LEGENDA POCONG
Desa Taman Sari, Jawa Timur, Tahun 2001
Di tengah kegelapan malam, angin berdesir di antara pepohonan di sekitar Desa Taman Sari. Langit gelap menyelimuti Desa tersebut, hanya diterangi oleh redupnya cahaya bulan yang tersembunyi di balik awan. Dalam keheningan saat itu, sebuah siluet muncul dari balik pohon-pohon tua.
Dito, seorang pemuda berusia dua puluh tahun dengan rambut hitam dan mata tajam, terlihat berjalan sendirian melewati hutan menuju desa setelah menghadiri acara keluarga di luar kota. Langkahnya terdengar gemuruh di tanah kering, menciptakan kesan kesendirian yang menyeramkan.
Seketika, Dito merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Dia pun mempercepat langkahnya, mencoba mengabaikan rasa ketidaknyamanan yang merambat di belakang pikirannya. Namun, suara langkah kaki seakan melompat selain dirinya mulai terdengar, mengikuti langkahnya dengan langkah yang sama.
"Siapa di situ?" Dito bertanya, dengan suaranya yang bergema di antara pepohonan.
Namun tidak ada jawaban, hanya hening yang mencekam. Dengan perasaan gelisah, Dito melanjutkan perjalanannya, berusaha menyingkirkan rasa takut yang mulai merayap di dalam dirinya.
Tiba-tiba, dari kegelapan di sampingnya, muncul sosok yang menjulurkan tangannya ke arahnya. Dengan sangat terkejut, Dito melompat mundur dan hampir jatuh ke belakang semak belukar.
"Siapa itu? Kenapa terus mengikuti dibelakangku?" teriaknya, dengan jantung yang berdegup kencang.
Sosok samar tinggi besar itu hanya diam, tetapi matanya memancarkan cahaya merah yang menakutkan di dalam kegelapan. Dengan tubuh gemetar, Dito mencoba melarikan diri, tetapi langkahnya terhenti ketika dia melihat ada banyak setan pocong yang sangat menyeramkan muncul dari balik pohon-pohon di sekitarnya.
"Ahh! Tolong! Jangan! Apa yang kalian inginkan dariku?" serunya, suaranya dipenuhi dengan ketakutan yang mendalam.
Tapi setan pocong-pocong itu hanya melangkah mendekat, mengelilingi Dito dengan gerakan melompat yang lambat dan menakutkan. Bayangan gelap mereka merayap di antara pepohonan, menciptakan aura ketakutan dan kegelapan yang mencekam.
Dengan langkah yang ragu, Dito berusaha untuk mundur, tetapi dia mengetahui bahwa dia telah terjebak di dalam lingkaran teror yang tidak dapat dihindari. Dan saat itulah, ia menyadari bahwa legenda setan pocong, legenda yang dulu dianggap sebagai cerita menakutkan belaka, kini telah menjadi kenyataan yang mengancam nyawanya.
Dengan hati dan jantung yang berdebar keras, Dito terus melangkah mundur, mencoba mencari jalan keluar dari situasi mencekam ini. Dia meraba-raba saku celananya, mencari sesuatu—apa pun yang bisa digunakan sebagai senjata atau pelarian.
Namun, suasana gelap yang melingkupi dirinya, membuat langkah Dito terhenti ketika suara desiran kain menarik perhatiannya. Dia menoleh ke arah suara itu dan melihat sesosok wanita muncul dari balik pohon. Tubuhnya terbungkus dalam kain putih yang kotor, wajahnya pucat tanpa ekspresi.
Dengan tubuh yang gemetaran, Dito berdiri di tempat, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Apakah wanita ini sebagian dari ancaman yang mengelilinginya, ataukah dia mungkin bisa memberikan pertolongan?
"Siapa kamu?" desis Dito dengan suara parau, menahan ketakutan yang menggelayutinya.
Wanita itu hanya menatapnya dengan mata kosong, seolah-olah tak memiliki jiwa di dalamnya. Namun, kemudian, dengan gerakan lambat, dia mengangkat tangan dan menunjuk ke arah sebuah jalan setapak di antara pepohonan.
Pandangan Dito beralih dari wanita itu ke arah yang ditunjuknya. Apa maksudnya? Apa ia berikan petunjuk atau hanya akan menjebak ketempat yang lebih mengancam? Gumam gelisah Dito dalam hati dengan pikiran kalutnya.
Masih dengan keraguannya, Dito memutuskan untuk mengikuti petunjuk itu. Dia melangkah perlahan, memperhatikan setiap detil di sekitarnya. Setan Pocong-pocong itu masih mengelilinginya, tetapi tak satupun tampak berani mendekatinya.
Saat dia berada dijalan setapak yang ditunjukkan wanita tadi, Dito sedikit merasa lega dalam dirinya. Mungkin masih ada harapan untuk keluar dari situasi ini, meskipun dia masih belum sepenuhnya yakin. Pikirnya Dito
Langkahnya semakin mantap ketika dia melihat cahaya samar-samar di kejauhan. Ada cahaya, mungkin ada rumah warga disana? Apakah ada penduduk desa yang bisa membantunya?
Namun, harapan itu pupus saat dia mendekati cahaya tersebut. Apa yang seharusnya menjadi tanda keselamatan malah menjadi pemandangan yang menakutkan. Di tengah jalan setapak, terdapat sekelompok setan pocong lainnya, berdiri menghadang jalan Dito.
Dengan nafas terengah-engah, Dito mundur dengan langkah tidak karuan. Dia sudah terjebak di antara dua kelompok pocong yang menyudutkannya dari setiap arah.
Saat itulah, tanpa peringatan apa pun, setan pocong-pocong itu mulai mendekat. Langkah melompat mereka yang lambat dan gemetar membuat suasana semakin menakutkan. Dito bisa merasakan napasnya sesak, dadanya terasa sesak oleh ketakutannya.
"Darmojo! Kami datang untukmu!" desis suara-suara serak dari balik kain putih mereka.
Dito merinding mendengar nama itu. Darmojo? Apakah ini bagian dari kutukan kuno yang selama ini diceritakan oleh penduduk desa? Gerutu Dito dipikirannya
Dia tak punya waktu untuk berpikir tenang. Dengan tekad yang tertanam dalam hatinya, Dito melompat ke samping, melewati pocong-pocong yang terdekat. Dia berlari secepat mungkin, mengabaikan duri-duri dan ranting-ranting yang menusuk kulitnya dari semak sekitar.
Desiran kain dan langkah-langkah pocong itu menggema di belakangnya, membuatnya semakin berusaha melarikan diri. Dia bisa merasakan ketakutan yang semakin dekat, menelan segala harapan yang tersisa di dalam dirinya.
Namun, ketika semuanya tampak putus asa, tiba-tiba dia melihat cahaya yang lebih terang dari kejauhan. Itu bukan cahaya bulan atau lampu-lampu desa—itu adalah cahaya yang lebih kuat, lebih bersinar.
Dengan kekuatan terakhir yang tersisa, Dito melanjutkan larinya menuju cahaya itu. Dia bisa merasakan napasnya sesak, kakinya terasa lemah, tetapi tekadnya yang kuat memandunya melewati rintangan dan kondisi ketakutan dihadapannya.
Dan akhirnya, dengan nafas tersengal-sengal, Dito mencapai sumber cahaya itu. Dia terhuyung-huyung, lututnya gemetar di bawah beban kelelahan dan ketakutan yang membuat dirinya tidak bisa berhenti merinding.
Ketika dia mengangkat pandangannya, dia melihat sebuah rumah kecil yang terletak di pinggiran desa. Cahaya terang bersinar dari jendela-jendela, dengan bayangan lebih tenang di tengah kegelapan malam itu.
Dengan langkah gontai, Dito mendekati pintu rumah itu. Dia mengetuk dengan keras, berharap ada seseorang di dalam yang bisa memberinya perlindungan dari teror yang menghantui di luar sana.
Pintu terbuka perlahan, dan seorang wanita paruh baya muncul di baliknya. Wajahnya penuh dengan keheranan saat melihat sosok remaja yang lemah itu berdiri di ambang pintu.
"Ada apa Nak, apa yang terjadi sama kamu?" tanyanya dengan suara lembut, tetapi penuh perhatian.
Dengan napas tersengal-sengal, Dito menatap wanita itu dengan mata yang penuh ketakutan. "Tolong... pocong... mereka di luar..."
Wanita itu mengangguk paham. "Masuk sini, cepat! Kita harus kedalam."
Dengan bantuan wanita itu, Dito masuk ke dalam rumah. Dia merasakan kelegaan yang mendalam saat pintu itu tertutup di belakangnya, memisahkan dirinya dari teror yang masih mengancam di luar sana.
Namun, dia tahu bahwa kisah malam ini belum berakhir. Kutukan kuno dari setan pocong yang menghantui desa itu masih berada di luar sana, menunggu untuk menelan siapa pun yang berani melintasi batas dengan ketakutan dan menyeramkan.
Dengan kegelisahan dan kepanikan, Dito duduk di kursi yang ditawarkan oleh wanita itu. Ruangan kecil itu terasa lebih nyaman, berbeda dengan udara dingin di luar yang menusuk tulangnya. Dia menatap wanita itu dengan rasa terima kasih yang mendalam.
"Terima kasih, Bu... Saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika Ibu tidak membuka pintu untuk saya," ucap Dito dengan suara serak.
Wanita itu tersenyum lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Nak. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh siapa pun di dalam situasi seperti ini."
Dito mengangguk, merasakan kelelahan yang mulai merayap ke seluruh tubuhnya. Dia merenung sejenak, mencoba memahami apa yang sebenarnya telah terjadi malam ini.
"Apa... apa yang terjadi di luar sana?" tanyanya dengan gemetar.
Wanita itu menghela nafas. "Itu adalah kutukan yang sudah ada sejak lama, Nak. Cerita tentang setan pocong yang menjelang kematian. Sayangnya, cerita itu bukanlah sekadar mitos belaka."
Dito menelan ludah, mencoba menahan ketakutan yang kembali muncul di dalam dirinya. "Kutukan? Maksudnya... bagaimana kita bisa melawan teror setan pocong dan kutukan yang begitu menyeramkan itu?"
Wanita itu mengangguk, ekspresinya serius. "Kita tidak bisa melawan sendirian, Nak. Kita butuh bantuan dukun atau paranormal yang mengerti tentang dunia supranatural. Mereka mungkin memiliki jawaban atau cara untuk menghentikan teror ini."
Dito mengangguk, memahami bahwa dia tidak bisa menghadapi bahaya ini sendirian. Dia merasa bersyukur telah menemukan tempat perlindungan sementara, tetapi dia tahu bahwa mereka masih berada di dalam bahaya.
Sementara itu, di luar rumah, langit mulai bergemuruh dan hujan mulai turun dengan derasnya. Suara angin kencang dan gemuruh petir menambah suasana mencekam di dalam rumah itu.
Wanita itu melihat ke luar dengan raut wajah yang khawatir. "Kita harus bagaimana Bu? Kondisi saat ini membuat saya gelisah dan ketakutan."
Dito menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk apa pun yang mungkin terjadi selanjutnya. Dia merasa bahwa malam ini masih akan penuh dengan teror dan misteri yang menunggu untuk dipecahkan.
Namun, di tengah kegelapan dan ketakutan yang melingkupinya, ada sebuah harapan kecil yang masih menyala di dalam hatinya. Harapan bahwa, suatu hari nanti, teror ini akan berakhir dan membuat desa yang telah lama dihantui oleh legenda setan pocong ini cepat menghilang.
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments