Hari ini sudah tepat seminggu sejak kejadian penyerangan terjadi, masih berbekas dengan jelas ingatan Karl dan rasa keputusasaan seakan-akan dia telah kehilangan putranya, dengan berat hati Karl melangkahkan kakinya menyusuri hutan mau bagaimanapun Karl tidak ingin kejadian yang serupa kembali terulang. Langkah demi langkah mereka ambil, jalur demi jalur telah mereka lewati, jarak yang sebelumnya terlihat jauh sudah semakin dekat hingga tanpa sadar, mereka sudah berada tepat di tengah-tengah hutan, tepatnya pada lokasi penyerangan itu terjadi.
"Aaric..... Aaric..... di mana Kau?" Suara Darelano menggema di seluruh penjuru hutan, mau bagaimanapun tidak ada yang bisa dilakukan Darelano di hutan yang sangat luas itu selain memanggil-manggil nama Aaric dengan keras berharap suara teriakannya akan sampai ke telinga teman barunya. Tidak lama kemudian Aaric akhirnya menampakkan dirinya seraya senyuman lebar yang menghiasi wajahnya yang gembira, kegembiraan yang merupakan pertama kalinya bagi Sang Vorgänger kecil karena berhasil mencoba dan diterima sebagai teman oleh ras Vermittler.
"Aku tidak menyangka kalian tetap mengajak anak kalian Darelano, dan mengizinkannya untuk bermain denganku."
"Aku tahu sepulang kalian minggu lalu, kalian berdebat sangat panjang."
"Meskipun aku tidak dapat membaca pikiranmu Karl, tetapi aku dapat merasakan perasaanmu bahwa Kau tidak setujui dengan keputusan Alviria dan Darelano."
"Dan hari ini juga Kau masih khawatir bukan?"
"Aku berpikir kalian akan menolak permintaanku setelah perdebatan panjang yang kalian alami."
"Tetapi tidak apa-apa, Aku tahu semua yang Kau lakukan hanyalah demi keselamatan putramu, maka dari itu aku tidak akan memaksa. Jika Kau masih merasa keberatan aku akan segera pergi."
"Tidak, Kau tidak perlu pergi." Tutur Karl lemah.
"Kami akan lebih merasa tenang jika ada Kau di sini menemani dan melindungi Darelano." Timpal Alviria. "Kami tidak tahu di hutan ini ada hewan apa saja, dan aku tidak ingin kejadian mengerikan seperti sebelumnya kembali terulang. Aku tahu ini mungkin akan sedikit merepotkanmu tetapi, maukah Kau bermain dengannya selama kami mencari tumbuhan herbal." Sambung Alviria panjang.
"Tidak Kau tidak perlu memintanya, aku justru sangat berterima kasih kepada kalian yang telah mengizinkanku bermain bersamanya."
"Aku dan Karl akan mencari tumbuhan di sekitar sini, jadi kalian bermainlah dan jangan terlalu jauh dari kami." Pinta Alviria lembut.
"Jika terjadi sesuatu yang berbahaya atau apapun itu kalian harus memanggilku. Meski Aaric seorang Vorgänger dan dia mungkin memiliki kekuatan kraft yang besar, tetapi Kau masih saja anak kecil jadi pastikan kalian berteriak dengan keras agar Aku dapat mendengarnya." Sambung Karl.
Kedua anak itu hanya mengangguk menurut sembari tersenyum manis, meski mau merasa sedikit khawatir, Karl tetap membiarkan Darelano bermain bersama Aaric selagi dirinya dan Alviria mencari tumbuhan herbal tidak jauh dari Darelano bermain pastinya, semua berkat perkataan Alviria yang tanpa dia sadari berhasil merasuki hati dan pikirannya.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya Darelano yang sudah tidak sabar ingin segera bermain.
"Entahlah, biasanya tidak ada yang aku lakukan di sini, kecuali bersembunyi di balik pepohonan dan mengamati para Vermittler secara diam-diam."
"Benarkah? Apakah ada hal lain yang dapat Kau lakukan? Apakah Kau tidak merasa bosan?" Tanya Darelano yang semakin penasaran akan jawaban temannya itu.
"Aku mungkin akan bermain pada dahan-dahan pepohonan bersama beberapa hewan kecil."
Aaric menggerakkan jari-jari tangannya dan dengan perlahan dahan dari sebuah pohon yang berada di dekat mereka bergerak mendekati Aaric dan Darelano, Darelano yang melihat semuanya merasa sangat kagum bahkan dia tidak sekalipun mengedipkan matanya.
"Waahhh, Kau sungguh luar biasa. Sebelumnya aku tidak melihat kemampuanmu ini karena masih pingsan, selama ini aku hanya bisa menerka-nerkanya berdasarkan yang diceritakan oleh Ibuku." Tutur Darelano dengan kagumnya melihat apa yang barusan saja terjadi. "Bagaimana caramu berlatih hingga bisa sehebat ini?" Timpal Darelano lagi.
"Tidak, aku tidak tahu bagaimana caranya berlatih. Aku melakukannya hanyalah untuk bersenang-senang." Tutur Aaric.
"Kau memiliki kekuatan kraft yang besar, biasanya anak seusia kita belum terlalu handal menggunakan kekuatan kraft tidak seperti yang Kau lakukan ini. Kami harus selalu berlatih dengan keras, aku sungguh iri padamu." Jelas Darelano panjang dengan mukanya yang terlihat murung.
"Sudahlah Kau tidak perlu terlalu memikirkannya, Kau masih dapat berlatih dengan giat untuk meningkatkan kemampuanmu." Tutur Aaric yang sedang mencoba menghibur temannya.
"Sekarang mari aku perlihatkan padamu bagaimana caraku bersenang-senang sendirian di hutan ini."
Aaric perlahan menaiki dahan pohon yang sedari tadi memang sudah berada disampingnya, tidak lupa dia juga mengajak Darelano untuk ikut bersamanya. Dahan pohon yang sedang di duduki oleh kedua anak kecil itu pun perlahan bergerak ke depan dan belakang, seolah-olah Darelano dan Aaric sedang menduduki sebuah buaian ayunan bukannya sebuah dahan dari pepohonan.
Sementara selagi Darelano dan Aaric menikmati buaian ayunan tersebut seekor tupai yang sangat imut datang menghampiri mereka, seekor tupai yang biasanya bermain bersama Aaric di dalam hutan. Tupai kecil tersebut terlihat terdiam seribu bahasa dan mengamati Darelano dari kepala hingga ujung kakinya, begitu juga Darelano dia hanya terdiam tanpa berkata sepatah kata pun hingga akhirnya dia mengalihkan pandangannya pada Aaric yang sedang berada disampingnya.
"Tidak apa-apa Darelano, dia tidak berbahaya, tupai itu adalah temanku. Kemarilah Kau tupai kecil." Aaric Sang Vorgänger kecil itu memberikan tangannya kepada tupai kecil, tupai kecil tersebut pun melangkahkan kaki-kaki kecilnya pada tangan Aaric dan terus melangkah hingga ke bahu Aaric sang Vorgänger kecil.
"Aku juga ingin melakukannya." Ucap Darelano sembari memberikan tangannya kepada tupai kecil sebagaimana yang dilakukan Aaric temannya. Untuk beberapa saat tupai kecil hanya terdiam di bahu Aaric hingga akhirnya tupai kecil mengalihkan pandangannya pada pemilik bahu yang dia pijaki. Senyuman manis terlihat bermekaran pada wajah tampan Aaric sebagai jawaban atas keragu-raguan si tupai kecil, perlahan tupai kecil menapakkan kaki-kaki imutnya pada tangan Darelano, dengan lembut dan penuh hati-hati Darelano mengelus tubuh kecil si tupai.
"Aku ingin memberinya makan, besok ketika orang tuaku kembali ke hutan aku pasti akan membawa makanan untuk tupai kecil ini." Tutur Darelano sembari mengelus lembut si tupai.
"Kau tidak perlu menunggu hari esok, kita bisa memberinya buah-buahan yang berada di hutan."
"Benarkah?" Darelano memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri seolah-olah sedang mencari sesuatu. "Tetapi tidak ada satupun pohon yang berbuah di sekitar sini." Sambung Darelano dengan nada yang lirih.
"Tenang saja." Ucap Aaric singkat.
Perlahan sebuah dahan yang sedang mereka duduki itu bergerak ke samping, mendekati pohon lain yang berada tidak jauh dari mereka berada. Darelano berseru keras karena dahan yang bergerak terasa sangat menyenangkan baginya, Darelano sangat menikmatinya seolah-olah Darelano sedang menaiki salah satu wahana permainan yang berada di taman hIburan.
"Aaric pohon ini tidak memiliki satu buah pun." Darelano merasa keheranan mengapa dahan yang mereka duduki berhenti tepat di depan sebuah pohon yang tidak memiliki buah sama sekali.
Aaric hanya tersenyum dan perlahan-lahan pohon tersebut mengeluarkan tiga buah apel dari salah satu dahan yang berada di dekat mereka, Aaric segera memetik apel-apel tersebut dan tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih kepada pohon yang telah berbaik hati memberikan mereka tiga buah apel, buah-buah apel yang segera Aaric bagikan kepada dua temannya.
Darelano dan Aaric sang Vorgänger kecil pun segera melahap buah apel dan tidak terlupakan begitu juga dengan tupai kecil, dengan gigi-gigi imutnya dia mulai mengunyah buah yang diletakkan Aaric dihadapannya. Sembari memakan sebuah apel kedua anak itu berbincang-bincang satu sama lain, mereka bercerita mengenai hari-hari yang telah mereka lalui sebelumnya dan tak jarang mereka tertawa dengan keras.
Karl yang awalnya merasa kurang yakin pada Aaric sang Vorgänger kecil lambat-laun mulai merubah pendapatnya mengenai Aaric, Karl uang awalnya sangat khawatir perlahan mulai menjadi sedikit lebih tenang dan tanpa dirinya sadari wajah mulai tersenyum lega setelah mendengar suara tawa dari kedua anak tersebut yang menggema di dalam hutan, Darelano dan Aaric terdengar sangat menikmati kebersamaan mereka.
...---><---...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments