"Ciit... cit.. cuit.. citt.." terdengar suara yang menggema di dalam kamar Darelano yang masih tertidur pulas, suara yang berasal dari beberapa burung yang sedang mengistirahatkan sayap-sayap mereka di luar jendela kamar Darelano, burung-burung yang selalu bernyanyi dengan merdunya seolah-olah mereka sedang menyambut sang mentari yang baru saja datang mengunjungi bumi.
Beberapa kali Darelano kecil membalikkan badannya ke kiri dan ke kanan sebelum akhirnya dia terjaga dari tidurnya, nyanyian-nyanyian dari burung-burung telah menjadi alarm pagi yang akan selalu membangunkan Darelano di setiap harinya, tanpa berpikir panjang Darelano segera merapikan tempat tidurnya dan melangkah kakinya keluar kamar mencari orang tuanya yang sedang berada di dapur.
Darelano tersenyum manis segera setelah dia mendapati Alviria yang sedang mengemas beberapa bekal makanan, tanpa sengaja beberapa hari yang lalu Darelano telah mendengarkan percakapan di antara kedua orang tuanya mengenai persediaan tumbuh herbal yang sudah sangat menipis, sehingga mereka harus kembali ke hutan untuk mencari beberapa tumbuhan herbal lagi untuk dijual.
"Apakah kita akan ke hutan?" Tanya Darelano dengan senang.
"Kau sudah bangun ternyata, Ibu baru saja akan membangunkanmu."
"Persediaan tumbuhan herbal yang kita miliki sudah hampir habis, jadi kita harus mencarinya lagi." Jelas Karl.
"Benarkah." Jawab singkat Darelano penuh sejuta makna dengan senyuman yang terlihat jelas menghiasi wajah tampannya.
"Darelano, jika Kau tidak ingin pergi ke hutan, kami akan mengantarmu ke rumah Chaddrick dan bermain di sana. Darelano, Kau tidak harus memaksakan dirimu sendiri untuk ikut ke hutan." Jelas Karl pada putra semata wayangnya itu.
"Tidak Ayah, Aku memang ingin ke hutan dan bermain bersama teman baruku." Jawab Darelano dengan senyuman manis yang lagi-lagi menghiasi wajah tampannya.
Fakta tentang mereka yang akan segera ke hutan berhasil membuat Darelano kecil merasa sangat senang, beberapa hari telah berlalu semenjak penyerangan terjadi dan sejak awal Darelano sudah tidak sabar untuk kembali bertemu dengan teman barunya Aaric. Aaric Sang Vorgänger kecil yang telah menolong dan bahkan menyelamatkan nyawanya yang saat itu hampir tidak tertolong lagi.
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Darelano segera duduk di atas sebuah kursi yang berada di dekat meja makan dan melahap habis sarapan yang telah disiapkan untuknya. Alviria yang melihat tingkah laku Darelano putra semata wayangnya pun tampak tersenyum lembut, seraya dirinya yang juga menikmati sarapannya.
"Makanlah dengan perlahan Darelano." Tutur Karl yang menyaksikan Darelano yang tampak bergegas menghabisi makanannya.
"Darelano santai saja, tidak ada yang akan mengambil makananmu." Timpal Alviria lembut.
"Aku hanya ingin cepat menghabiskan makanan ini, dan segera bertemu Aaric." Balas Darelano dengan mulut yang penuh berisikan sarapan paginya.
"Jangan terburu-buru atau Kau akan sakit perut nantinya. Dan kalau Kau sakit, Kau tidak bisa ikut ke hutan." Ujar Alviria lembut.
"Ibu benar." Tutur Darelano yang mulai memperlambat gerakan mulutnya dalam mengunyah makanan.
Beberapa menit telah berlalu semenjak keluarga Inx menghabiskan sarapan pagi mereka, keluarga Inx tampak sedang bersiap-siap sembari mereka melakukan pengecekan terakhir agar tidak ada barang yang tertinggal nantinya. Seperti biasa Karl akan memasukkan bekal makanan dan keperluan lainnya ke dalam gerobak agar mudah dibawa, setelah semuanya beres keluarga Inx akhirnya keluar dari rumah mereka.
...---><---...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments