Mercenary Of El Dorado

Mercenary Of El Dorado

Bab 1 - Alkisah dari Sebuah Hikayat

Dahulu Kala Masanya

Di Negeri Besar El Dorado Makmur Sejahtera

Tanahnya Subur Emasnya Melimpah

Tidak Perlu Bekerja Sebab Hasil Panen Bersepah

"Puanku yang paling utama adalah keselamatan dirimu! ini adalah perintah dari Duchy langsung cepat pergi dari sini." Mungkin dia hanyalah seorang pelayan pria yang sudah senja dan seluruh bagian rambutnya yang memutih.

Tangannya yang berkeriput segera mengeluarkan pedangnya ke arah beberapa bandit yang mengepung mereka berdua.

"Sudah pasti mereka bukan bandit biasa ... ada campur tangan bangsawan. Apapun itu jangan sampai ada tangan kotor yang menjamahnya!" gumam sang Pelayan.

Sejenak Pelayan itu menatap gadis bangsawan yang telah dilindunginya sejak masih kecil. Tangan kirinya mulai terbuka dan energi dari dalam tubuh Pelayan itu berkumpul pada satu titik, membentuk kobaran bola api.

Tum!

Api kemarahan menyala-nyala di dalam dada Lorenzo, tidak kalah panasnya dari api yang dihasilkan oleh tangan kirinya.

"Aku bukan anak kecil lagi Lorenzo, jangan memerintahkanku semaumu dan berbuat sesukamu tanpa persetujuanku! biarkan aku membantumu sekarang ini perintah," bentak gadis yang bersamanya, ia mengenakan gaun mewah tetapi lusuh dan berjalan tanpa alas kaki.

"Jangan risau Puan Sofia memang sudah kewajibanku, setiap orang mempunyai tanggung jawab masing-masing." Lorenzo tidak berhasil membujuk Putri Duchy of Villareal yang terkenal akan sifat keras kepalanya.

Kelompok bandit yang dihadapi oleh Lorenzo saat ini amat berbeda dari bandit-bandit biasa yang diburu oleh prajurit Duchy. Ada beberapa dari mereka yang tewas karena serangan Lorenzo, tetapi selebihnya dipatahkan sendirian oleh seorang Penombak berambut coklat yang berjalan santai di hadapan keduanya. Kusir kuda yang bertarung bersamanya terbakar oleh serangan teknik berelemen api miliknya.

Lorenzo semakin menguatkan genggamannya ketika menyadari siapa lawan angkuh yang berada di hadapannya saat ini.

"Namaku Lorenzo, Lautaro sang buronan nomor wahid Duchy ini bersiaplah membayar segala kejahatanmu!" mata Pelayan Tua itu masih cukup tajam untuk membaca kalung tag yang dikenakan musuhnya.

"Hoho segala kejahatan ya ... apakah menaikkan pajak sampai 50% itu bukan suatu kejahatan Paman Lorenzo? enaknya jadi bangsawan seperti kalian. Begini saja aku punya penawaran agar semua orang merasa diunt–"

Binasa!

Lorenzo menjawab pertanyaannya dengan serangan kuasa bola api ke salah satu bandit. Lautaro dengan sigap melindungi rekannya dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Pelayan Tua untuk melemparkan pisau-pisau beracun yang ia sembunyikan di dalam jasnya.

Srat!

Salah satu pisau lempar Lorenzo berhasil menyayat pipi sang bandit, Pelayan Tua itupun tidak menyia-nyiakan kesempatan emas yang berada di depan matanya. Ia pun hendak mengakhiri pertarungan dengan menghujamkan pedangnya ke dada Lautaro yang tampak lemas karena racun mematikan.

Kuasa Air: Cakram!

Sofia ikut membantu serangan Lorenzo dengan memanipulasi air di sekelilingnya menjadi beberapa cakram untuk memecah kepungan para bandit dan menyerang Lautaro. Serangan balik itu memang berhasil membuat para bandit menjaga jarak mereka akan tetapi darah segar mengalir dari bagian pinggang atas Pelayan Tua.

"Mustahil kenapa racun itu masih belum bekerja!? padahal setetes racun azurecobra mampu membunuh 15 prajurit tangguh," Lorenzo bertanya-tanya dalam benaknya sembari menghindar dari Lautaro dengan meloncat ke pepohonan tetapi lawannya itu tidak memberikannya ruang untuk bernafas.

Teknik Bara: Ombak Api!

Gelombang-gelombang membara dari pedang Lautaro mengincar Lorenzo yang kewalahan berusaha menghindari serangannya.

4 Jam Sebelumnya, Hutan Villar Perosa

"kalah lagi kalah lagi aku ingin bertaruh lagi tapi uangku" ketus seorang pemuda di dalam hatinya, ia ceroboh menghabiskan semua uangnya dalam pertaruhan. Namanya adalah Dybala, dia tidak memiliki tempat tinggal karena belum mau membayar ketika sudah jatuh tempo.

Dybala hendak menghibur diri dengan memancing. Pemuda itu mencari Carcoma, cacing kecil pemakan kayu pada lubang di batang pohon untuk dijadikan umpan. Setelah terkumpul cukup banyak ia lesat senar pancing sampai ke tengah danau.

Kyurk!

Sekarang cacing di perutnya yang menggeliat karena kelaparan. Setelah menunggu sangat lama hingga awal siang hari barulah pancingnya tertarik dan tarikannya menjadi sangat kuat, tidak lama kemudian ikan yang lebih besar daripada orang dewasa itu dapat tampak ke permukaan.

Orang-orang menyebut ikan ganas ini Bagre Venenoso, meskipun berada di daratan hewan ini tetap mampu menyerang karena memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan tubuhnya yang licin sekaligus tebal.

Gruoh!

Kedua kumis venenoso yang sangat panjang dan beracun melesat bagaikan cambuk. Tanpa mengeluarkan pedangnya, Dybala mengelak dari setiap serangannya dengan mudah. Ia menyerang di waktu yang tepat menurut perhitungannya, ketika hewan itu memuntahkan cairan racun ke arahnya.

Kuasa Listrik: Setrum!

Dybala mengeluarkan bola-bola kecil bertegangan tinggi dari jari jemari salah satu tangannya.

Zap!

Hewan itu mengejang hebat sambil memuntahkan isi perutnya sebelum akhirnya tidak bergerak lagi. Dybala mulai menggunakan sarung tangan dari kulit untuk menguliti venonoso karena di sekujur tubuhnya berlumuran cairan beracun.

Racun dari venonoso bersifat asam serta korosif di bagian organ khusus pada tenggorokan dan kumis, sementara racun yang berada di bagian sisik tidak bisa merusak pakaian tetapi dapat masuk melalui sentuhan kulit.

Dybala tetap terlihat murung sambil menikmati hidangan sederhana masakannya. Ia tiba-tiba menjadi teringat ketika kabur dari rumahnya dulu.

"Ayah Ibu keadaan mereka sekarang apakah baik-baik saja?"

Tum!

Suara ledakan diiringi oleh asap tebal muncul tidak jauh dari tempatnya duduk saat ini. Dybala berjalan ke arah medan pertarungan sambil mengeluarkan pedang dari dalam sarungnya. Setelah Pelayan Tua dan bandit yang menyaksikan sudah dapat terlihat dari jauh, ia bersembunyi di balik semak-semak sambil mengamati situasi yang tengah berlangsung.

"Ada apa Paman? tadi bilang ingin menghukum kami?" ujar Lautaro sambil melemaskan persendiannya.

Hahaha!

Para bandit yang merasa sudah memenangi pertarungan menertawakan Lorenzo dan Sofia yang tampak tidak berdaya. Gadis itu segera berlari ke arah Pelayan Tua yang bersimpuh dengan nafas yang memburu.

"Lorenzo harusnya kau membiarkanku bertarung dari awal! ... Kusir itu mungkin masih hidup sekarang, dia selalu menemaniku sejak kecil." Sofia menunjukan kelemahan di hadapan pelayannya.

"Jangan menangis terus nanti pada akhirnya kau akan bahagia apabila menikah dengan salah seorang Duke tetangga. Kebanyakan Perempuan memang seperti itu menyembunyikan sifat busuk dengan tangis," balas salah seorang bandit yang gigi depan rahang atasnya telah tanggal.

"Tahu apa kalian setelah membunuh keluarga-keluargaku! Akan kutenggelamkan kalian semua, Kuasa Air ..." Sofia mengeluarkan aura besar yang membuat siapapun yang merasakannya ingin tenggelam. Gadis itu hendak menggabungkan kekuatan yang ia miliki dengan pisau lempar Lorenzo yang dikumpulkannya.

"Puan jangan kotori tanganmu lebih dari ini, aku hanya sedikit lelah saja tadi maklum musuh terlalu banyak." Lorenzo kembali berdiri, meski tubuhnya gemetar ia mengarahkan pedang ke arah bandit yang telah menghina Sofia tadi.

"Kalian berdua ini lucu haha oh aku hampir saja lupa tadi, sebelum kami menjualmu tentu har–"

Brak!

Bandit bertubuh besar dan gemuk itu mendapat hantaman tubuh tongkat Lautaro yang terarah ke kepalanya hingga ia tersungkur ke tanah.

"Asterix kita memanglah penjahat, tapi jangan lupakan hati nurani. Paman serahkan Putri Duchy of Villareal, akui saja kekalahanmu. Mau bertarung sampai esok hari pun semua orang sudah tahu siapa pemenangnya."

"Lorenzo jangan dengarkan kata-katanya, aku tidak rela dipaksa untuk menikah dengan pria tua gendut!"

"Haha jangan khawatir Puan, lawan di hadapan kita hanyalah pecundang naif dan bodoh. Kalah katamu? dengar Lautaro akan aku buat kau menyesal karena menahan kekuatanmu. Hati nurani, kalau memang mengikuti apa yang dirimu barusan katakan seharusnya ambil cangkulmu dan pergilah ke ladang."

"Baiklah turunkan pajak yang mencekik itu terlebih dahulu Paman Pikun." Lautaro mulai mengeluarkan aura besar yang terasa amat panas sehingga para bandit mulai mengangkat Asterix yang pingsan lalu menyingkir.

"Hahaha! hanya itu saja yang ingin kau sampaikan bocah bodoh? teruslah meracau." Lorenzo membalas dengan melakukan hal yang serupa untuk melindungi gadis yang ia sudah anggap seperti putri kandungnya sendiri.

Kedua aura berelemen api itu saling beradu. Dybala terus mengamati lawannya, pemuda itu tidak boleh gegabah karena lawan yang akan dihadapi begitu kuat. Pemuda itu harus membuat rencana sembari menunggu waktu menyerang yang tepat. Ia meminum potion aura, setelah benda itu habis energi aura di dalam tubuhnya seakan keluar bagaikan mata air yang memancar.

Pemuda itu mulai menarik nafas panjang kemudian mengkonsentrasikan aura dalam jumlah besar ke tiga jari di depan wajahnya.

Ting!

Srat!

Posisi Lorenzo semakin terpojok karena permainan tombak fantastis Lautaro, beberapa kali pertahanannya ditembus yang menyebabkan seragam pelayan yang ia kenakan berlumuran darah. Serangan tanpa ampun itu diikuti oleh kobaran-kobaran api. Sofia dengan kuasa airnya hendak membantu, tetapi tidak mampu untuk mengimbangi pertarungan dahsyat keduanya.

"Tunggu aku menyerah! Lautaro kalau membiarkan kami kembali ke Kastil Duke maka akan k–" Lorenzo mencoba bernegosiasi lawannya agar berhenti menyerang.

Srat!

Belum selesai Lorenzo berbicara, mata tombak Lautaro telah menembus dada sebelah kanan dari belakang.

"Paman apa kau pikir menipuku dapat semudah itu? kalau memang ingin menyerah kenapa tidak dari tadi," tanya Lautaro sembari mencabut tombaknya.

Ergh!

Darah segar dalam jumlah yang sangat banyak segera mengalir dari mulutnya, ia memandangi Sofia yang berlari menangis ke arahnya seperti melihat Esmeralda, Putri Kandungnya.

"Ah ... aku selalu ga– ergh, bahkan melindungi orang yang kucintai saja tidak sanggup. Andai waktu ...."

Kuasa Air: Memancar!

Dus!

Sofia menepuk tanah dengan keras menggunakan telapak tangannya. Air memancar tinggi seperti pilar yang kokoh di sekitar Lorenzo dan Lautaro, air yang terpancar mampu memadamkan beberapa pohon maupun semak belukar yang terbakar. Si bandit terkuat bertepuk tangan sembari tersenyum kecil kepada Sofia.

"Dasar kanji! cari saja bangsawan lain," Sofia dengan piawai mengendalikan serangan airnya dan menyelimuti tubuh Lorenzo dengan lapisan pelindung dari air.

Serangan-serangan dari gadis itu sudah cukup kuat hingga mampu merubah keadaan di sekitar. Meskipun Sofia hanya mampu menggunakan kuasa berelemen air tingkat 1. Akan tetapi daya kekuatannya sudah menyamai pengguna elemen air yang berada di atasnya.

"Mau sampai kapan kau membuang-buang tenagamu, sudahlah akui kekalahanmu dan terima nasib. Aku tidak yakin anak manja sepertimu mengerti penderitaan klan kami. Demi Urado!" sahut Lautaro.

Tubuh tingginya dapat menghindar dengan lincah dari setiap serangan dan sesekali membalas dengan bola-bola api miliknya.

Sofia melemparkan pisau beracun ke arah kakinya ketika Lautaro terlihat lengah saat menghindari kuasa air miliknya.

Ting!

Pisau itu dapat ditangkis Lautaro dari postur yang tidak terduga dan tiba-tiba ia menjauh dari hadapan Sofia. Gadis itu sudah tahu akan sesuatu yang direncanakan oleh musuhnya tetapi yang lebih penting saat ini adalah menyelamatkan Lorenzo. Sofia meminumkan potion penyembuh kepadanya namun seketika gelas yang dipegangnya pecah.

Hawa yang sangat panas dan aura yang sangat besar berkumpul menjadi padu. Para bandit yang sedari tadi menyaksikan pertarungan ketiganya mulai menjauh karena tidak kuat dengan panasnya. Air yang tadi dikendalikan oleh Sofia telah menguap.

"Haha Asterix merekrut seseorang yang benar-benar gila! jangankan melakukan pekerjaan ini, membangun kerajaan sendiri kita pasti berhasil!" seru salah seorang bandit berlari untuk menyelamatkan hidupnya.

"Panglima Italianica saja belum tentu sekuatnya," balas salah seorang rekan dari bandit itu.

"Esmeralda dekapanmu begitu hangat nak," tatapan Lorenzo hampa sambil meracau meski kepanasan tapi Pelayan Tua itu tidak berkeringat. Kondisi tubuhnya mulai tidak berfungsi satu persatu.

Sofia menitikkan air mata memandangi Lorenzo dan bersimpuh tak mampu melakukan apapun di hadapan kekuatan yang begitu besar.

Tingkatan ke-3 adalah tingkatan tertinggi yang mampu dicapai oleh seorang pengguna kuasa elemen. Mereka yang bisa menggunakan kekuatan ini bahkan tidak terlalu banyak di Kekaisaran Italianica. Benak Sofia menjadi liar dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Bagaimana mungkin orang sekuat ini bekerja sebagai bandit rendahan sedangkan dia mampu menjadi panglima pasukan pribadi Sang Kaisar.

Lautaro menghirup nafas yang panjang dan memindahkan auranya yang sangat besar ke organ pernafasan. Mulut dan udara dari hidungnya mengeluarkan api yang membuat pepohonan dan semak belukar di sekitarnya terbakar karena panas yang dihasilkan begitu kuatnya.

Teknik Naga: Nafas Amarah Sang Penguasa!

Semua yang berada dalam jangkauan tiupan itu termakan oleh semburan yang membinasakan apa saja yang dilalui. Bagaikan semburan kuasa dari naga yang sesungguhnya, belum pernah ada yang melihat hewan tersebut di benua ini sejak 1.000 tahun lamanya.

Menghadapi kekuatan yang begitu dahsyat di hadapannya, Sofia kembali berdiri dan mencoba untuk memberikan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Gadis itu sama sekali tidak peduli kalau lawannya jauh lebih kuat, ia menjadi teringat dengan perkataan sang Guru beberapa minggu sebelum kematiannya.

Kuasa Air: Memancar!

Air yang terpancar dibentuk menyerupai dinding pertahanan yang kokoh sekalipun belum menguasai teknik ombak. Sofia menghentakan kakinya dengan lapisan aura, ia berusaha untuk mengeluarkan air lebih banyak dan menguatkan pertahanannya.

Ctar!

Sebuah kilatan listrik tiba-tiba menyambar kepala Lautaro yang mengejutkan semua orang. Akibat serangan itu, api raksasa yang menyasar ke arah Sofia terhenti dan Lautaro tersungkur di tanah. Para bandit berpikir bahwa bala bantuan dari Duchy telah datang dan tidak ingin membuang kesempatan untuk menangkap incaran mereka yang kelelahan.

Dybala satu langkah lebih unggul dari mereka semua. Pemuda itu mengambil posisi hendak berlari dan beberapa percikan listrik menyelimuti tubuhnya.

Psh!

Teknik Halilintar: Langkah Kilat!

Begitu cepatnya langkah Dybala sampai para bandit yang mengepung Sofia pun tak mampu berbuat apa-apa, selain menyaksikan Pemuda itu dengan lincahnya membawa Lorenzo dan Sofia meloncat di pepohonan bagaikan tertiup angin.

"Jangan lupa bayaranku nanti Puan. Namaku adalah Cambiaso ... Cambiaso Dybala." ujarnya sengaja melambatkan kata-katanya agar terlihat keren.

"Ehm ... baiklah kita bicarakan di tempat yang lebih aman," balas Sofia mengikuti gaya bicaranya.

Dybala dapat merasakan bahwa jantung Lorenzo masih berdetak meskipun sangat lemah. Pemuda itu masih memiliki potion penyembuh di dalam saku kulit untuk pertolongan pertama.

Teknik langkah kilat menguras aura penggunanya dengan sangat cepat sehingga ketika dirasa cukup jauh dari kejaran musuh, Dybala menghentikan penggunaan kuasa.

Puk!

"Kita sudah meloncat dari atas pohon, boleh turunkan aku? huh! buah dadaku terus tersenggol bahumu tahu," bentak Sofia sebelum memukul kepalanya.

"Dasar gadis manja, tanpa sebab marah-marah pekerjaannya?" tanya Dybala keheranan sambil mengusap kepalanya yang terasa sakit.

Perlahan Dybala mulai paham dan langsung menutup mukanya yang sedikit memerah. Pemuda itu merasa sangat malu tetapi ada perasaan senang di saat yang bersamaan. Dia memperhatikan Sofia dan menyadari bahwa buah dada yang dimiliki gadis itu lebih besar daripada perempuan lain yang pernah ditemui.

"Gunakan potion ini untuk menyembuhkan pelayanmu," ucap Dybala mengeluarkan potion dari dalam saku kulit.

"Kalau tanpa bantuanmu, aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya. Tidak kusangka kita bertemu lawan yang mampu menundukan sebuah kerajaan seorang diri. Terima kasih dari lubuk hatiku yang paling dan rasanya menyenangkan bersamamu Dybala namaku Sofia de Barcelona."

"Baiklah kalau begitu aku ingin imbalanku dinaikkan dua kali lipat, pembelian potion ini tiga kali lipat dan karena kau memukulku tadi ganti rugi atas kesalahanmu lima kali lipat." Dybala hanyut dalam lamunannya dengan jumlah keuntungan yang akan ia dapat.

"Itu jelas salahmu tadi, kau memang pantas mendapatkannya."

"Salah sendiri terlalu besar."

"Dybala bilang saja kau tertarik kan?"

Raut wajah Dybala seketika berubah ketika merasakan hawa pembunuh yang sangat besar. Sofia baru saja selesai menutup luka dengan alat bidai seadanya dari sobekan jas Lorenzo dan meminumkannya potion penyembuh.

"Hawa itu pasti berasal dari Lautaro. Ketangguhan yang luar biasa, sudah terkena racun azurecobra dan teknik halilintarmu tetapi masih sekuat ini."

"Bawa Paman Lorenzo pergi, dia sudah lemah aku sendirian yang akan menghabisinya. Setelah pertarungan ini selesai naikkan imbalanku menjadi 10 kali lipat."

"Sudahlah ayo gunakan teknikmu seperti tadi," balas Sofia sambil memegang tangan Dybala.

"Kita tidak bisa lari dari lawan seperti ini, Sofia kau harus tahu semakin besar bayaranku maka diriku akan semakin kuat karena aku ini tentara bayaran. Ayahku juga seorang tentara bayaran sama sepertiku." Dybala melepas tangan Sofia dengan lembut kemudian pergi ke sumber hawa pembunuh.

Keduanya saling berhadapan, Dybala menghunuskan kedua pedangnya sementara Lautaro yang tampak lemas mengayunkan tombaknya.

Ting!

"Lautaro kau akan mati di tanganku hari ini. Rencana besarku hari ini adalah membawa kepalamu kepada Duke dan mendapat imbalan setimpal." Dybala berujar dengan penuh keyakinan, dia hanya perlu menyelesaikan apa yang telah dimulai.

"Hey ... bo– bocah sialan sudah berapa banyak orang yang mengulang-ulang perkataan sama kepadaku. Tidak ada bedanya dari kakak tua. Mau kau serang dari depan atau belakang pun dipersilahkan, akan aku patahkan semua seranganmu itu dasar pecundang!" Lautaro menggila dan berujar dengan mulut lebar-lebar karena kepeningan hebat di kepalanya.

Blar!

Lautaro mengeluarkan serangan bola-bola api untuk memukul mundur Dybala agar ia dapat memfokuskan kembali pikirannya.

Dybala tidak membalas kuasa api menggunakan kuasa listriknya. Pemuda itu menggunakan kemampuan berpedangnya untuk bertahan dari serangan api Lautaro. Dia mengelak dari setiap serangan dan berhasil mendekati posisi lawannya hingga salah satu dari kedua pedangnya mampu mendaratkan tebasan pertama.

"Kemenangan yang mudah!" teriak Dybala kegirangan.

–>

Terpopuler

Comments

Wang Lin

Wang Lin

mampir.. kuasa air, kuasa api, kuasa listrik? apa ini terinspirasi dari boboiboy? tapi untuk cerita udah bagus. tapi kalo bisa lebih banyak detail mungkin akan lebih baik. karakter tentara bayarannya saya suka, bagus

2025-03-11

1

Quinnela Estesa

Quinnela Estesa

agak kurang di deskripsi show dont tell-nya. kebanyakan telling. apalagi di awal pembukaan chapter udh adegan tempo tinggi. itu jelek sih.

bagusnya di awal chapter itu tempo lambat. apa yang menjadi masalah? mereka disana untuk berkelahi sebab apa? di novel aku chapter 1 juga kayak gitu.

setelah mendapatkan apa yang mereka mau. setelah itu bisa adegan tempo cepat kayak berantem.

2025-02-27

1

Teteh Lia

Teteh Lia

Per bab na panjang. 👍

AQ mampir ya...

2025-03-08

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!