“Abang kok ga kaget? Jangan bilang abang udah tau?” tanya Anjali.
Mendengar pertanyaan adiknya, Arnold hanya tersenyum tipis namun kesannya menyebalkan bagi Anjali.
“Abang serius?” tanya Anjali kembali.
“Hmm, ayah sama bunda emang pernah ngomong sama abang masalah itu.” Jawab Arnold yang membuat Anjali kesal.
“Abang! Terus kenapa abang ga ngelarang ayah sama bunda?” tanya Anjali.
“Awalnya abang emang menentang, tapi setelah tau maksud ayah dan bunda baik, jadi abang juga dukung.” Jelas Arnold.
“Maksud mereka baik? Baik dari mana bang? Apanya yang baik buat aku? Maksud kalian, menikah dengan om-om itu terbaik buat aku?” tanya Anjali.
“Dia bukan om-om Jel, dia masih muda kok, tiga puluh tahun bagi laki-laki itu masih sangat muda.” Balas Arnold.
“Abang nyebelin banget sih! Bang, kalo aku menikah sama dia, dia pasti akan jadi adik ipar abang, emang abang nyaman manggil orang yang lebih tua adik ipar?” tanya Anjali menghasut abangnya.
“Ga masalah lah, kapan lagi coba abang bisa ngerjain atasan abang? Di kantor abang di kerjain, di rumah abang yang ngerjain.” Jawab Arnold dengan santainya.
“Ih abang, plis lah, aku baru ulang tahun ke tujuh belas beberapa bulan yang lalu, bulan depan aku juga baru ujian nasional, masa iya aku lulus langsung nikah? Aku bisa loh ngelaporin kalian bertiga ke komisi perlindungan anak di bawah umur!” ancam Anjali.
“Siapa yang bilang kamu langsung menikah setelah lulus? Ayah sama bunda cuma bilang kamu mau di jodohkan dengan tujuan pernikahan bukan? Tentu saja kalian akan melakukan pengenalan dulu dan bertunangan juga.” Jelas Arnold.
Pupus sudah harapannya meminta pembelaan dari abangnya, karena terlihat sekali kalau abangnya sangat mendukung keinginan orang tua mereka. Lalu apa yang harus di lakukan Anjali agar bisa lepas dari pernikahan ini?
“Abang emang ga masalah kalo aku langkahin?” tanya Anjali.
“Ga masalah, abang emang mau cari uang banyak dulu buat menghidupi istri abang nanti.” Balas Arnold enteng.
“Huh! Emangnya kenapa sih ayah sama bunda mau jodohin aku?!”
“Karena pergaulan saat ini sangat kacau Jel, ayah sama bunda takut kalau nanti saat kamu kuliah kamu malah salah pergaulan.” Jelas Arnold.
“Salah pergaulan? Kenapa? mereka ga percaya sama aku bang?”
“Percaya, mereka percaya sama kamu, tapi engga sama teman-teman kamu dan terutama pacar kamu itu.”
“Kenapa sama pacar aku? Dia baik, tiap ke rumah juga dia sopan sama ayah dan bunda, kenapa mereka ga percaya sama pacar aku bang? Dia bahkan ga pernah ngomongin hal-hal yang menjerumuskan aku.” Jelas Anjali.
“Abang sama ayah ini sama-sama cowok Jel, kita tau gimana laki-laki yang beneran tulus sama kamu atau engga, dan abang lihat emang dia ga tulus sama kamu.”
“Terserah deh! Jeli capek jelasin ke kalian!” ucap Anjali sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dan membuang wajah menghindari tatapan Arnold.
Melihat adiknya yang ngambek membuat Arnold menjadi gemas sendiri, dia langsung mengacak-acak rambut panjang Anjali membuat sang pemilik rambut langsung menepis tangan abangnya itu.
“Udah, besok bang Radit mau ke sini, kalian kenalan aja dulu siapa tau jadi sayang, iya kan?” goda Arnold yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu kamar Anjali.
Setelah Arnold keluar dari kamarnya, Anjali kembali menjatuhkan tubuhnya dengan kasar di atas tempat tidur. Dia tidak tau harus bagaimana, mau kabur pun tidak bisa.
Lebih tepatnya Anjali tidak ingin kabur dan mengulang kejadian dua tahun yang lalu saat dia berada di kelas satu SMA, Anjali yang sedang senang bermain itu meminta ijin untuk menonton pertandingan futsal sekolahnya di gor.
Namun, kedua orang tuanya tidak mengijinkannya dan Anjali yang menggebu-gebu itu berinisiatif untuk kabur dari rumah diam-diam dan menonton pertandingan itu.
Awalnya Anjali fikir semua rencananya berjalan lancar karena kedua orang tuanya sama sekali tidak menghubunginya.
Namun ternyata dia salah besar! Anjali pulang saat sore hari, dia ingin kembali naik melewati tempatnya kabur tadi, tapi ternyata kain yang dia gunakan untuk turun sudah tidak ada dan terlihat pintu balkon kamarnya sudah tertutup rapat.
Anjali tau kalau dia sudah ketahuan, akhirnya mau tidak mau dia memutuskan untuk masuk melewati pintu utama, namun ternyata pintu itu juga terkunci rapat.
Anjali mengetuk beberapa kali dan juga menekan bel yang ada di sana, namun tidak ada yang membuka pintu sama sekali.
Anjali terus berteriak memanggil-manggil semua orang yang ada di rumah, tapi tetap saja tidak ada yang membukakan pintu.
Anjali di biarkan berada di luar sampai malam hari tanpa makan malam, bahkan hujan turun dengan lebat tapi tetap saja Anjali tidak di bukakan pintu, sampai akhirnya abangnya yang membukakan pintu untuk Anjali dan menyuruhnya masuk.
Bukan itu saja, Anjali tidak di ajak bicara selama tiga hari oleh orang rumah, bahkan jika Anjali bertanya, tidak ada yang mau menjawab pertanyaannya.
Anjali juga tidak di beri uang jajan selama sebulan dan dia harus berangkat ke sekolah menggunakan sepeda lamanya yang memiliki keranjang di depan sepedanya membuat dia menjadi bahan ejekan selama sebulan oleh teman-temannya.
Karena tidak ada satu pun orang yang mau mengantar Anjali, bahkan supir sekalipun, Anjali tidak bisa naik ojek online atau angkutan umum lainnya karena dia tidak di kasih uang jajan, akhirnya terpaksa dia memakai sepeda jadulnya yang sudah tidak pernah dia pakai lagi.
Itulah yang membuat Anjali tidak pernah lagi berpikir untuk kabur dari rumah. Orang tuanya terutama ayahnya sangat tegas dan disiplin.
Bukan hanya karena Anjali anak perempuan, karena abangnya juga di perlakukan sama, namun memang abangnya masih di ijinkan untuk main sampai malam walaupun masih memiliki jam malam.
Anjali benar-benar tidak mau memikirkan bagaimana kedua orang tuanya akan menghukumnya jika dia kabur lagi saat ini. Sampai akhirnya Anjali pun tertidur dalam pikirannya.
Sedangkan di kamar lain, Arnold yang baru saja memakai pakaiannya setelah mandi di kejutkan dengan ketukan pintu kamarnya.
Dengan segera laki-laki itu berjalan untuk membuka pintu dan dia melihat ayahnya sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
“Ayah?” ucap Arnold.
“Boleh kita bicara di dalam?” tanya Andre.
“Tentu saja, masuklah yah.” Ucap Arnold yang langsung menggeser tubuhnya ke samping agar ayahnya bisa masuk ke dalam kamarnya.
Andre pun duduk di pinggir tempat tidur di ikuti oleh Arnold yang duduk di sebelahnya.
“Ada apa yah? Tumben malem-malem gini mau ngobrol?” tanya Arnold.
“Sebentar lagi adik kamu akan di kenalkan dengan Radit, apa kamu tidak ada cita-cita untuk menikah juga?” tanya Andre.
Mendengar pertanyaan ayahnya membuat Arnold sedikit terkejut. Dia yakin pertanyaan ini memang akan tiba padanya, namun dia tidak menyangka kalau pertanyaan itu akan secepat ini menghampirinya.
“Kita belum selesai sama masalah Jeli yah, sekarang ayah sudah menyuruhku menikah?” tanya Arnold dengan santainya.
Inilah yang di sukai Andre dengan anak laki-lakinya ini, Arnold sama sekali tidak pernah emosi saat berbicara, berbeda dengan Anjali yang lebih mudah emosi, entah mungkin karena anak itu masih kecil.
Sedangkan Arnold selalu santai menanggapi semuanya, dia selalu meredam emosinya dan membuat siapa saja nyaman berbicara dengannya.
“Ayah ingin kamu menikah sebelum adikmu menikah.” Jawab Andre.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments