Bab 9

Ningrum menarik paksa putrinya supaya duduk di depan meja rias. "Bisa diam nggak? Anak cewek mau dirias mukanya kok susah betul!" dumel Ningrum seraya menekan kedua pundak Jeje dengan kuat agar putrinya itu tidak kabur lagi.

"Bu, aku nggak mau. Aku nggak suka sama perjodohan ini." Jeje merengek sambil menggerakkan kedua kakinya seperti anak kecil yang sedang merajuk meminta es krim.

"Heh, ini demi masa depanmu. Kapan lagi dilamar anaknya sultan!" omel Ningrum sambil menjitak kepala putrinya karena sejak tadi tidak mau menurut.

"Tapi aku nggak mau, Bu! Aku nggak mau di jodohkan sama orang yang nggak aku kenal," rengek Jeje lagi memohon pada ibunya.

"Lah terus kamu maunya dijodohkan sama siapa? Sama Si Ojak tukang ojek pengkolan itu?!" Ningrum tidak berhenti mengomel sambil menyisir rambut panjang putrinya.

"Ih, amit-amit! Bang Ojak 'kan sudah duda 5 kali, Bu!" sahut Jeje bergidik ngeri.

"Makanya jangan membantah! Lagi pula kamu ini dilamar sama orang kaya, orang terpandang, mustinya kamu bersyukur karena kamu akan jadi nyonya muda di rumah keluarga Thompsom. Dikasih jodoh enak kok nggak mau!" dumel Ningrum lagi semakin jengkel pada Jeje.

Jeje cemberut, tidak menyahuti ucapan ibunya lagi, percuma karena aksi protesnya tidak akan mempan dan tidak merubah keputusan ibunya.

Ningrum begitu terampil merias wajah putrinya. Wajah Jeje yang sudah cantik dari lahir tentu saja tidak perlu membutuhkan dempul atau pun bedak tebal, hanya make-up tipis yang membingkai wajah putrinya ini.

"Perfecto." Ningrum puas melihat hasil karyanya, wajah putrinya jadi semakin cantik dan imut setelah mendapatkan sentuhan dari tangannya. "Kamu ini benar-benar keturunan, Ibu. Cantiknya nggak ketulungan." Ningrum menatap wajah Jeje yang bagitu cantik melalui cermin di hadapannya.

"Aku mirip mendiang bapak, bukan kayak ibu!" ketus Jeje seraya memutar kedua matanya dengan malas.

"Anak kurang asem! Iyain saja sih, Je, biar hati ibumu ini senang!" dumel Ningrum sambil mencebikkan bibirnya lalu berjalan mengambil kotak pakaian dan perhiasan yang tergeletak di atas tempat tidur putrinya.

"Ganti pakaianmu dengan dress ini, jangan lupa perhiasannya juga di pakai. Ini adalah pemberian dari Nyonya Airin khusus buat kamu. Setengah jam lagi mereka akan sampai. Ibu mau bersiap-siap dulu." Ningrum menyerahkan dua kotak berwarna merah dengan ukuran berbeda di atas pangkuan putrinya, setelah itu dia bergegas keluar menuju kamarnya sendiri untuk bersiap.

Dengan ogah-ogahan Jeje beranjak berdiri, meletakkan dua kotak itu ke atas meja rias, dia membuka kotak yang paling besar dulu yang berisi dress cantik berwarna merah. Dress itu sangat mewah dan elegant, bahkan Jeje merasa tidak pantas menggunakannya karena terlalu mewah untuknya. Tapi, karena terpaksa dia segera memakai dress dan perhiasan anting dan kalung berlian tersebut.

Dress warna merah tanpa lengan sangat pas di tubuh rampingnya. Jeje terlihat sangat cantik dan menawan. Dia seperti bidadari yang baru turun dari khayangan.

"Apa ini nggak terlalu terbuka ya?" Jeje merasa tidak percaya diri ketika menatap dirinya di pantulan cermin meja rias. Jeje menyilangkan kedua tangannya di atas kedua pundaknya yang terbuka, sambil manyun. "Apa Nyonya Airin sengaja memberikan dress ini agar aku tampil sexy." Jeje mendumel di dalam hati.

"Wah!!! Anak Ibu cantik sekali!!" Ningrum berseru heboh ketika memasuki kamar tersebut dan melihat putrinya sudah cantik seperti bidadari. Dengan cepat mengambil ponselnya dari dalam hand bag yang dia bawa. "Foto dulu dong, senyum!" perintah Ningrum pada Jeje.