Gema baru selesai mengantarkan seluruh pesanan, ia menghampiri Mama yang tengah mengangkat kue dari oven. Setelah ini, tugasnya hanya menemani Mama Niar menjaga toko.
“Mama bikin resep baru, ya?” Gema mengamati aktifitas Mama, yang mengeluarkan kue dari loyang, mengolesnya dengan krim dan menaburinya dengan kacang sangrai. Mama tak banyak bicara saat membuat kue, sementara Gema memang selalu mengacau kalau wanita itu tengah berusaha konsentrasi. Ada saja yang ditanyakan.
“Bukan resep baru. Ini cuma bolu biasa,” jawab Niar. Ia baru selesai menghias kuenya. Setelah merasa puas dengan penampilan kuenya yang cantik, wanita tengah baya itu mengambil kotak dan siap mengemasnya.
“Tadi itu kok pakai kacang?” tanya Gema. Seingatnya Mama tidak pernah memakai kacang tanah sangrai, melainkan kacang almon. Tertarik dengan menampilan cantik kue buatan Mamanya, Gema mendekat, berniat sedikit mencicipi sebelum kue itu masuk dalam kotak kemasan. Tapi sebelum Gema berhasil melancarkan niatnya, Mama lebih dulu menyingkirkan tangan nakal itu. “Jangan. Ini kue pemesan.”
“Jadi masih ada pesanan?” Gema gigit jari. “Setelah ini mengantar di mana?”
“Tidak usah diantar, nanti diambil sendiri.”
Gema manggut-manggut. “Ma, bisa minta tolong buatkan bolu yang seperti ini lagi?”
“Buat apa?”
“Ada undangan makan malam nanti. Rasanya kurang pantas kalau hadir dengan tangan kosong.”
Penjelasan Gema membuat Mamanya merasa aneh, tapi sekaligus senang. Kemungkinan yang Mama perkirakan, Gema punya seseorang yang spesial. Niar berpikir seharusnya Gema juga mengundang orang itu ke rumah.
“Undangan makan malam? Dari siapa?” tanya Niar. Dan kali ini wanita itu baru sadar banyak yang ia lewatkan dari anak-anaknya. Mungkin ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
“Dari keluarga Bu Anjani.”
“Keluarga Bu Anjani?” Niar hanya berusaha mengingat, tapi ternyata gagal, pelanggannya terlalu banyak dan ia sudah tidak ingat.
***
Terkadang, Niar bisa berubah jadi orang yang sangat berlebihan. Hanya karena Gema menyampaikan akan ada undangan makan malam, Niar memutuskan untuk mengantar Gema ke tukang cukur, meminta agar rambut Gema yang berantakan itu dirapikan.
“Duh, Mama… kenapa harus pangkas rambut segala,” Gema menggerutu, padahal sudah duduk di tempat tukang cukur dekat toko kuenya. Si tukang cukur sampai bingung, sendiri mendengar perdebatan Ibu dan anak itu. “Jadi cukuran nggak nih.”
“Cukur, Mas. Kalau perlu sampai habis. Biar rapi.”
“Eeeenak aja… nggak. Potong sedikit saja, Mas.”
Mas-mas tukang cukur itu menghela napas panjang dan memutuskan mengambil jalan tengah, memotong rambut Gema dengan pendek namun tidak sampai gundul.
“Begini lebih baik,” komen Mama Niar saat melihat penampilan baru Gema. Sesaat setelah selesai memangkas rambut, Niar memutar arah, berjalan menuju toko baju terdekat. Memilih beberapa potong kemeja lengan panjang berwarna gelap. “Kamu cocoknya pakai warna coklat atau abu-abu.”
“Ma, ini buat apa?” tanya Gema. Bahkan Gema tidak diberi kesempatan memilih. Padahal sebenarnya Gema lebih memilih hoodie, saja daripada kemeja.
“Buat acara nanti malam.” Mamanya tersenyum. Sudah memutuskan ia akan memilih kemeja polos berwarna coklat untuk Gema. Kalau untuk celana, sepertinya Gema sudah punya banyak.
“Ma, ini bukan acara tunangan. Ngapain pakai beli baju?”
“Tapi ini undangan dari orang tua pacar kamu, kan?” Mama berjalan menuju meja kasir, dan Gema terpaksa mengikuti. Meski sebenarnya pemuda itu dongkol juga setelah diledek, “Mamaaa… siapa yang punya pacar, sih?”
“Ini pacar pertama kamu ya?”
Gema menepuk keningnya saat melihat Mama mengedipkan sebelah matanya.
***
Rindu baru sadar, betapa pemuda itu sangat menarik. Tapi kenyataannya malam ini Gema sangat berbeda. Bahkan rambutnya dipangkas, sangat rapi. Dan, kemeja itu, tidak hanya disampirkan, tapi dikancingkan dengan rapi. Bi Salmah saja sampai pangling saat membukakan pintu.
“Walah, ganteng banget,” komen Bi Salmah, sama persis seperti kata-kata Mama Niar ketika Gema berangkat tadi. Gema hanya tersenyum.
Saat di ruang tamu, Gema cukup dibuat risih dengan pandangan semua orang yang tertuju padanya. Papa dan Mama Rindu, juga saudara perempuannya.
“Silakan duduk, Ma.” Rindu akhirnya sadar bahwa ia sempat melamun saat melihat penampilan Gema malam ini. Gadis itu merasa sungkan sendiri melihat Gema terpaku karena ia dan keluarganya malah bengong sambil memandanginya seolah Gema adalah alien.
“Oh, iya… Silakan…” Anjani membantu menarik kursi ruang makan untuk Gema. Pemuda itu merasa sungkan, ia mengangguk dan mengatakan, “Tidak usah repot-repot, Tante.”
“Sama sekali tidak. Oh, iya… nama kamu Gema, kan? Temannya Rindu?”
“Benar, Tante.” Gema tersenyum dan ia teringat sesuatu, “Oh, iya… ada titipan dari Mama.” Pemuda itu menyerahkan bungkusan kue dari Mama Niar. Anjani menerimanya dengan senang. Ia langsung menitipkan hadiah dari Gema pada Bi Salmah.
Papa dan Kasih tidak mengatakan apa pun, namun kedua orang itu tampak tertarik menjadi pendengar obrolan antara Mama dan Gema. Sementara Rindu, ia jadi satu-satunya orang yang salah tingkah di ruang makan. Ia mengalihkan perhatiannya dengan melahap makan malamnya.
“Sudah lama bantu-bantu ngantar pesanan?” Kali ini giliran Krisna—Papa Rindu yang melempar pertanyaan. Seingat Rindu, Papanya tidak suka bicara di ruang makan, tapi Rindu tidak mengatakan apa pun.
“Baru saja, Om. Sejak berhenti kuliah.” Gema tersenyum, santun.
“Lho? Kenapa berhenti kuliah?” sahut Kasih. Gadis itu meletakkan sendoknya di atas piring yang sudah kosong. Makan malam hari ini, harusnya sudah selesai beberapa menit yang lalu, tapi mereka lupa waktu akibat terlalu lama mengobrol.
“Mama kekurangan tenaga kerja, dan biaya kuliah juga mahal, biar adik saya yang kuliah dulu.”
Kekaguman keluarga Rindu pada Gema makin memuncak, Anjani bangga kalau Rindu memang jatuh cinta pada pemuda sebaik ini. Anjani mengusap punggung Gema, “Kalau mau, kami bisa bantu urus biaya kuliah kamu.” Tapi sayangnya tawaran itu buru-buru ditolak oleh Gema. Ia merasa bukan orang yang membutuhkan santunan.
“Tidak usah, Tante. Tapi terima kasih atas kebaikannya.” Gema tersenyum tulus. Keluarga Rindu semua ramah, entah kenapa gadis itu sangat sinis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments