Membeliak

Hana mengetuk pintu kamar rawat inapnya Alaric.

"Masuk" Sahut Erica.

Hana membuka pintu, menutupnya kembali, lalu melangkah masuk sambil membawa kotak makan berisi pisang karamel kesukaannya Alaric.

"Wah, pisang karamel. Buruan bawa sini, Hana"

Hana mendekat pelan dan setelah menghentikan langkahnya di pinggir ranjang, Hana membuka kotak makan dan menyodorkannya ke Alaric.

Alaric langsung mencomot dua pisang karamel, menggigit tanpa ragu dan mengunyahnya sambil berkata dengan mulut penuh, "Hmm! Tapi, kok, beda? Apa benar pisang karamel ini kamu yang bikin?"

Hana merona senang karena ternyata pria yang dia cintai dalam diam, hapal dengan rasa masakannya.

Erica bersitatap dengan Hana lalu dengan cepat Erica berkata, "Tentu saja Hana yang bikin. Mungkin karena capek jadi rasa pisang karamelnya agak beda"

"Oh. Tapi, lumayan enak, kok. Makanan di rumah sakit nggak enak. Makasih kamu udah bikin pisang karamel kesukaanku dan membawanya ke sini"

Erica menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Alaric. Lalu, Erica menggenggam tangan Hana sambil berkata, "Aric sudah setuju menikah denganmu"

"Uhuk-uhuk!" Alaric tersedak pisang karamel dan Hana langsung mengambilkan minum untuk Alaric.

Saat Alaric minum, Hana mengusap pelan punggung Alaric sambil berkata, "Pelan-pelan kalau makan, Kak"

Erica tersenyum senang melihat Hana menyayangi Alaric.

Alaric meletakkan gelas di atas nakas dan tersenyum canggung ke Hana.

"Besok kalian harus menikah"

"Besok?!" Hana dan Alaric memekik kaget secara bersamaan.

"Iya, besok. Lebih cepat lebih baik. Biar Nenek bisa segera kasih lihat buku pernikahan kalian dan foto pernikahan kalian ke si brengsek Anthony Prist. Biar dia tidak mengejar Aric lagi"

Hana dan Alaric hanya bisa saling pandang dengan canggung.

Keesokan harinya, Hana dan Alaric mendaftarkan pernikahan mereka. Keduanya tampak canggung dan saat menjalani sesi pemotretan berdua, keduanya semakin canggung.

"Kenapa kaku? Ayo jangan berjauhan seperti itu! Mendekat! Kalian sudah menikah kenapa masih malu-malu?!" Teriak sang fotografer.

Hana dan Alaric menggeser langkah mereka dengan perlahan sambil terus menatap ke depan sampai bahu mereka menempel. Mereka berdua sejak tadi tidak berani bersitatap. Karena canggung.

"Nah, bagus! Sekarang senyum!"Teriak sang fotografer.

Hana langsung tersenyum lebar dan Alaric menghela napas panjang.

"Yang laki-laki mana senyumnya?! Ayo senyum!" Teriak sang fotografer.

Alaric terpaksa menarik sudut bibir kanan dan kirinya dengan pelan dan saat suara jepret menghilang, Alaric dengan cepat memasang wajah datar.

Setelah menjalani sesi pemotretan, Hana dan Alaric langsung dibawa ke hotel karena mereka berdua harus menjalani pemberkatan pernikahan.

Hana dan Alaric dirias di kamar yang berbeda. Di hotel miliknya Erica Klein.

Hana meringis di depan kaca rias saat rambut keritingnya disasak lalu disanggul, "Aduh, sakit!"

"Maaf, Mbak. Ini saya sudah melakukannya dengan hati-hati" Sahut wanita yang masih menyasak rambut Hana.

Hana yang tidak pernah bersinggungan dengan make up dan tidak pernah disanggul rambutnya, mendadak merasa pening karena sepertinya dia baru menyadari bahwa dirinya ternyata tidak bisa mentolerir wangi make up dan sasakan rambut.

"Ternyata disasak dan disanggul bikin pusing, ya, Mbak? Apalagi wangi hairspray, benar-benar bikin kepala saya tambah pening, Mbak" Ucap Hana ke MUA yang kini tengah meriasnya.

"Itu karena Mbak cantik ini tidak terbiasa disanggul dan dirias"

"Iya, Mbak. Saya sehari-hari cuma pakai bedak dan rambut cuma saya kepang biasa kalau nggak saya kucir kuda. Selain disasak dan merasakan sanggul yang berat, wanginya riasan juga bikin saya pusing, hehehehe"

"Kalau pengantin, ya, harus lengkap riasnya, Mbak dan harus wangi semerbak. Saya kasih saran, Mbak, biar tidak pusing, Mbak bayangkan calon Suami Mbak yang tengah menunggu di altar pernikahan. Tampan, gagah, sangat mencintai Mbak, dan tengah menunggu Mbak dengan senyum penuh damba"

Hana sontak tersenyum lebar dan membatin, Kak Aric memang tampan dan gagah. Tapi, mencintaiku? Menungguku penuh damba? Benarkah?

"Nah, sudah selesai. Sekarang lihatlah wajah Mbak di kaca. Cantik sekali"

Hana tersentak kaget dari lamunannya dan mematung di depan kaca rias sambil bergumam, "I....itu sa.....saya, Mbak?"

MUA berwajah ramah dan cantik itu memegang kedua bahu Hana sambil tersenyum lebar dan berkata, "Iya, itu Mbak. Mbak, sangat cantik"

"Terima kasih sudah membuat saya secantik ini, Mbak" Sahut Hana dengan senyum lebar yang tulus.

Acara pemberkatan pernikahan Hana dan Alaric hanya dihadiri keluarga inti. Itu persyaratan dari Alaric dengan alasan Alaric masih belum siap memberitahukan ke semua teman dan koleganya kalau dia sudah menikah. Tapi alasan yang sebenarnya adalah Alaric merasa malu menikah dengan gadis culun yang masih berumur tujuh belas tahun dan tiga bulan lagi baru berumur delapan belas tahun. Saat Erica menyemburkan protes, Alaric beralasan Kalau dia sudah siap dia akan menyelenggarakan sendiri resepsi pernikahan besar-besaran. Erica hanya bisa mengangguk setuju karena bagi Erica yang terpenting adalah Hana dan Alaric menikah dulu. Yang lainnya bisa dipikirkan nanti.

Hana melangkah ke panggung yang sudah disulap menjadi altar pernikahan dengan gugup. Dia melangkah pelan dengan diapit Erica dan Dona. Hana tersenyum bahagia dengan debaran jantung abnormal saat dia melihat pujaan hatinya, pangeran tampannya, berdiri gagah di atas altar.

Hana kemudian berdiri di samping Alaric dan di depan Pendeta. Hana terus tersenyum bahagia, tapi Alaric sama sekali tidak tersenyum. Wajahnya tampak lesu dan muram.

Bahkan saat acara pemasangan cincin di jari manis Hana, Alaric tidak fokus dan membuat cincinnya menggelinding sampai turun dari atas altar.

Dona sontak bangkit berdiri dan berlari mengejar cincin itu dan berhasil menangkap cincinnya lalu segera membawa naik cincin itu ke altar dan menyerahkannya ke Alaric.

Alaric menerima cincin itu dan berkata dengan wajah datar, "Maaf" Lalu, dengan cepat Alaric memasangkan cincin itu ke jari manisnya Hana.

Hana menunduk menatap cincin pernikahannya dengan senyum merekah sempurna dan hati membuncah bahagia. Sedangkan Alaric masih saja memasang wajah lesu, datar, dan muram.

"Silakan mencium mempelai Anda, Tuan Alaric Klein"

Alaric Klein mencium singkat pipi Hana.

Jantung Hana sontak berdebar-debar dan senyum merekah di bibir merah, berjuta rasa bahagia memeluk hati dan raga Hana dan rasanya ingin terbang bebas ke angkasa.

Alaric Klein kemudian menoleh ke neneknya lalu berteriak, "Ayo foto!" Karena dia ingin segera pulang.

Setelah pemberkatan pernikahan dan sesi foto keluarga selesai, Erica berbisik ke Alaric, "Kenapa cemberut terus? Apakah kau tidak bisa melihat kalau Hana cantik sekali dengan riasan, kebaya dan sanggul modern? Nenek kasih kau Istri yang sangat cantik luar dalam, kok, malah cemberut"

Alaric refleks mencari sosok Hana.

Sial! Dia sangat cantik bahkan lebih cantik dari Amanda. Alaric terpana melihat Hana yang tengah tertawa bahagia menerima ucapan selamat dari keluarga inti dan barulah pria tampan itu menyadari bahwa Hana benar-benar cantik dengan riasan, kebaya, dan sanggul modern. Alaric spontan bergumam, "Dia sangat cantik dan anggun,Nek. Apa benar itu Hana? Di mana rambut keritingnya yang.......aduh!" Alaric menoleh kaget ke neneknya, "Kenapa Nenek memukulku?"

"Jangan hina rambut Hana. Besok Nenek akan bawa Hana ke salon dan membuat rambut Hana lurus"

"Yeaahhh, terserah Nenek saja. Kita sudah bisa pulang sekarang, kan? Aku capek banget, Nek"

"Baiklah. Semuanya sudah beres. Kamu bawa Hana pulang ke rumah kamu. Nenek dan Dona masih ada urusan"

"Hah?! Rumahku? Aku dan Hana tidak tinggal bersama dengan Nenek lagi?"

"Iya, nggak, lah. Kamu sudah menikah. Ngapain tinggal sama Nenek"

Yes! Berarti aku tidak perlu setiap hari bersandiwara mesra di depan Nenek. Aku bisa sesuka hati memperlakukan Hana di rumahku sendiri. Yes! Alaric menyeringai senang.

"Tapi, Nenek pasang Nyonya Janet di sana. Kamu jangan macam-macam sama Hana. Kalau kamu sampai menyakiti Hana, Nenek akan.........."

"Iya, Nek. Siap! Aric mana mungkin menyakiti Hana"

Sial! Kenapa ada Nyonya Janet segala, sih? Alaric menyeringai kesal.

Beberapa jam kemudian, Hana duduk di tepi ranjang dengan deg-degan. Dia belum pernah berada lama di kamar laki-laki sambil mendengarkan bunyi keran. Alaric sedang mandi di kamar mandi.

Ternyata seperti ini rasanya setelah menikah. Pusing dan mual karena wangi riasan, beratnya sanggul, dan wangi bunga melati. Hana menyentuh sanggulnya.

Sanggulnya Hana dihiasi penuh bunga melati asli.

Lalu, Hana merasa deg-degan karena tidak tahu harus melakukan apa setelah pernikahan dan dia was-was kalau-kalau dia melakukan kesalahan.

Hana menarik napas panjang lalu menghembuskannya pelan untuk mengurai ketegangannya.

Kemudian gadis berwajah ayu khas putri Jawa itu berjalan pelan ke meja rias. Dia mengangkat kedua tangan untuk melepas sanggulnya, "Aduh! Kenapa susah sekali dilepas? Apa aku minta tolong Nyonya Janet saja, ya?"

Hana bangkit berdiri dan saat dia hendak beranjak dari depan kaca rias, terdengar suaranya Alaric, "Mau ke mana?"

Alaric keluar dari dalam kamar mandi hanya bertelanjang dada dan memakai celana kolor.

"Ah, ini, Kak....emm......" Hana mengentikan ucapannya. Dia kesulitan menelan air liurnya saat dia melihat rambut basah Alaric dan dada bidang pria tampan yang berdiri tegak di depannya.

Hana langsung berbalik badan dengan debaran jantung abnormal. Lalu, dia berkata, "Kakak kenapa nggak pakai baju?"

Alaric menunduk dan sontak membuka lemari untuk mengambil kaos dan bergegas memakainya sambil berkata, "Aku sudah pakai kaos"

Hana berbalik pelan lalu berkata, "Aku mau keluar, minta tolong sama Nyonya Janet untuk melepas sanggulku ini, Kak. Ternyata sanggupnya sangat sulit dilepas"

"Duduk! Aku akan bantu kamu melepasnya"

Hana duduk lalu dia menatap Alaric dari kaca rias. Dia semakin deg-degan saat Alaric memegang pucuk kepalanya dan mengambil tiap jepit rambut yang menggigit sanggulnya Hana dengan hati-hati dan telaten.

"Kalau sakit bilang" Ucap Alaric tanpa mengalihkan pandangan dari sanggulnya Hana.

Hana menggeleng pelan senyum merekah.

"Oke. Sabar, ya, emang sulit nih. Banyak sekali jepit rambutnya. Sabar"

Hana mengangguk pelan dengan senyum bahagia.

Kak Aric memang baik sejak dulu. Batin Hana.

Hana kemudian teringat masa kecilnya. Saat dia masih berumur enam tahun. Ketika dia masuk pertama kali ke rumah neneknya Alaric, dia ketakutan, terus berada di gendongan dan memeluk erat leher ibunya. Suara Alaric, "Ayo turun! Aku punya mainan yang asyik untuk kamu," membuat Hana mau turun dari gendongan ibunya dan mau bermain dengan senang hati. Alaric saat itu masih berumur tujuh belas tahun.

Lalu, saat Ibu Hana repot tidak bisa mendaftarkan Hana sekolah, Alaric yang melakukannya. Lalu, saat Ibu Hana kembali repot dan tidak bisa menemani Hana ikut lomba lari berpasangan, Alaric yang melakukannya. Lalu, saat Ibunya Hana kembali menatap Hana dengan perasaan bersalah karena tidak bisa mengambil raportnya Hana, Alaric yang melakukannya.

Hana tersenyum menatap bayangan wajah tampan Alaric di kaca rias. Wajah pria yang dia cintai dalam diam selama ini, tampak sangat tampan saat serius melepas sanggulnya Hana.

"Nah, sudah"

Suara Alaric membuyarkan lamunan Hana. Hana sontak berucap,"Terima kasih, Kak" Hana tersenyum dengan sorot mata penuh cinta dan kekaguman.

"Sekarang mandi sana! Setelah mandi kita bicara. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu"

Hana mengangguk dengan wajah semringah.

Alaric duduk di tepi ranjang sambil mengedarkan pandangan, "Sial! Nenek nggak naruh sofa di sini. Gue bakalan tidur di lantai, dong karena Gue nggak mau tidur seranjang dengan Hana. Canggung dan risih tidur sama perempuan yang selama ini aku anggap adikku sendiri"

"Kak......."

Alaric menoleh kaget ke asal suara lalu membeliak dan mematung.

Hana melihat kedua bola mata biru Alaric lalu menurunkan pandangannya ke jakun. Hana melihat jakun Alaric naik turun.

Pria tampan itu sontak kesulitan menelan air liurnya sendiri karena Hana berdiri di depannya dalam balutan lingerie seksi berwarna merah membara dan lekuk tubuh Hana terlihat sangat jelas.

Sial! Sejak kapan Hana memiliki tubuh sebagus itu? Batin Alaric sembari menelan kembali air liurnya.

Hana melihat jakun Alaric kembali naik turun. Lalu, Hana bertanya, "Kak? Kenapa diam saja?" Hana kemudian menunduk untuk melihat kakinya lalu dia memainkan jari jemari kakinya dengan hati deg-degan.

Nek! Astaga! Kenapa Nenek hanya menaruh lingerie di kamar ini? Kenapa Nenek tega menyiksaku seperti ini, hiks! Alaric mewek.

"Kak?" Hana masih menunduk dan masih memainkan jari jemari kakinya.

Alaric langsung melompat ke ranjang lalu memunggungi Hana dan meringkuk seperti udang sambil berkata, "Tidur! Aku capek"

Hana memandang punggung Alaric sambil berjalan pelan ke ranjang, "Kak, katanya mau bicara?"

"Besok saja. Aku capek mau tidur" Alaric langsung memejamkan matanya rapat-rapat sambil membatin, sial! Kenapa juniorku bangun,nih?

Hana menghela napas panjang lalu naik ke ranjang dengan pelan kemudian menarik selimut sampai ke leher. Lalu, Hana melirik Alaric dan mengulum senyum geli sambil membatin, Kak Aric lucu banget. Dia tidur menghadap tembok dan menempelkan keningnya di tembok. Seperti murid yang sedang kena hukuman gurunya, hihihihi.

Alaric memang menempelkan keningnya di tembok agar dinginnya tembok bisa menenangkan juniornya yang terus menegang.

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

lanjut kak

2024-04-05

0

Spyro

Spyro

Lah baru ngeh sama Hana nya?

2024-02-27

0

Spyro

Spyro

Astaga. Langsung besok gak tuh 😅🤣

2024-02-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!