"Airin bangun, kita sholat" suara khas orang bangun tidur terdengar ditelingaku. Dia menggoyangkan tubuhku supaya aku terbangun. "Airin mandi" perlahan aku membuka mataku dan benar. Ternyata aku sedang tidak bermimpi, pria tampan ini sekarang suamiku. Aku mengangguk kemudian membawa serta selimut yang menutupi tubuh telanjangku. Aku berniat membawanya ke kamar mandi.
"Hey, kamu nggak serius mau mandi pake selimut kan Rin?" tanyanya, bagaimana bisa dia tidak tahu malu begitu. Duduk di ranjang seperti bayi tanpa sehelai benang pun. Pipiku mulai panas, aku yakin pipiku juga merona merah.
"Kamu malu Airin?" mas Raihan mendekat dan aku memalingkan wajahku. Dia meraih dua bathrobe satu milikku dan satu milikknya. Ditariknya selimut yang saat ini memeluk tubuhku. "Pakai ini saja, hurry !" aku bergegas masuk ke kamar mandi. Aku memilih membasuh tubuhku dibawah kucuran shower. Mas Raihan merendam tubuhnya sejenak di bathub.
Dia menatapku dengan senyum penuh arti. Aku segera membalik tubuhku, meskipun terhalang kaca. Dia masih bisa melihat lekuk tubuhku jelas-jelas dari bathub. Aku menyelesaikan ritual mandiku kemudian berlari kecil keluar, tak lama kemudian mas Raihan menyusulku.
Aku mengeringkan rambutku dengan handuk, kemudian ku gunakan mukenahku. Mas Raihan juga menggunakan kemeja koko dan sarungnya. Kami sholat berjamaah.
Setelah selesai mas Raihan menyodorkan punggung tangannya dan aku menciumnya. Benar-benar suami tampanku ini mengagumkan sekali.
Aku melepas mukenahku dan melipatnya, kumasukan kedalam koper. Pagi ini kami harus kembali karena tidak mungkin menginap berlama-lama di hotel. Sedangkan rumah dan hotel jaraknya begitu dekat.
"Airin mau sarpan di hotel atau di rumah saja?" tanya mas Raihan. "Di rumah mas" entah mengapa aku merasa mas Raihan lebih sering mengajaku bicara dari pada biasanya. Apa mas Raihan sudah terkena virus bucin mantan janda kembang ini? hihihi
Mas Raihan mengajakku ke sebuah komplek perumahan elit. Mobil kami berhenti di Rumah besar berpagar tinggi. Dengan nuansa putih dan abu-abu tembok cat rumah besar itu sudah bisa ku tebak siapa pemiliknya.
"Airin mulai sekarang kita tinggal disini" ucapnya merangkul bahuku.
Aku mengikutinya jalan hingga masuk ke dalam rumah. Sudah ada Bhumi dua wanita paruh baya , satu perempuan seusiaku, 3 pria berusia 40 hingga 50 tahunan. Bhumi tersenyum manis padaku kemudian memperkenalkan orang-orang itu satu persatu.
"Ini bi Rinah dan bi Iin. Ini Sifa anaknya bi Iin. Ini mang Ujang, Pak Anto dan Pak Ari. Mereka semua pekerja disini. Nona tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah dalam bentuk apapun" Ucap Bhumi dengan senyum nakal andalannya. Dia melirik ke leherku sambil terus tersenyum , aku segera menyadari dan menutup leherku dengan tangan.
"Bhumi !" bentak mas Raihan. Tapi Bhumi tidak memperdulikan mas Raihan malah semakin menggodanya.
"Enak ya ?" tanya Bhumi menaik turunkan alisnya. Mas Raihan segera menendang kakinya kuat-kuat.
"Awwww" pekik Bhumi
"Airin masuk dulu, bi Iin antar Airin ke kamarnya"
"Baik Tuan"
Mas Raihan mengajak Bhumi duduk di ruang keluarga. Sementara aku meninggalkan mereka, aku menuju kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, bercat cream polos. Aku menyukainya, apalagi sudah disiapkan meja rias sebesar itu. Aku bakalan rajin dandan!
Tak lama kemudian mas Raihan masuk ke kamar. Dia meletakan kunci mobil di atas meja.
Kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang besar tempatku berbaring juga. Dia menatapku , tatapan penuh cinta. Hanya dalam angan-anganku !
Mas Raihan mengusap lembut pipiku dengan jemarinya.
"Mas ?"
"Hmmm?"
"Aku senang , terimakasih"
"Untuk?"
"Semuanya"
Mas Raihan menganggukan kepalanya kemudian menarikku kedalam pelukannya.
"Airin, jangan bosan untuk menggodaku. Mungkin itu satu-satunya cara agar aku tidak pernah berpikir untuk pergi darimu"
"Mas , aku akan merebutmu darinya!"
"Kamu sudah memilikiku Airin"
"Aku mau ini , hanya untukku ! (aku menepuk dadanya) Aku udah bilang kalo aku nggak suka berbagi milikku dengan orang lain" ucapku kemudian memeluknya erat. Sudah ku katakan setelah resmi menjadi istrinya aku akan memutuskan untuk mencintainya dalam keadaan apapun.
"Insha Allah Airin, bantu aku melupakannya"
"Mas kenapa pekerja disini banyak banget?"
"Aku nggak mau kamu kecapekan, ngurusin rumah sebesar ini" mas Raihan menatapku
"Sebesar apa mas?" aku mengernyitkan dahiku penasaran.
"Oh iya lupa, kamu belum liat sampai belakang ya. Nanti sore aja deh. Kamu istirahat dulu Rin" dia mengecup puncak kepalaku. Aku merasa mas Raihan telah menjadi orang yang berbeda. Sikapnya hangat padaku.
*******
Hari ini aku diminta kembali bekerja di KJ Group. Aku pun menyetujuinya selain aku menyukai pekerjaanku bisa sekalian mengawasi suamiku kalau-kalau ada bibit pelakor. Aku sendiri yang akan memberantasnya.
Setiap hari sebelum aku berangkat ke kantor, aku selalu melakukan panggilan video dengan Ibu mas Adam atau mbak Ayu. Meskipun aku sudah menikah lagi, aku harus tetap memantau perkembangan putriku. Dua hari lagi di sekolah Kinanti akan diadakan pentas seni, dan Kinanti si gembil itu diminta gurunya untuk menari berkelompok. Kinanti merajuk supaya aku hadir di acara tersebut, Kinanti tidak mau kalau Ibu atau mas Adam yang menemani.
Baiklah, jarang-jarang ada moment seperti ini. Tapi sepertinya aku tidak akan mengajak mas Raihan. Karena mungkin mas Raihan belum bisa menerima Kinanti sebagai putrinya. Mungkin.
Aku bekerja di kantor seperti biasa, meskipun mas Raihan sekarang adalah suamiku. Aku tetap harus menghormatinya sebagai atasanku. Mas Raihan memang suamiku tapi untuk hal-hal pribadi dia belum sepenuhnya terbuka kepadaku. Bahkan setiap bersamaku dia terkesan menyembunyikan ponselnya dariku. Mungkin karena kejadian malam pertama itu aku merebut ponselnya. Dia juga tidak berani menyentuh ponselku, ya mungkin karena itu tadi. Padahal ponselku tidak ada rahasianya.
Jam makan siang setelah sholat aku turun ke lantai dasar menuju ruangan HRD Bu Ria. Aku sudah biasa dengan tatapan tajam para karyawan , mungkin mereka menyangka diriku menggunakan pelet atau guna-guna pada mas Raihan. Aku mengetuk pintu ruangan bu Ria. Bu Ria mempersilahkanku untuk masuk.
"Eh pengantin baru, gimana-gimana mau sharing masalah ranjang?" tanya Bu Ria tanpa malu-malu padahal disitu dia satu ruangan dengan dua pria lainnya. Aku diam tidak menjawab.
"Eh kok pipinya jadi merah kayak tomat gitu, saya bercanda Jingga" kedua pria tersebut tampak menahan tawanya. Aku mengacuhkannya kemudian bicara bisik-bisik pada bu Ria mengutarakan maksudku.
"Loh kamu mau ijinnya berapa hari? cuma 2 hari kan. Lagian kenapa nggak bilang sama Pak Raihan saja? Kan nggak perlu langsung kesini gitu." Ucap bu Ria sambil mengunyah risolesnya.
"Udah pokoknya saya mau ijin bu hehe. Ini urusan keluarga saya dirumah, saya juga nggak enak kalo mau izin lewat pak Raihan. Nanti dikiranya saya ngelunjak lagi"
"Emang kalo udah suami istri gitu ada urusan keluarga sendiri-sendiri ya? Jangan bilang suami kamu eh maksudnya bos kita belum bisa menerima keluarga kamu? Atau putri kamu si gembul itu?"
Bener bu bener banget, dia belum belajar mendekati Kinanti sampai sekarang.
"Ah bukan gitu" Aku menggaruk bagian belakang leherku yang tiidak gatal.
"Ups maaf Jingga, itu kan privasi ya. Jangan dijawab ya saya nggak serius sama pertanyaan saya. Jadi pulang kerja kamu langsung ke tempat ibu kamu ya?" Aku mengangguk pelan .
"Yasudah , jam makan siang sebentar lagi habis. Makan gih" Ucapnya tersenyum kecil
"Oke bu makasih ya" Aku mengedipkan sebelah mataku.
Aku jelaskan sekali lagi, aku dan mas Raihan memang suami istri. Tapi seperti yang tadi aku katakan bahwa dia belum terbuka sepenuhnya denganku. Bahkan sering keluar rumah tanpa bicara terlebih dahulu. Aku hanya istrinya di ranjang dan meja makan. Terkadang aku keluar rumahpun dia tidak menyadarinya. Suatu malam dia tidak pulang , aku memberanikan diri bertanya. Katanya dia tidur di apartemen. Oke baiklah, aku hanya ke rumah ibu. Dia tidak akan mencariku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments