"Cuit..cuiit..ciit..cuitt.." sama seperti hari-hari biasanya, suara kicauan dari burung-burung berhasil membangunkan Darelano dari tidurnya, meskipun terasa sedikit berat Darelano kecil mengangkat kedua tangannya ke atas dengan mulut yang tidak henti-hentinya menguap, Darelano juga menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri seraya melakukan peregangan kecil untuk mengusir kantuk yang dia mempengaruhinya.
Butuh waktu beberapa menit bagi Darelano hingga dirinya menyadari akan sebuah kekosongan, Darelano akhirnya mendapati hanya dirinya saja seorang diri yang berada di kamar itu tidak dengan Aaric. Darelano marasa sangat yakin bahwa kemarin dirinya dan Aaric bermain bersama bahkan Aaric tidur bersamanya di kamar itu, tetapi sekarang mengapa hanya ada dirinya seorang, Darelano kecil terus saja berpikir keras mengingat-ingat apa yang telah terjadi.
Berbagai penjelasan terpikirkan oleh Darelano, semuanya dapat saja terjadi jikalau Aaric sang Vorgänger kecil pergi terlebih dahulu tanpa berpamitan dengannya, atau mungkin saja semua perasaan senang yang telah Darelano rasakan sebelumnya hanyalah mimpi belaka, menyadari akan kemungkinan tersebut Darelano kecil merasa sangat sedih dan gelisah. Tanpa berpikir panjang lagi Darelano segera bangkit dan berlari keluar mencari orang tuanya dengan tergesa-gesa hingga dirinya lupa untuk merapikan tempat tidurnya terlebih dahulu, semuanya Darelano lakukan demi mendapatkan kebenaran atas segala pertanyaan yang bersarang di kepalanya.
Di dapur Darelano mendapati Ibunya Alviria seperti biasa sedang menyiapkan sarapan pagi, tetapi ada sedikit perbedaan karena kali ini Alviria dibantu oleh Aaric kecil yang baik hati. Darelano merasa sangat lega dan bahagia ketika mendapati Aaric yang sedang berada di dapur, semua pikiran buruk yang sebelumnya terlintas di pikiran Darelano pun sirna begitu saja.
Aaric yang terbiasa tinggal di dalam hutan sudah menjadi kebiasaannya untuk bangun begitu fajar menyingsing dan menyicipi segarnya air-air embun yang menempel pada dedaunan, begitu juga dengan hari itu Aaric kecil yang merasa sedikit haus segera terbangun dari tidurnya dan keluar menuju dapur mencari segelas air, Aaric secara kebetulan menemukan Alviria seorang diri sedang sibuk menyiapkan bahan makanan yang akan dia olah menjadi sarapan untuk keluarganya, dengan senang hati Aaric menawarkan dirinya untuk membantu Alviria.
"Darelano Kau sudah bangun?" Ucap Alviria yang menyadari akan kehadiran putranya.
"Aku sangat terkejut tadi ketika menyadari Aaric sudah tidak ada lagi di kamar, aku merasa sangat sedih, aku pikir Aaric sudah pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu denganku." Tutur Darelano yang tanpa ragu dia mengungkapkan perasaannya.
"Aaric sudah sedari tadi di sini bersama Ibu, membantu Ibu menyiapkan sarapan." Jelas Alviria yang disambut dengan anggukan kecil dari Aaric.
"Aku juga akan membantu Ibu, tetapi sebelumnya aku harus merapikan tempat tidurku terlebih dahulu." Jelas Darelano sembari kembali ke kamarnya untuk merapikan tempat tidurnya yang sebelumnya dia tinggalkanlah berantakan.
Aaric dan Darelano dengan tekun membantu Alviria menyiapkan sarapan, gelak tawa juga terus terdengar memenuhi seisi dapur. Selagi ketiga Vermittler itu sibuk menyiapkan sarapan di dapur, Karl juga terlihat sibuk di dalam rumah kacanya seperti layaknya hari-hari yang telah berlalu, di pagi hari Karl akan sibuk memindahkan beberapa tumbuhan herbal ke dalan gerobak miliknya untuk di bawa ke pasar Dorfmarkt.
Waktu terus berlalu dan sarapan sudah siap terhidang di atas meja, Alviria, Darelano, dan Aaric hanya perlu menunggu kehadiran Karl agar mereka sarapan pagi bersama-sama, Alviria dengan lembutnya meminta Aaric untuk memanggil Karl yang sedang berada di dalam rumah kaca, meskipun sedikit ragu Aaric tetap menyanggupi permintaan Alviria. Aaric yang menjadi utusan Alviria segera berlari keluar menuju rumah kaca mencari Karl untuk sarapan bersama, keluarga kecil Inx terlihat sangat menikmati sarapan mereka, keempat Vermittler tersebut terlihat persis selayaknya sebuah keluarga yang utuh dan bahagia.
"Darelano segeralah habiskan makananmu atau Kau akan terlambat ke sekolah nantinya." Ingat Karl yang melihat Darelano tak kunjung menghabiskan sarapan miliknya.
"Tetapi aku masih ingin bermain bersama Aaric hari ini, tidak bisakah aku libur satu hari saja." Pinta Darelano dengan lirih sembari memandang kedua orang tuanya.
"Darelano kita bisa bermain lagi nanti, ketika Kau sudah pulang dari sekolahmu." Ucap Aaric sang Vorgänger kecil.
"Segeralah bersiap-siap Darelano Ibu akan mengantarmu, dan bagaimana kalau kita juga mengajak Aaric untuk melihat-lihat sekolahmu Darelano?" Tutur Alviria mencoba meyakinkan Darelano.
"Tentu saja aku sangat menyukainya, dan aku akan memperkenalkan Aaric pada teman-temanku yang berada di sekolah, Aaric Kau past juga akan menyukainya." Jawab Darelano kecil sembari segera menyuapkan sesendok sup terakhir ke dalam mulutnya.
Usai menghabiskan semua sarapannya Darelano bergegas berlari ke kamarnya dan bersiap-siap, Darelano juga tidak lupa untuk memilih salah satu pakaiannya yang akan cocok untuk dikenakan Aaric kecil selagi dia memilih untuk dirinya. Darelano meletakkan kedua pasang baju yang dia sukai di atas tempat tidurnya secara berdampingan, dengan memperlihatkan wajah yang sangat serius seraya meletakkan jari jempol dan telunjuknya di bawah dagu seraya sesekali kedua jarinya mengelus lembut dagu kecil miliknya Darelano memperhatikan kedua pasang baju tersebut, Darelano kecil bertingkah persis selayaknya seseorang yang tengah memikirkan suatu hal sangat penting dengan penuh pertimbangan yang besar.
"Aaric kemarilah." Darelano memanggil Aaric yang masih berada di dapur membantu Alviria, Aaric pun segera meninggalkan dapur dan menemui Darelano yang berada di kamarnya dengan wajah yang serius. "Kau bisa memakai pakaian ini." Sambung Darelano sembari menunjuk salah satu pakaian yang dia letakkan di atas tempat tidur.
"Baiklah." Balas Aaric dengan senyuman yang menghiasi wajah tampannya.
...---><---...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments