****
Sedari dua jam yang lalu Stella bermalas-malasan di kamar nya. Gadis itu benar-benar bosan hari ini karena ia sedang libur tetapi hanya di rumah saja tidak kemana-mana. Ia ingin pergi menemui Maxim tetapi ia yakin hari ini pria itu tidak ada di apartemennya begitupun dengan Justin yang akan pergi kemana Maxim pergi. Stella tahu kakak sepupunya itu mempunyai sebuah bisnis ilegal, dan hari-hari seperti ini mereka akan pergi untuk mengontrol bisnis itu.
Aneh memang, entah apa alasannya Stella juga tidak tahu yang ia tahu mereka mengurus bisnis-bisnis semacam itu. Stella tidak terlalu mencari tahu lebih dalam karena tidak penting baginya, terserah mereka saja ingin melakukan apa yang terpenting uang saku Stella tetap aman kala ia meminta kepada mereka. Benar bukan? Selebihnya terserah mereka.
"Membosankan, membosankan!!" Jerit gadis itu bangkit dari ranjang nya. Ia berjalan malas keluar dari kamar hendak mengambil makanan ke dapur.
Saat sampai di tangga terakhir Stella melirik dua orang manusia tengah duduk di ruang keluarga menonton tayangan televisi.
"Daddy, Mommy kalian tidak jadi berangkat hari ini?" Tanya Stella beralih mendekati kedua orangtua nya, ikut duduk di sana bersama mereka. Semalam saat makan malam mereka mengatakan akan berangkat ke Belanda pagi ini tetapi lihatlah mereka masih ada di sini sekarang, tidak mungkin saja mereka akan menetap di sini.
"Kita mengundur keberangkatan dua hari lagi sayang" balas Brian menatap putri semata wayang nya.
Stella mengerutkan keningnya tidak mengerti.
Emma mengulas senyum melihat kerutan di kening putri nya "nanti malam kita harus menghadiri undangan salah satu rekan bisnis Daddy mu, Stell" ujar wanita itu menjawab kebingungan Stella.
Stella mengangguk mengerti "aku pikir ada sesuatu yang penting,"balas Stella.
"Tidak terlalu penting, tetapi untuk menghargai undangan dari teman, daddy" sahut Brian "oh ya, malam ini apa kau mau ikut bersama kami?" Tanya Brian.
Stella melirik Daddy nya lalu menggeleng "aku tidak tertarik ikut acara seperti itu, Dad. Pasti nanti di sana akan banyak rekan-rekan bisnismu, aku malas berinteraksi dengan mereka kecuali jika mereka memberikanku uang" ujar gadis itu membuat kedua orangtuanya geleng-geleng kepala.
"Memangnya uang yang Daddy berikan masih kurang untukmu?" Tanya Brian.
Stella menggeleng "tidak begitu Dad, hanya saja aku tidak pernah kecukupan uang, apa aku mengidap penyakit aneh? Gila dengan uang?" Tanya Stella "seandainya uang terus mengalir padaku dengan senang hati aku menerimanya tanpa menolak sedikitpun" sahut gadis itu.
Brian geleng-geleng kepala mendengarnya "jadi kamu tidak mau ikut nanti malam?" Tanya Brian lagi.
Stella nampak berfikir "Hem, kak Maxim sama kak Justin ikut Dad?"Tanya Stella memastikan.
Brian mengangguk "iya, mereka sepertinya juga mendapat undangan begitupun pamanmu" balas Brian.
"Baiklah aku akan ikut nanti malam," balas Stella setuju.
"Kalah begitu nanti kau pergi bersama daddy dan mommy, apa kau mau membeli baju terlebih dahulu untuk kau pakai nanti malam?" Tanya Emma.
Stella nampak berfikir "hem, aku rasa iya Mom, nanti aku akan pergi bersama kak Zee untuk membeli baju yang akan aku kenakan nanti malam" ujar Stella.
"Baiklah,"
"Aku mau mengambil makanan dulu, Dad, Mom" ujar Stella meninggalkan orangtuanya di sana, ia menuju ke dapur mengambil apapun yang bisa ia makan, mulutnya sudah tidak sabar mengunyah sesuatu.
"Hai kak Zee" sapa Stella kepada maid yang bekerja di tempatnya. Wanita cantik itu terpaut jarak yang tidak jauh dengan Stella. Zee sendiri merupakan putri dari maid lama yang lebih dulu bekerja di sini tetapi malangnya wanita itu sudah meninggal dan syukurnya putri dari wanita itu mau melanjutkan tugas ibunya di sini tanpa paksaan. Stella sudah nyaman dengan Zee yang menemaninya di mansion ini selama orangtuanya tidak di sini. Apapun keperluan Stella Zee yang mengurus.
Stella sudah menganggap Zee seperti kakaknya sendiri, mungkin karena selalu bersama di tambah Zee tidak pernah mengeluh jika Stella bercerita. Gadis itu memang sangat suka sekali bercerita, ia sangat membutuhkan teman untuk bercerita apapun dengan siapa saja. Stella tidak mempunyai teman di rumah bukan berarti dia tidak mempunyai teman yang bisa ia ajak ke rumahnya, Justru ia mempunyai banyak teman karena dirinya yang memiliki kepribadian ekstrover hanya saja ia tidak bisa mengandalkan temannya terus untuk bermain denganya. Stella tidak masalah untuk itu yang terpenting kemana saja ia pergi ia bisa mengobrol dengan siapapun saat berada di luar rumah.
"Hai, Stell. Kau ingin makan apa hari ini?" Tanya Zee.
"Apapun, aku menyukai semua jenis masakanmu kak Zee" sahut Stella menampilkan senyuman nya di hadapan wanita itu.
Zee tersenyum "tunggu lah sebentar aku akan menyiapkannya untukmu" balas Zee "kau makan dulu cemilan ini sembari menunggu" kata Zee meletakkan cemilan favorit Stella di hadapan gadis itu.
"Terimakasih kak, Zee"
"Ya, tunggulah sebentar."
Stella mengangguk, gadis itu memilih diam sembari memakan cemilan itu sesekali ia membuka ponselnya.
"Ah ya, kak Zee bagaimana kalau nanti kau menemaniku belanja? Aku bosan berada di rumah sekalian membeli baju untuk nanti malam pergi bersama daddy dan mommy" kata Stella melirik Zee yang sedang memasak di ujung sana.
Zee menoleh ke belakang "tentu saja, aku akan menemanimu" balas Zee
Stella tersenyum lebar "nanti aku juga akan membelikanmu sesuatu" kata Stella senang Zee mau menemaninya
Zee tersenyum tipis.
****
Malam ini di sebuah acara pesta mewah salah seorang pebisnis ternama di kota ini. Stella, gadis itu menghadiri acara pesta itu bersama Daddy dan mommy nya. Mengunakan gaun di bawah lutut dengan balutan make up natural. Gadis itu terlihat begitu cantik natural.
Sebenarnya Stella tidak terlalu menyukai pakaian seperti ini. Tetapi ia harus bisa menyesuaikan diri tidak mungkin saja ia mengungkapkan celana jeans ke tempat ini bisa-bisa ia menjadi pusat perhatian para tamu undangan.
Kini Stella berada di salah satu meja bersama Justin dan Maxim. Sementara orangtuanya, mereka entah dimana sekarang, mungkin menemui teman-teman sesama bisnis mereka. Stella tidak peduli yang terpenting sekarang ia bersama dua pria di hadapan nya itu sudah di pastikan ia tidak akan tersesat di tempat ramai ini.
"Menurut kalian berdua, apa aku terlihat begitu menawan malam ini?" Tanya Stella berpose di depan dua laki-laki itu.
Maxim dan Justin serentak menggeleng menatap gadis itu "seperti badut" sahut Maxim.
Mendengar itu senyuman Stella runtuh begitu saja. Apa pria itu bilang, seperti badut? Hei di mana badut yang secantik Stella di dunia ini, bisa-bisan ya pria itu mengatakan nya seperti badut padahal ia rasa dirinya sudah cantik bahkan Zee saja tadi memujinya kalau dia terlihat menawan, apa Zee berbohong? Ah tentu saja tidak, Stella memang cantik pria itu saja yang tidak mau mengakuinya.
"Aku setuju denganmu, Max" balas Justin.
Stella mendengus "pantas saja kalian tidak laku, mana mungkin ada wanita yang mau dengan pria seperti kalian, Maxim dan Justin yang malang" dumel Stella "padahal aku cantik."
"Apa hubungannya, kau aneh sekali" balas Maxim.
"Kita tinggalkan saja dia di sini, biarkan dia hilang" usul Justin menjahili gadis itu.
"Aku setuju, Just. Kita harus pergi sekarang" kata Maxim.
"Aku tidak takut" balas Stella "jika aku hilang palingan juga kalian berdua yang akan repot mencariku" balas Stella menyungingkan senyumannya.
Maxim berdecak "merepotkan" desis Maxim.
"Memang, aku memang suka merepotkan kalian, bahkan sampai kapanpun aku akan terus merepotkan kalian" balas Stella.
"Gila!!" Mata gadis itu membulat sempurna menatap salah satu objek membuat Maxim dan Justin mengikuti arah pandang Stella memastikan apa yang membuat gadis itu histeris seperti itu.
"Kau kenapa bodoh, jangan membuat malu" tegur Maxim melihat tingkah adiknya itu yang tidak tahu tempat.
"Tidak bisa, apa itu jelmaan malaikat yang turun ke bumi menjadi pangerangku?" Tanya Stella tanpa mengalihkan tatapannya "oh God mengapa dia sangat tampan sekali, bahkan Maxim dan Justin tidak ada apa-apanya di bandingkan dia, aku benar-benar terpesona dengannya" ujar Stella menahan dadanya yang berdebar.
"Hei, kau tidak waras?" Tegur Justin aneh melihat tingkah gadis itu.
"Siapa pria itu" tanya Stella menunjuk seseorang yang membuatnya seperti ini.
Maxim dan Justin menoleh, ia mendapati seorang pria muda di ujung sana berdiri dengan beberapa orang-orang tua di sebelahnya.
"Kalian tidak tau siapa namanya?" Tanya Stella "jika tidak aku akan ke sana menanyakan nama pria itu dan meminta nomornya" ujar Stella girang untuk menemui jelmaan pangeran itu.
Justin menempelkan punggung tangannya di kening gadis itu "kau waras? Kenapa kau seperti ini layaknya seseorang yang tidak pernah melihat pria tampan padahal kau setiap hari bersama dua orang pria tampan" ujar Justin.
Mendengar itu Stella mendengus "dia jauh lebih tampan, bisakah kalian beritahu aku siapa namanya dan di mana dia bekerja, aku ingin menjadikannya suamiku. Tolonglah, apa ini yang dinamakan cinta pandangan pertama? Aku rasa iya, aku sudah jatuh cinta untuk yang pertama kalinya pada pria itu," ungkap Stella terdengar histeris.
Maxim menjentik kening gadis itu "tidak usah menyebut cinta bodoh! Kau masih di bawah umur mengerti apa kau tentang cinta" tegur Maxim.
Stella menatap sinis pria itu "hei bodoh! Aku ini sudah 17 tahun, bukan hal yang aneh jika aku jatuh cinta bahkan teman sekolahku saja sudah banyak yang berpacaran bahkan dari lama ada juga yang sudah hamil" ujar Stella berterus terang.
"Bukan berati kau harus mencontohnya"
"Cepat katakan kakak, siapa nama pria itu atau aku sendiri yang menanyakan, memangnya kau tidak malu nanti saat di samping pria itu aku akan jatuh pingsan karena tidak kuat melihat ketampanannya dari dekat?" Tanya Stella menatap pria itu.
"Berlebihan" balas Justin.
"Aku tidak perduli, yang aku inginkan sekarang identitasnya" balas Stella.
"Galendra Altair Warren pengusaha muda yang merintis perusahaan miliknya dari nol, pria mandiri keturunan keluarga Warren yang kini berusia 28 tahun dan sudah mempunyai sebuah perusahaan yang kini dalam tahap kejayaan" ujar Justin "apa itu cukup?" Tanya Justin.
Stella menggembungkan senyumannya "sangat cukup, kau benar-benar bisa di andalkan kak, Just" ujar gadis itu senang.
"Setahuku dia tidak pernah dekat dengan perempuan mana pun, bahkan setiap perempuan ingin mendekatinya ia selalu menolak jadi kau jangan berharap bisa mendekatinya" lanjut Justin yang sedikit mengetahui tentang pria itu, tugas Justin salah satunya memang itu, mencari tahu identitas orang-orang yang pernah bekerja sama dengan Maxim, kebetulan saat itu mereka pernah bekerja sama.
"Serahkan pada Stella, aku akan mendapatkannya, Galenku" ujar gadis itu.
"Hei, jangan main-main Stella kau masih bersekolah jangan berniat untuk berpacaran, kau 17 tahun sementara dia sudah 28 tahun, sangat jauh berbeda denganmu" peringat Maxim.
"Tidak perlu khawatir, usia tidak berpengaruh untuk jatuh cinta. Yang terpenting sekarang kau berdua pikirkan saja bagaimana agar kalian menemukan wanita pendamping kalian. Jangan sampai nanti aku lebih dulu menikah daripada kalian karena kalian kelamaan sendiri. Atau jangan-jangan kalian gay?" Tanya Stella menyelidiki dua pria itu.
Maxim dan Justin berdecak sebal, apa-apaan gadis itu mengatakan mereka gay, mereka hanya belum menemukan pasangan yang tepat bukan berarti mereka gay.
"Kami masih waras Stell" balas Justin membantah tuduhan konyol gadis itu.
****
"Hai" Stella menepuk pelan lengan pria yang sudah membuatnya berdebar pada pandangan pertama itu.
Pria itu menoleh dengan kening berkerut mendapati seorang gadis remaja di sampingnya "ya?"
"Hem, perkenalkan aku Stella" gadis itu dengan senyuman mengembang di wajahnya menatap semangat pria itu.
"Ya," balasnya terdengar malas untuk menanggapi.
Stella meringis mendapat balasan dari pria itu seakan-akan tidak ingin menangapi perkataan Stella, ah tepatnya memang tidak ingin.
"Siapa namamu?" Tanya Stella tidak ingin menyerah.
"Galen"
Stella mengangguk-angguk "kau begitu tampan, aku menyukaimu. Bisakah kita menjadi pasangan kekasih sekarang?"
***
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments