Bab 18

Hima masih dongkol dengan kedua SPG cantik tadi. Kenapa mereka harus menyalahkan dirinya? Kalau mau, kenapa mereka tak bertanya langsung pada si pelaku itu.

Bayu! Jangankan sekarang dirinya yang sudah punya anak istri, saat sendiri saja Hima ogah memiliki hubungan dengannya.

Dan soal Ganindra. Hima akui, Ganin memang memiliki wajah rupawan di antara para pramuniaga yang sebenarnya pun good looking.

"Kenapa cemberut gitu, Ma?", tanya salah seorang supir yang baru saja menerima surat jalan untuk pengantaran pagi.

"Ngga apa-apa pak!", jawab Hima singkat. Gadis itu kembali sibuk dengan stok di bukunya. Setelah selesai, barulah ia menginput di komputernya.

Nantinya setelah balance dan sesuai, baru Hima simpan di emailnya. Ribet kan??? Dah pernah 😆!

Supir yang tadi menanyakan hal tersebut pada Hima tersenyum.

"Bukan karena Ganin tidak masuk kan?", tanya supir itu. Hima menghentikan ketikannya di keyboard. Lalu setelahnya ia menoleh pada sang supir.

"Emang Ganin ngga masuk pak?", tanya Hima.

"Lho, bukannya kalian tinggal bersama?", tanya supir itu. Hima menatap tajam pada supir senior itu. Si supir pun terkekeh melihat mata Hima yang melotot seperti itu.

"Beda konteks ya pak! Tinggal di kost yang sama dengan tinggal bersama itu beda arti lho! Ya kalau kalian-kalian yang paham ngga masalah, kalo orang lain?? Mereka pasti akan mengartikan dengan hal-hal yang aneh!"

Si supir itu kembali tertawa.

"Iya maaf! Ngga lagi-lagi!", kata supir senior itu.

"Tadi pagi pas aku mau berangkat, motor Ganin udah ngga ada. Mungkin dia ada kepentingan mendadak!", kata Hima.

"Tapi orang depan bilang, Ganin ijin ngga enak badan."

Hima menaikkan salah satu alisnya.

"Oh, ya? Masa sih? Perasaan kemarin baik-baik aja. Malah dia sempat beliin nasi goreng kok buat ku, Pak", kata Hima. Si supir pun mengedikkan bahunya.

Pembahasan Ganin terpaksa berhenti saat Bayu menghubungi Hima.

"Angkat, Ma!", ujar si supir.

Hima memandang ponselnya yang terus bergetar.

"Males sebenarnya kalo harus berurusan sama pak Bayu."

"Sabar!!!", ujar si supir meninggalkan meja Hima. Lalu, Hima pun mengangkat panggilan dari Bayu. Setelah Bayu menanyakan tentang pekerjaannya, panggilan itu pun usai.

Hima bisa bernafas lega dan mengerjakan pekerjaan nya lagi yang sempat tertunda tadi.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Murtini sedang menerima tamu teman masa sekolahnya dulu. Kebetulan Harun masih berjualan di depan pasar. Jadi Murtini di rumah bersama Alin dan bayinya saja.

"Jadi, Alin sudah punya punya anak? Perasaan baru kemarin ya aku lihat Alin masih remaja, eh... sekarang sudah jadi ibu!", puji Bu Henny.

"Iya Hen, Alhamdulillah!", kata Murtini. Kemudian bayi Alin menangisi, jadi ia pamit untuk kembali ke kamarnya untuk menyusui bayi kecilnya.

"Kalo adiknya Alin, siapa namanya? Cewek juga kan?", tanya Henny.

"Oh...iya, Hima sama Andra. Hima kerja di Jakarta, kalo Andra masih kelas dua belas SMK. Malah lagi sering di bengkel-bengkel. Biasa lah anak muda ada keinginan untuk nyari pengalaman!"

"Iya, ya? Hima. Dia sudah menikah belum? Mana cantik banget Hima tuh!", puji Henny.

"Belum Hen, belum ketemu jodohnya!", kata Murtini terpaksa tersenyum. Ada kegetiran yang Murtini rasakan.

Bukan apa-apa, tapi dia yakin jika putri keduanya masih belum move on dari almarhum mantannya. Makanya, hingga hari ini Hima belum memiliki calon pendamping hidup.

"Hima kan cantik, pasti gampang lah cari pacar ya! Eh, atau kalo mau... jodohin aja sama anak ku, Mur! Tapi ya kamu tahu lah, anakku kan kerja di Korea. Tiga bulan lagi dia pulang, nanti bakal menetap di Jakarta. Soalnya bos nya ada yang buka cabang di Jakarta."