Bab 16 - Cahan Merajuk

Cahan merasa Dybala tidak menepati janjinya. Pemuda itu masih saja pergi untuk memeriksa kerambanya tadi pagi. Dybala tidak menegur ketika mereka berpapasan di kampung.

"Huff astaga ... jauhnya pulang pergi setiap hari ke sini," ujar Cahan, nafasnya memburu udara.

"Kenapa tidak pakai aura peningkatan fisik saja?" Dybala sedang memeriksa bambu yang ia pasang kemarin di bawah genangan air.

"Bagi abang mudah saja, elemen angin dan listrik dapat mempercepat langkah gerak kaki."

"Tidak perlu pakai elemen. Cukup alirkan saja aura di sekitar bagian kaki. Langkahmu bisa lebih cepat dari kuda biasa kalau penunggangnya tidak mengalirkan aura."

"Abang pernah tidak memikirkan Teori Gwylym atau Teori Gallahad tentang hewan dan para monster. Kenapa basilisk pun tidak bisa menggunakan aura sendiri. Monster itu harus dikuatkan lewat perantara penggunanya."

Sejenak Dybala menghentikan pekerjaannya, cerita Gwylym juga menjadi misteri dan sangat populer bagi anak-anak di seluruh Velasco. Misteri besar yang belum terpecahkan itu membuatnya penasaran hingga sekarang.

Dybala naik ke daratan. Tanpa mengeringkan pakaiannya, tangannya yang berlumpur langsung memberikan sebilah bambu pada Cahan dan menyuruhnya untuk memegangnya. Tampak dari reaksinya, anak itu tidak biasa melakukan pekerjaan kasar.

"Manusia di El Dorado dapat melakukan ini. Akan tetapi mereka masih mengandalkan gergaji." Dybala memusatkan aura dalam jumlah besar pada salah satu tangannya.

Tuk!

Bambu itu terbelah menjadi dua, potongannya sempurna. Dybala hanya menggunakan tangan kosong.

"Kakak kan bukan pengguna elemen angin, bagaimana cara melakukannya!?" Cahan terkesima.

"Semua orang dapat melakukannya terlebih kau Cahan. Kau tadi sebut cerita dari Gwylym ya ... terkenal juga di Velasco. Kalau Galloway apa itu aku kurang paham. Cahan kan jauh lebih pintar dariku."

"Ah Abang ini terlampau berlebihan, aku saja tidak pernah bekerja. Setiap kali aku mau membantu orang tuaku, mereka hanya menyuruhku untuk diam atau bermain saja. Aku malas berbalah," ujar Cahan menunduk. Dia merasa tidak percaya diri.

"Hahaha kalau malas berbalah, kenapa merajuk ingin minta ditemani ke pelabuhan?"

"Abang apa tidak bosan di sini, mengerjakan pekerjaan berat ini sendirian."

"Cahan sebenarnya aku merasa tidak enak juga pada Paman Liam kalau tidak membantu mereka. Sudah diberi tempat tinggal tidak mungkin kita membuat susah si tuan rumah."

"Iya bang paham! ya sudah berikan parangnya, tolong ajari cara memotong tapi ingat." Dybala mengangguk-angguk cepat.

Cahan mulai membantu Dybala dalam menyelesaikan keramba. Anak itu ikut turun ke dalam air untuk memasang bambu. Setelah pekerjaan dirasa sudah cukup, Dybala menyudahi pekerjaannya lebih awal.

"Adik Cahan Ruadh sudah makan belum!" sahut seorang gadis menghampiri keduanya. Dia menggunakan bahasa yang tidak dipahami Dybala.

"Kak Fiona kenapa ke sini?"

"Seperti baru kenal saja. Ayahmu Bob Ruadh menyuruhku untuk mengantarkan makanan. Dia juga ingin agar Cambiaso Dybala dan O'Cahan Sorcha Ruad tidak kekurangan makan." ujarnya.

"Masih bagus kalau bertanya, kakak kebiasaannya terlalu formal, panggil saja kami Han dan Biaso ...," balas Cahan dalam Spaniardo.

"Han, panggilan singkatku Bala bukan Biaso." Dybala merungut, meski ada gadis di hadapannya dia tampak biasa saja.

Gadis berambut panjang merah itu tersenyum ramah. Dia mengerti sedikit beberapa kata dalam bahasa Spaniardo karena akrab dengan Cahan. Dia berumur satu tahun lebih muda dari Dybala.

Gadis itu memiliki dada yang besar, tetapi tidak sebesar Sofia dan bertubuh agak pendek, hampir setinggi Cahan.

"Namanya Fiona bang Dybala. Coba kalian berdua berjabat tangan." Cahan menjadi penerjemah.

Dybala menatap sejenak Fiona sebelum menunduk, hal yang sama berlaku pada gadis itu. Mereka berdua tidak berjabat tangan seperti apa yang Cahan sangat harapkan karena merasa sungkan. Mulut itu menganga, sampai tidak sadar seekor nyamuk masuk ke tenggorokannya.

Dybala merasa sedikit malu saat melewati area perumahan. Berbeda dari sang pemuda, Fiona tampak ceria di antara mereka. Cahan membawa banyak teman sebaya dirinya untuk ikut bersama.

"Cahan bilang ke Fiona, apa kau suka anak-anak?" ucap Dybala.

"Siap," Cahan mengatakan seperti apa yang disampaikan Dybala tadi. Fiona mengangguk, gadis itu suka mengurus anak kecil.

Salah satu anak yang memiliki mata biru dan rambut berwarna hitam menatap tajam Dybala. Dia berasal dari keluarga yang tidak suka dengan kehadiran pendatang di kampung.

"Huh menyebalkan kenapa ajak orang Spaniardo ini! bahasa kita saja dia tidak bisa," Anak itu berlari diikuti teman-temannya setelah berkata kasar.

"Hey kau Leonidas Siur dan kalian semua tunggu!" Fiona mengejar mereka dan meninggalkan Dybala bersama Cahan.

"Wah anak kepala kampung kena pembullyan haha!"

"Shut! tidak lucu tahu."

Dybala menatap beberapa kapal besar di dermaga. Cahan merasa curiga ketika mengikuti pemuda itu berbalik arah. Saat pertama kali bertemu dengan kepala kampung, Dybala mengaku sebagai seorang pengembara biasa dari Kerajaan Velasco.

"Abang ayo balik aku baru melihat benderanya saja! aku tidak mau ke pasar melihat kadal buang air besar." sahut Cahan, dia berpura-pura sedang merajuk.

"Kalau benderanya terlihat dari dekat perumahan, itu berarti kapal yang kau lihat berukuran besar. Aku ada keperluan di sini," jawab Dybala.

"Hmm ... keperluan biasa mendadak ya? jujur saja bang. Rahasiamu aman bersamaku. Aku tahu kau bukan penjahat kan," tanya Cahan.

"Benar aku bukan bagian dari kelompok penjahat," jawab Dybala. Dugaannya benar, sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertamasya, terlebih ke sekitar wilayah pelabuhan.

"Hanya itu? ah abang ini membosankan."

"Cahan nanti kau yang bicara pada pedagang ya."

"Sudah memberi perintah saja. Aku tidak mau kecuali abang menjelaskan."

Dybala menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin ia memberitahukan anak itu perihal Stefano. Keduanya keluar dari pasar, mencari keberadaan Fiona dan teman-teman sebaya Cahan.

"Uwah kak Fiona! abang Dybala jahat!" sahut Cahan segera memeluk Fiona.

"Astaga kau itu sudah 10 tahun!" Dybala sangat terkejut.

"Iya Cahan sama kakak saja," balas Fiona menepuk punggung anak itu.

"Iri Spaniardo?" Leonidas menyikut pelan bahu Dybala.

"Anak kecil rasis satu ini," Dybala merasa kesal tidak ada teman sebaya yang bisa diajak bicara.

"Dasar el tantrum!" sahut Leonidas.

Pemuda itu tidak peduli dia langsung kembali ke pasar. "Cahan kau di sini dulu ya dengan Leonidas," ujar Fiona segera menyusul Dybala.

Dybala sedang duduk sendirian di salah satu kedai pasar. Dia tidak membeli makan atau minuman, hanya sekedar duduk. Pemilik kedai itu ingin marah, tetapi tidak jadi karena dia hanya diam saja.

Emilia tidak pernah membalas satupun surat yang dia kirim selama 4 tahun terakhir. Enzo saja membalas tahun lalu meskipun dia kecewa dengan pilihan kakaknya waktu itu untuk bekerja demi Italianica.

"Namanya juga tentara bayaran Enzo, kalau hanya mengabdi demi Velasco. Aku prajurit di sana, mengikuti semua perintah Raja kita. Seperti kata Cahan aku mempunyai rasa penasaran yang ingin dipuaskan."

Dybala berujar sendiri dengan pelan saat dirasa tidak ada orang yang sedang memperhatikannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!