Sore ini aku berbelanja ke supermarket sesuai dengan perintah pak Raihan. Aku benar-benar belanja untuk memenuhi kulkasku saja. Hubungan kami bertiga, Aku , Pak Raihan dan Bhumi semakin dekat. Bahkan sesekali kami bergurau, membicarakan hal tidak penting. Hanya saja, sifat garang pak Raihan memang sulit hilang. Apa dia selalu begitu pada semua orang?
"Airin , apa kamu ada waktu nanti malam?" Tanya pak Raihan sambil berjalan ke arahku. Saat ini aku sedang berada di meja kerjaku.
"Ada yang bisa saya bantu pak?"
"Mami ingin makan malam"
"Lalu apa hubungannya dengan saya?"
"Hmmm bagaimana mengatakannya ya? Mami ingin makan masakan kamu."
"Apaaa!!!??"
"Jangan kencang-kencang Airin! saya tidak tuli" pak Raihan menajamkan matanya
"Kenapa bisa mami anda? itu.. a.."
"Sepertinya Bhumi yang mengatakannya kalau aku sering sarapan dan makan malam dirumah kamu" Pak raihan menggaruk belakang lehernya dengan tersenyum kecut. Entah gatal benaran atau tidak hanya dia dan Tuhan yang tahu.
"Aduh pak , saya malu"
"Bersikaplah seperti biasa Airin, lagi pula hanya makan malam. Kali ini di apartemenku ya" Aku tidak ada pilihan lain selain menuruti pak Raihan. Baiklah aku akan memasak untuk Mami anda bapak Raihan yang terhormat.
Kami pulang lebih awal, pak Raihan memberiku tumpangan seperti biasa. Diperjalanan dia sedikit berbeda, dia tidak mengajaku bicara. Aku mengacuhkannya, mungkin ada sesuatu yang mengganggunya. Aku tidak berani bertanya. Jujur saja Pak Raihan terlihat lebih tampan jika diam begini, daripada saat dia sedang marah-marah.
"Airin cepat mandi dan masak. Yang banyak!"
"Hah? memangnya saya memasak untuk berapa orang pak?"
"Sudahlah jangan banyak tanya, masak aja yang banyak. Saya masuk dulu"
Aku segera melaksanakan perintah pak Raihan. Aku mandi lebih cepat dari biasanya. Aku mulai memotong dan memilah bahan yang akan ku masak sehabis maghrib nanti, aku ingin semuanya hangat dan fresh.
Selesai dengan aktivitasku, aku menelfon Bhumi untuk membantuku membawa semua makanan ini ke apartemen pak Raihan.
"Apa saja kali ini ?" Tanya Bhumi sambil memandangi meja makan yang dipenuhi piring hias berisi banyak lauk.
"Cumi crispy, chicken saus asam manis, yang itu cah kangkung, tempe goreng tepung. Beef teriyaki, udang saus padang, tumis tauge. Oh iya yang ini nugget ayam. Ayo pak bantu bawa sekarang. Saya ganti baju dulu" aku bergegas ke kamar, merapikan rambutku, aku menggunakan pakaian yang sedikit santai namun rapi. Rok navy dengan panjang se betis dan kaos polos putih lengan panjang. Aku tidak menggunakan riasan tebal , aku hanya menggunakan liptint untuk menambah kesan segar di bibirku.
Aku langsung menuju apartemen pak Raihan, aku menekan belnya. Kemudian seseorang membuka pintu dan walaaaa
Ramai sekali ! Apa-apaan ini ? Sepertinya aku harus kembali. Ini bukan acaraku, aku segera membalikan tubuhku dan pak Raihan menahan lenganku.
"Airin masuklah" bisiknya pelan di telingaku
Aku menurutinya mengikuti langkahnya, tangan Pak Raihan masih memegangi lenganku. "Duduk disini" Ku lihat Zayn tersenyum penuh arti padaku. Ada apa sebenarnya? Maminya sepertinya sedang menahan senyum.
"Jingga, kenalkan ini papinya Raihan. Papi Sulaiman, yang ini Zayn kembaran Raihan . Dan ini si bontot Delisa" Kata mami sambil mengembakan senyumnya.
"Halo tuan, dokter Zayn. Dan nona Delisa ?" aku menyapa mereka dengan gugup. Aku tidak tahu maksud dari semua ini. Apa ? Apa tidak ada yang akan menjelaskannya padaku? Mereka tersenyum ramah padaku. Melihat Delisa aku mendadak kangen Muhammad. Sepertinya mereka seumuran.
Aku dipersilahkan duduk dan kami mulai menyantap makanan yang sudah terhidang. Mami Maryam terlihat menikmati ,begitu juga Zayn. Sesekali Zayn menyenggol kakiku dibawah. Jujur aku ingin sekali bertanya. Untuk apa makan malam ini?
Di sela makan, tuan Sulaiman menanyakan beberapa pertanyaan padaku.
"Siapa tadi.....aaaaa.. Jingga ya?"
"Betul tuan"
"Dulu kuliah dimana?"
"Di universitas xxxx tuan"
"Usia kamu berapa sekarang"
"Mau 25 tahun sebentar lagi tuan"
Pertanyaan macam apa ini? aku benar-benar tidak mengerti. Seperti wawancara kerja saja.
"Hmmm, apa pekerjaan orang tuamu?"
"Abah saya dosen di universitas xx , Ibu usaha catering dirumah kecil-kecilan tuan"
"Universitas itu di bandung ya?" tanya Zayn padaku
"Iya bang, eh dokter" Aku segera menutup mulutku karena kelepasan.
"Nggak papa Jingga, mami juga udah tau kita akrab" Zayn menepuk bahuku
"Kok gue nggak tau?" Pak Raihan memicingkan matanya
"Lo kan nggak nanya bang" Jawab Zayn santai, kulihat rahang tegas pak Raihan mengeras. Hal seperti itu saja membuatnya kesal? dasar pemarah !
"Yasudah, kapan bisa pertemukan kami dengan orang tuamu?" Ucap tuan Sulaiman membuatku membuka mulutku lebar-lebar. Aku benar-benar tidak tau ini tentang apa. Apakah ada masalah yang harus sampai ditelinga orang tuaku?
"Maaf tuan ,ini soal apa ya?"
"Saya mau melamar kamu untuk anak saya"
"Uhuk, uhuk .." Bhumi dan Raihan tersedak bersamaan. Wajahku langsung pucat pasi. Benar-benar tidak lucu candaan ini !
"Papi kalo ngomong jangan sembarangan ! Raihan sudah ada pilihan sendiri" Pak Raihan terlihat sangat emosi pada ucapan tuan Sulaiman.
"Siapa ? Felicia ? Raihan, cari yang seiman. Tidak usah membuat gaduh keluarga. Orang tuanya juga tidak merestui hubungan kalian"
Zayn dan mami Maryam terlihat biasa saja, mereka tidak terkejut sama sekali. Sepertinya ini memang sudah direncanakan.
"Baiklah, tapi bukan Airin. Raihan tidak mencintainya pi" Raihan meremas gagang sendoknya. Dengan wajah teramat kesal.
"Raihan !" Mami mengeraskan suaranya.
"Mi, Raihan tidak mencintainya. Kenal saja baru kemarin, lagi pula dia bukan tipe Raihan" Terlepas dari mau tidak maunya. Apakah pak Raihan harus begitu menunjukan rasa tidak sukanya padaku. Aku menyadari siapakah diriku. Seharusnya pak Raihan tidak perlu semarah itu.
"Maaf Tuan, nyonya, yang pak Raihan katakan itu benar. Tidak mungkin dia melamar orang yang tidak dicintainya. Saya juga sudah ada calon. Maaf ya tuan , nyonya. Semuanya saya permisi" Aku segera bangun tanpa menyelesaikan makanku, entah apa yang membuatku merasa ingin menangis. Aku tidak ada perasaan apapun pada pak Raihan . Tapi mendengarnya menolaku secara terang-terangan membuatku merasa terhina.
Aku masuk kedalam apartemenku, ku ambil ponsel dan dompet, kumasukan ke dalam tas kecil kesayanganku. Aku tidak mau terlihat menyedihkan disini. Aku harus pergi mencari udara segar. Sebaiknya aku juga mencari tempat tinggal lain, supaya tidak menambah masalah baru.
Aku berjalan melewati koridor, menuju lift dan turun ke lantai dasar. Aku berjalan ke tepi jalan, menghadang taksi yang lewat. Sekarang aku sudah di dalam taksi. Sebenarnya aku tidak tahu tujuanku kemana , tapi aku memutuskan untuk menghubungi Dina. Dina mengirimiku alamat rumahnya. Aku meminta supir taksi untuk mengantarkanku ke alamat tersebut.
Sesampainya disana, ku lihat Dina sedang menungguku didepan rumahnya. Rumah dengan pagar setinggi 3 meter kurang lebihnya. Ini seperti istana bagiku, aku baru pernah menginjakan kaki di komplek elite seperti ini. Tak kusangka rupanya Dina berasal dari keluarga berada. Berbeda jauh denganku.
"Kak ayo masuk" Dina menyadarkanku dari lamunan. Aku benar-benar terpukau dengan kemewahan rumah Dina. Daripada menerka-nerka lebih baik aku bertanya padanya.
"Rumah kamu Din?"
"Bukan, rumah abang kak" Katanya sambil tersenyum ramah, aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah bak istana ini.
"Jingga hay" Apa? Bastian? sedang apa dia disini? atau jangan-jangan Dina adalah adiknya?
"Bas?" Aku menatapnya dengan tatapan bingung. Hari ini memang penuh kejutan !
"Nggak usah kaget gitu dong, Dina adek aku Jingga"
"Oh.. Aku nggak tau" Saat di kantor tadi berarti mereka pura-pura tidak saling kenal?
"Kamu beneran mau nginep Ngga?" Tanya Bastian dengan senyum liciknya. Membuatku mencebikan bibir. ckck
"Kayaknya nggak jadi setelah liat kamu ada disini deh Bas"
"Kak nginep aja nggak papa, besok kita bisa berangkat bareng loh" Dina membujukku, sebenarnya mengetahui kenyataan bahwa ada Bastian di tempat ini membuatku ingin membatalkan rencana menginap bersama Dina. Tapi mood ku sedang tidak baik , apalagi jika harus kembali ke apartemen.
"Mau tidurnya sama Dina apa aku Ngga?" Bastian menyilangkan tangannya tersenyum penuh arti ke arahku.
"Jangan mulai deh Bas !"
"Oke oke, Din main hape terus. Itu kesayangan abang diajak istirahat dong" Bastian menyenggol bahu Dina.
"Oh iya bang , yu kak"
Esok paginya aku bangun seperti biasa, aku melihat ponsel tidak ada tanda-tanda pak Raihan menghubungiku. Ah Jingga ! apa yang kamu harapkan.
Tapi Rupanya semalam Bhumi menelfonku sebanyak 8 kali. Namun karena ponselku dalam mode senyap. Aku tidak mengetahuinya.
Aku menelfon balik Bhumi "Assalamualaikum Jingga dimana?" To the point sekali orang ini . Aku menyukainya ! Dia orang yang seru, tidak menyebalkan seperti pak Raihan.
"Waalaikumsalam pak Bhum, saya nginep di rumah temen"
"Jadi pagi ini nggak ada acara breakfast dong?"
"Libur dulu ya pak, saya lagi nggak mood. Hehe"
"Baiklah, butuh jemputan?"
"Enggak pak, saya ada temen kok"
"Yasudah sampai ketemu di kantor ya Jingga, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Dina keluar dari kamar mandi kemudian memberikan handuk padaku. "Mandi kak, bau" Katanya menggodaku
"Bau apaan Din?"
"Bau bau kesedihan kak . Hahahaha" Dina terbahak sambil melenggang keluar kamar.
Aku mencebikan bibirku kemudian masuk ke kamar mandi.Seusai mandi, aku sarapan di meja makan bersama Bastian dan Dina. Dina meminjamkan baju kerjanya untukku.
"Ngga, aku anterin ya. Dina nggak ke kantor loh, jadwal dia di lapangan hari ini" Aku langsung melirik ke arah Dina, memastikan kebenarannya.
"Iya kak, gue lupa bilang haha. Kakak berangkat sama bang Bastian aja ya." Katanya sambil melahap sepotong sandwich.
"Din , aku penasaran. Kamu orang kaya kok kerja di KJ Group cuma jadi kepala marketing. Kenapa nggak kerja di tempat orang tuamu aja?" Sambil memotong-motong sosis sapi di piringku.
"Gara-gara abang tuh kak. Dia bilang gue harus cari pengalaman kerja dulu. Merintis dari nol , jadi ob kek jadi apa kek. Sialan daripada gue malu kerja jadi karyawan biasa di perusahaan papa sendiri. Mendingan gue nglamar di tempat lain. Jangan ada yang tau soal gue di kantor ya kak. Ini rahasia diantara kita, oh iya satu lagi si Fia udah gue kasih tau" Dina mengangkat kelingkingnya tanda pengikat janji, aku pun menyetujuinya.
Berarti kemarin siang mereka memang bersandiwara di hadapanku. Pura-pura tidak saling kenal. Dasar !
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments