Dalam keheningan malam yang gelap, Dito duduk di sudut ruangan kecil bersama wanita yang memberinya pertolongan. Hujan deras masih turun di luar, menciptakan dentuman keras yang menakutkan. Angin kencang menggoyangkan dinding rumah, menciptakan suara-suara aneh yang membuat bulu kuduk merinding.
"Wanita itu memperhatikan Dito dengan tatapan penuh perhatian. "Bagaimana perasaanmu sekarang, Nak? Kamu baik-baik saja?"
Dito mengangguk, meskipun dia merasa gemetar dalam keadaan ketakutan yang tak terhindarkan. "Saya... saya akan baik-baik saja. Tapi... apa yang sebenarnya terjadi di desa ini Bu..?"
Wanita itu menarik napas dalam-dalam, memikirkan cara terbaik untuk menjelaskan situasi yang rumit ini. "Desa ini telah dihantui oleh kutukan kuno selama bertahun-tahun, Nak. Legenda tentang setan pocong yang selalu bergentayangan di malam hari, mengantar kematian kepada siapa pun yang berani melintasi desa ini apalagi mengganggunya."
Dito menelan ludah, merenungkan kata-kata wanita itu. "Apa yang memicu kutukan ini? Mengapa setan pocong-pocong itu muncul sekarang?"
Wanita itu menggelengkan kepala, wajahnya penuh dengan ketidakpastian. "Itu adalah rahasia yang tersembunyi dalam sejarah desa ini, Nak. Namun, satu hal yang pasti, mereka tidak akan pernah berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan."
Dito mengangguk, merasa semakin yakin bahwa mereka harus mencari cara untuk menghentikan teror ini sebelum terlambat. "Tapi bagaimana caranya? Bagaimana kita bisa mengalahkan setan pocong maupun kutukan pada desa ini?"
Wanita itu menatap Dito dengan tatapan tajam. "Kita perlu mencari bantuan dari seseorang yang mengerti tentang dunia supranatural, Nak. Dukun atau paranormal mungkin memiliki jawaban atau pengetahuan yang bisa membantu kita melawan dan mengatasi masalah ini."
Dito mengangguk, memahami bahwa dia tidak bisa melawan kutukan ini sendirian. Mereka butuh bantuan dan pengetahuan dari mereka yang lebih berpengalaman dalam hal-hal yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa.
Namun, di tengah percakapan mereka, Dito pun memohon izin kepada wanita pemilik rumah itu, untuk kekamar kecil, yang juga berada diluar, tepatnya disamping rumah wanita yang ia singgahi saat ini dengan jarak sekitar 500 meter dari rumah tersebut.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang mendekati dari luar pintu. Dengan wajah terkejut namun penasaran, wanita itu melangkah ke arah pintu dan membukanya perlahan.
Dengan terkejut, ketika keluar dari pintu kamar kecil, Dito melihat ada seorang pria tua berjubah hitam berdiri di ambang pintu rumah wanita yang ia singgahi. Dari kejauhan Dito melihat dengan jelas wajah pria tua itu penuh dengan kekhawatiran. "Maafkan saya karena datang begitu tergesa-gesa," ucap pria tua itu dengan suara serak. "Tapi saya mendengar tentang teror yang menimpa desa ini, dan saya datang untuk membantu."
Wanita itu mengangguk, menyambut kedatangan pria tua itu dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Pak... Kami sangat membutuhkan bantuan Anda dalam menghadapi kutukan ini."
Pria tua itu tersenyum lembut. "Saya adalah Ki Joko, seorang dukun yang telah lama tinggal di desa ini. Saya telah melihat banyak hal dalam hidup saya, tetapi teror ini adalah yang paling menakutkan yang pernah saya temui."
Dengan langkah hati-hati, Ki Joko masuk ke dalam rumah. Dia melihat sekeliling dengan tatapan tajam, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini.
"Saya butuh informasi tentang kutukan ini," ucap Ki Joko dengan suara serius. "Ada apa sebenarnya di balik kemunculan pocong-pocong ini? Dan apakah ada cara untuk menghentikannya?"
Wanita itu mengangguk, memulai kembali cerita tentang legenda kuno yang menghantui desa ini. Dia menjelaskan tentang Darmojo, pria yang dikutuk menjadi pocong setelah mencuri benda pusaka dari makam seorang penguasa kerajaan kuno zaman dahulu.
Ki Joko mendengarkan dengan penuh perhatian, menyatukan potongan-potongan informasi untuk membentuk gambaran yang lebih jelas tentang situasi ini. Dia tahu bahwa untuk melawan teror setan pocong dan kutukan yang menghantui desa ini, mereka harus memahami asal-usul dan kekuatan yang mendorong kutukan tersebut.
Namun, saat mereka tengah dalam pembicaraan, terdengar suara langkah kaki yang datang kembali dari luar rumah. Mereka semua mengangkat kepala mereka, memperhatikan dengan waspada siapa lagi yang mungkin datang pada saat malam dan gemuruh hujan seperti ini.
Dengan hati-hati, Ki Joko dan yang lainnya mendekati pintu, siap menghadapi siapapun yang mungkin datang. Suasana tegang mengisi ruangan, ketegangan di antara mereka semakin terasa ketika langkah kaki terdengar semakin dekat.
Tiba-tiba, pintu terbuka dengan keras, memperlihatkan sosok yang berkeliaran di luar. Tetapi, yang mereka lihat bukanlah setan pocong yang menakutkan, melainkan seorang laki-laki muda yang basah kuyup oleh hujan lebat, matanya penuh dengan ketakutan.
"Dito! Apa yang terjadi padamu?" seru wanita itu dengan kekhawatiran yang mendalam.
Dengan napas tersengal-sengal, Dito masuk ke dalam rumah, wajahnya pucat dan mata penuh dengan ketakutan. "Mereka... mereka semua di luar... pocong... mereka..."
Ki Joko mendekati Dito dengan cepat. "Tenanglah, Nak. Kamu aman di sini. Kami akan mencari cara untuk mengatasi masalah ini bersama-sama."
Dengan sedikit lebih tenang, Dito duduk di kursi yang tersedia. Dia menggenggam tangannya erat-erat, mencoba menenangkan diri di tengah ketakutan yang melandanya.
Ki Joko menatap Dito dengan tajam. "Kamu harus memberi tahu kami semua yang kamu tahu tentang apa yang terjadi di luar sana. Informasi itu mungkin bisa membantu kita mencari solusi untuk masalah ini."
Dengan sedikit gemetar, Dito menceritakan kembali pengalamannya di hutan, bagaimana dia dikejar-kejar oleh pocong dan hampir menjadi korban teror mereka. Dia merincikan setiap detail, mencoba menjelaskan situasi yang mereka hadapi dengan sebaik mungkin.
Ketika Dito selesai bercerita, suasana di dalam rumah menjadi semakin tegang. Semua yang hadir menyadari bahwa mereka harus bertindak cepat untuk menghentikan teror ini sebelum semakin banyak korban yang jatuh di tangan setan pocong mengerikan itu.
Wanita itu mengangguk paham. "Kita perlu mencari tahu apa yang menyebabkan bangkitnya pocong-pocong itu dan bagaimana cara menghentikannya. Ada yang harus kita lakukan sebelum terlambat."
Ki Joko menambahkan, "Kita harus melakukan penyelidikan lebih lanjut. Ada kemungkinan bahwa terdapat sumber daya supranatural yang harus kita lawan untuk mengatasi kutukan ini."
Mereka semua mengangguk setuju. Mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa tinggal diam dan membiarkan teror ini terus berlanjut. Ada nyawa-nyawa yang terancam, dan mereka bertekad untuk melindungi penduduk desa dari bahaya teror setan pocong yang mengancam ini.
Dengan memantapkan semua persiapan yang ada, mereka keluar dari rumah, siap memulai perjalanan untuk mencari jawaban. Hujan masih turun dengan derasnya, atmosfer yang semakin mencekam di dalam kegelapan malam pun semakin sangat terasa.
Namun, di tengah kegelapan itu, mereka harus yakin untuk menemukan solusi atas teror yang menghantui desa mereka. Mereka mungkin berada di ambang kegelapan, tetapi mereka yakin bahwa ada jalan keluar dari kejadian yang mereka hadapi ini.
Dengan hati-hati, mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang licin oleh hujan. Langkah-langkah mereka diredam oleh suara gemuruh petir dan angin yang bertiup kencang bergemuruh, menjadikan suasana semakin menakutkan di sekitar mereka.
"Saya pikir, kita harus pergi ke makam Darmojo," usul Dito setelah beberapa saat berjalan. "Itu mungkin tempat asal kutukan ini dan di situlah kita bisa mencari petunjuk tentang bagaimana cara menghentikannya."
Wanita itu mengangguk setuju. "Itu mungkin ide yang baik saat ini, Dito. Kita harus mencari tahu apa yang menyebabkan pocong-pocong itu bangkit dari kuburan mereka dan bagaimana cara mengatasi kutukan ini sekali dan untuk selamanya."
Dengan langkah yang mantap, mereka melanjutkan perjalanan menuju makam Darmojo. Cahaya redup dari bulan yang tersembunyi di balik awan menyoroti jalan mereka, menciptakan bayangan yang menyeramkan di antara pepohonan yang berderet di sepanjang jalan.
Saat mereka semakin mendekati makam, mereka merasakan ketegangan yang semakin meningkat di sekitar mereka. Suasana yang semakin mencekam menyelimuti mereka, membuat hati mereka berdebar sangat kencang dengan mengedarkan pandangan sekitar.
Sampai akhirnya, mereka tiba di makam yang dikelilingi oleh pohon-pohon tua dan gelap. Makam itu berdiri di tengah lapangan terbuka, digenangi oleh air hujan yang turun dengan derasnya.
Dengan perasaan tak karuan dan hati-hati, mereka mendekati makam itu. Mereka merasakan ada kehadiran sesuatu yang tidak terlihat di sekitar mereka, sesuatu yang menakutkan dan menyeramkan memperhatikan.
"Kita harus berhati-hati," ujar Ki Joko dengan suara serius. "Kita tidak tahu apa yang mungkin menunggu kita didekat makam itu."
Dengan berjalan perlahan, mereka membuka pintu gerbang makam dan memasuki tempat yang gelap dan mencekam. Langkah mereka bergema di antara batu-batu nisan yang berderet di sepanjang lorong, menciptakan suara menggema disekitar yang menyeramkan.
Mereka berjalan menuju makam Darmojo yang terletak di ujung lorong, terasa kesunyian yang membuat mereka semua merinding di tengah-tengah makam yang paling tua dan terabaikan. Makam itu terlihat tua dan lapuk, ditutupi oleh lumut dan tanaman liar yang tumbuh di sekitarnya.
Sesampainya mereka di makam itu, mereka merasa adanya kehadiran yang mengancam di sekitar mereka. Udara disekitar mereka terasa begitu berat, seolah-olah sesuatu yang menyeruak bulu kuduk mereka sedang mengintai dari balik bayangan.
Tetapi mereka tidak mundur. Mereka terus bergerak di depan makam itu, untuk mencari jawaban atas teror yang menghantui desa mereka, bahkan jika itu berarti mereka harus menghadapi bahaya yang lebih besar lagi.
Ketika mereka membuka pintu makam dan memasuki ruang gelap di dalamnya. Bau tanah basah dan bunga yang layu menyergap hidung mereka, menjadikan atmosfer yang semakin mencekam di dalam ruangan yang sempit tersebut.
Mereka berdiri di tengah-tengah makam, mencari petunjuk atau tanda-tanda tentang apa yang menyebabkan bangkitnya pocong-pocong itu. Tetapi apa pun yang mereka cari, tak satupun yang mereka temukan.
Wanita itu menatap sekeliling dengan kekecewaan yang terpancar di wajahnya. "Apa kita mencari di tempat yang salah? Atau ada sesuatu yang kita lewatkan?"
Ki Joko merenung sejenak, mencoba memahami situasi yang mereka hadapi. "Kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang sejarah makam ini. Mungkin ada informasi yang hilang atau rahasia yang tersembunyi di sini."
Dengan pemikiran tersebut, mereka berusaha untuk mencari tahu lebih banyak tentang asal-usul kutukan ini dan bagaimana cara menghentikannya sekali dan untuk selamanya. Tetapi apa pun yang mereka temui, mereka menyadari bahwa mereka berada di tengah-tengah perjalanan yang penuh dengan bahaya dan misteri yang menunggu untuk dipecahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments