik-baik saja!”
Di tempat parkir bagian depan rumah makan, di sebelah sepeda Hasan diparkir, Cinta terduduk sambil mere.mas perutnya menggunakan tangan kanan. Sementara tangan kiri berpegangan pada sepeda secara asal. Keringat dingin yang terus mengalir akibat rasa sakitnya, Cinta biarkan begitu saja. Sakit bawaan tamu bulanan yang Cinta rasa memang nyaris membuat Cinta menyerah. Namun demi memastikan tamu dari kampung yang juga bernama Hasan, Cinta berusaha bertahan.
Setelah tiga puluh menit berlalu, akhirnya yang Cinta tunggu-tunggu tiba. Tampak ibu Chole dan sang suami yang berbondong-bondong keluar dari rumah makan. Keduanya begitu antusias mengobrol penuh senyuman. Tangan kiri ibu Chole memegang ponsel dan wanita itu letakan nyaris di depan bibir.
Kemudian, tatapan Cinta teralih ke pintu masuk depan yang memang sampai dijaga oleh seorang satpam. Sebuah mobil alphard hitam datang dan perlahan masuk. Cinta yang yakin itu merupakan mobil tamu dari kampung, langsung merinding.
Di tengah dunianya yang langsung seolah berputar lebih lambat, Cinta berangsur berdiri. Kedua matanya yang basah, fokus mengawasi setiap pergerakan mobil alphard tersebut. Belum apa-apa, Cinta sudah nyaris kembali merasakan apa itu yang namanya kehilangan kewarasan. Setelah menunggu agak lama, akhirnya mobil alphard hitam tersebut terparkir di tempat parkir paling tengah depan rumah makan.
Seorang pria keluar lebih dulu dari tempat duduk depan, disusul ula oleh sopirnya. Kemudian, keduanya kompak membuka tempat duduk penumpang belakang mereka yang langsung geser otomatis, tak lama setelah mereka menekan tombol di pintu. Seorang pria paruh baya yang memakai lengan panjang warna biru tua, keluar dari tempat duduk belakang sopir. Diikuti oleh seorang wanita bercadar dan memakai pakaian bernuansa biru tua juga. Jelas itu bukan Hasan yang Cinta tunggu.
“Aku yang terlalu berharap. Sementara kecewa selalu menjadi yang akan didapatkan bagi mereka yang terlalu menaruh harapan,” batin Cinta yang pupus harapan. Cinta berangsur meraih sepedanya dan bermaksud pulang. Namun, nyatanya masih ada yang keluar dari mobil.
Seorang wanita berhijab merah muda keluar dari sana. Sementara dari pintu yang berbeda, pintu wanita bercadar keluar, seorang pemuda gagah yang teramat Cinta kenal, perlahan keluar. Jantung Cinta seolah lepas dari posisinya. Sementara sepeda Hasan yang sebelumnya sempat Cinta pegang dan siap untuk Cinta tuntun, juga Cinta lepaskan begitu saja.
Sepeda Hasan terjatuh seiring Cinta yang lari. Air mata yang sempat berjatuhan, kini makin membuat pipi Cinta basah. “Kak Hasan ... Kak Hasan ... ini beneran Kakak!” hati Cinta tak hentinya menjerit.
Rombongan tamu dari kampung, sudah langsung bersalaman dengan ibu Chole berikut suami. Mereka langsung masuk ke rumah makan tempat Cinta bekerja selama tiga bulan terakhir. Hasan menjadi sosok yang melangkah nyaris paling akhir karena di sebelahnya ada pria tegap berpakaian serba hitam yang tampak sengaja mengawal. Namun, kerinduan yang begitu mendalam dan telah melahirkan banyak kesedihan dari seorang Cinta, membuat Cinta melupakan semua hal. Terlebih, sosok pemuda yang menjadi bagian dari rombongan, memang Hasan. Meski untuk segi penampilan sekarang, Hasan yang sekarang memiliki gaya rambut lebih cepak. Kendati demikian, kenyataan tersebut tidak membuat Hasan mengalami banyak perubahan dari segi fisik.
“Kak Hasan?!” teriak Cinta masih berderai air mata.
Mendengar teriakan Cinta yang sangat mirip dengan suara yang terus memenuhi benak bahkan ingatannya, Hasan refleks mengernyit. Langkahnya yang awalnya lebar, berangsur menjadi pendek. Ia bahkan berhenti melangkah kemudian menoleh ke belakang selaku sumber suara teriakan yang meneriakan namanya berasal.
“Buuuggggg!”
Tubuh Hasan nyaris mental karena pelukan yang mendadak ia dapatkan. Seorang wanita memakai pakaian panjang berwarna hitam putih pelakunya.
“Kak Hasan ....” Cinta makin tersedu-sedu. Kedua tangannya juga memeluk Hasan lebih erat. Cinta sengaja melakukan itu agar Hasan tak lagi meninggalkannya.
“Panggilan ini ...?” pikir Hasan makin yakin, memang panggilan itulah yang selama ia siuman dari koma, yang terus menghantuinya.
Alih-alih penasaran, Hasan malah takut. Hasan takut wanita yang memeluknya justru hantu. Karenanya, ia buru-buru mencoba mengakhiri pelukan si wanita yang terus memanggilnya “Kak Hasan.”.
“Kak Hasan, aku enggak mau. Tolong jangan meninggalkan aku lagi. Aku enggak bisa. Tanpa Kakak, aku kehilangan pijakan buat hidup!” raung Cinta menolak mengakhiri pelukannya kepada Hasan.
“Hah ...? Ini nyata? Dia beneran nyata, dan dia bukan hantu?” batin Hasan makin bingung. Namun, pria bertubuh tegap yang ada di sebelahnya, berhasil membuat wanita muda yang memeluknya, berakhir terbanting.
“Jaga jarak! Jangan mengganggu Mas Hasan!” tegas si pria yang tak lain pengawal Hasan pada Cinta yang terkapar meringkuk di lantai.
“Hei ...? Ini ada apa?” batin Cinta benar-benar nelangsa, sementara Hasan yang terkesan tidak mengenalinya, juga hanya kebingungan.
Pria yang ada di hadapan Cinta dan sempat Cinta peluk memang berfisik bahkan bernama Hasan. Namun, Hasan yang sekarang ada di hadapan Cinta, tidak memperlakukan Cinta layaknya Hasan suami Cinta. Nama dan fisiknya masih sama, tapi sikapnya berbeda. Karena Hasan suami Cinta, tak sedikit pun membiarkan Cinta terluka. Hasan suami Cinta tak akan pernah membiarkan Cinta sekadar merasa sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Erina Munir
yg perempuan lupa ingetan ttng dirinya juga kelnya...eh yg laki luoa sama istrinya ...hadeeehh..riuweeeh
2024-07-12
0
Andri
masih bingung aq
2024-06-12
0
Supry Atun
hasan hilang ingatan seperti keina
2024-03-19
0