Pagi-pagi aku dikejutkan dengan dering ponselku yang hampir membuat telingaku pecah. Aku lupa mengaktivkan mode silent. Aku melihat ke arah Kinanti yang masih tidur pulas. Dia benar-benar seperti mas Ridho. Kalau belum jamnya bangun, dia tidak akan bangun meskipun ku goyangkan tubuhnya beberapa kali.
Aku segera meraih ponselku kemudian menjawab panggilan yang rupanya dari pak Raihan.
"Kenapa lama sekali? Sejak kapan kamu merubah password? Kami sudah di depan pintu. Bukalah, kami sudah kelaparan menunggumu dari tadi"
"Assalamualaikum? pak saya pulang kerumah Ibu. Maaf tidak memberi tahukan terlebih dahulu. Lagipula ini hari minggu pak"
"Seharus kamu bilang dari kemarin , sudahlah. Lupakan"
Tut tut tut
Pak Raihan marah? dia mematikan telfonnya seperti itu. Aku segera ke kamar mandi melakukan aktivitasku. Dan siang ini rencananya aku akan mengajak Kinanti ke mall dekat rumah kami.
"Tante boleh Abi ikut?" Tanya Abi anak mas Adam
"Boleh dong, semuanya boleh ikut"
"Ibu sama Abah dirumah saja ya nduk, Ibu ada pesenan kue lumayan banyak. Butuh bantuan abah juga" Kata Ibu sambil menguncir dua rambut Kinanti.
"Mba juga nggak ikut ya dek, biar mas Adam nemenin kalian. Mba mau bantu Ibu" Ucap mba Ayu
"Baiklah , ayo semuanya kita berangkat"
Di dalam mall, setelah anak-anak puas bermain game. Mas Adam mengajaku untuk makan di salah satu resto milik artis yang ada di dalam mall.
Aku memesan makanan untukku dan Kinan , Mas Adam juga memesan untuk Abi. Di sela gurauanku , aku melihat wanita di sebrang sana. Seperti tidak asing wajahnya, aku segera mengambil ponselku dan membuka camera. Aku zoom wajah wanita yang sedang beryelayut di lengan seorang pria. Rupanya benar dugaanku itu adalah Felicia. Aku segera memotretnya beberapa kali kemudian ku masukan lagi ponselku ke dalam tas.
"Bunda lihat apa?" Tanya Kinanti dengan wajah menyelidik, sok serius seperti orang dewasa. Kalau sudah begitu bukannya menjawab malah aku ingin tertawa. Rasanya baru kemarin aku melahirkannya tapi sekarang dia sudah sebesar ini , malah sering kali dia mengkritik sesuatu yang tidak disukainya dariku.
"Bunda ? Bunda kok diem ? Kenapa senyum-senyum ? Apa bunda kesurupan ?" Aku terkejut dengan pertanyaan Kinanti.
"Apa ? Kesurupan? emangnya Kinan tau apa arti kesurupan ?"
"Kata mas Abi, kalo ada orang senyum-senyum kaya bunda tadi. Berarti itu kesurupan" Jawaban polos Kinanti membuatku dan mas Adam tertawa. "Hahahaha Kinan ada-ada saja. Sudah ayo ini makanannya dimakan nanti keburu dingin" Mas Adam menyodorkan makanan pesanan ku dan Kinanti.
*******
Esok harinya, aku mengecupi pipi gembil Kinanti sebelum meninggalkan rumah. "Abah, Ibu Jingga berangkat dulu"
"Hati-hati ya nduk, Adam kamu juga hati-hati" Kata Abah dan Ibu.
"Iya bu, Assalamualaikum" Pamit kami kemudian mas Adam melajukan mobilnya menuju kantorku terlebih dahulu.
Aku sampai di kantor tepat waktu. Di lobi aku bertemu dengan Bastian. Dia menyapaku, kemudian mengajaku makan siang jam istirahat nanti. Rasanya aku tak memiliki alasan untuk menolak.
"Baiklah bas, sampai nanti"
"Jingga tunggu, kamu nggak penasaran kenapa pagi-pagi aku ada disini?" Bastian mencegahku meninggalkannya dengan meraih tanganku lembut.
"Kenapa Bas memangnya?"
"Lupain deh, nanti siang aku kesini lagi. Bye Jingga" Dia berlalu meninggalkanku meninggalkan senyum manisnya. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. "Lagi kenapa sih dia?"
Beberapa menit kemudian aku sampai di mejaku. Aku melepaskan blazer yang ku kenakan kemudian menyampirkannya di kursi. "Jingga, pulang kampung ya?" Bhumi menghampiriku sambil meletakan teh di mejaku.
"Pulang kampung? Nggak lah pak. Masih di Jakarta kok. Oh iya ini buat saya?" Aku menanyakan teh yang baru saja dia letakan di mejaku.
"Iya buat kamu, Jingga kamu udah pernah ketemu Felicia?"
"Udah , jangankan non Feli, anjingnya saja saya udah pernah ketemu pak. Hahaha"
"Hahahaha, pekerjaan yang mudah tapi paling malas saya lakukan. Jika berurusan dengan chaca"
"Kenapa pak?"
"Nggak suka aja, sama anjing. Terlebih kalo nggak sengaja kena liurnya. Bikin repot kalo mau ibadah"
"Loh? kemaren saya bisa bawanya pak. Saya pake sarung tangan latex buat pegang talinya. Chaca saya biarin jalan aja"
"Nggak kepikiran sampai situ saya hahahaha, besok-besok kandangin aja lah. Lagian ribet banget pak Raihan. Pacarnya lebih milih anjing kok masih mau aja" Aku baru melihat Bhumi tertawa lepas saat membicarakan hal tidak penting seperti ini.
"Lebih milih anjing?"
"Waktu itu makan malem, kebeneran saya jadi obat nyamuknya"
"Tunggu? Hahahahaha. Lanjut pak" Bhumi mendengus kesal mendengar tawaku. Habisnya lucu hahahaha
"Saya nggak sengaja denger kaya gini kira-kira obrolannya. Kamu bisa nggak, jangan pelihara anjing. Biar kalo aku main kerumahmu tenang."
"Terus gimana pak?"
"Aku lebih baik putus daripada harus kehilangan anjing-anjingku ! Bilang gitu coba , mana habis itu ngambeknya sampe seminggu. Saya juga kan yang repot" Aku hanya manggut-manggut mendengar ceritanya.
"Apa nggak papa pelihara anjing banyak-banyak kayak gitu? Di umbar dirumah ya pak?"
"Diumbar Jingga, makanya bos kamu nggak pernah mau main lagi setelah tau rumahnya banyak anjing. Kalo muslim mungkin nggak bakalan gitu ya. Paling mentok pelihara ya buat jaga ternak, keamanan, pokoknya nggak buat diumbar dirumah deh" Jelasnya lagi , aku mengernyitkan dahiku tidak mengerti dengan perkataan Bhumi. Apa Felicia non muslim?
"Kenapa ? Kaget ya? dia non muslim Jingga. Makanya mami nggak merestui hubungan mereka. Meskipun Raihan bilang kalau Felicia rela jadi mualaf. Mami nggak percaya katanya" Ucapnya lagi, membuatku tercengang. Jadi ini cinta beda agama? menarik sekali.
"Apa saya membayar kalian untuk bergosip?" Suara yang sangat ku kenali menghentikan keseruan obrolanku dan Bhumi. Aku menundukan kepalaku dan Bhumi mengikutinya masuk. Dia melambai ke arahku tanpa menatap . Aku tahu maksudnya.
Jam istirahat sudah tiba, aku segera melaksanakan ibadahku di ruangan pak Raihan dan berjamaah seperti biasa. Kali ini Bhumi menjadi imamnya. Selesai itu aku langsung bergegas keluar , menaiki lift, kemudian menuju ke kantin.
Ku lihat Bastian melambai ke arahku, dan juga geng pejuang receh . Mereka duduk di meja yang berbeda ,aku jadi bingung harus menyapa siapa terlebih dahulu. Akhirnya ku putuskan menyapa Bastian dan mengajaknya bergabung bersama teman-temanku.
"Kak? apa kakak selalu dikelilingi pria-pria tampan ?" Tanya Fia dengan wajah polosnya. Aku mengernyitkan dahiku "Apa maksudnya?"
"Iya, apa kakak tidak sadar. Pak Raihan tampan, Pak Bhumi tampan, Dokter Zayn tampan. Dan yang ini , ini siapa kak" tanya Dina sambil menaik turunkan alisnya menggerakan dagunya ke arah Bastian.
"Oh iya kenalin, ini Bastian. Teman kampusku dulu" Bastian berjabat tangan dengan kedua temanku.
Kami makan sambil sesekali bicara.
"Ngga, Kinan apa kabar?" Tanya Bastian
"Baik" Aku menjawabnya singkat karena aku malas dengan pertanyaan Bastian selanjutnya. Pasti tidak berubah !
"Kamu belum nemu pengganti yang pas buat jadi Ayah sambung Kinan?" Aku sudah menduga pertanyaan pamungkasnya. Aku meletakan garpu dan sendokku di meja sampai mengeluarkan sedikit suara.
"Bas, udah berapa kali aku bilang. Aku nggak bisa ! Jangan rusak pertemanan kita" tanpa sadar aku mengeraskan rahangku. Baru pernah aku semarah ini pada Bastian. Walaupun dia belum pernah menyatakannya secara langsung tapi aku menyadari dari sikapnya. Dia menyukaiku ! sangat jelas. Fia dan Dina melongo tak percaya dengan apa yang terjadi di hadapan mereka, keduanya berpura-pura mengacuhkanku dengan cara melahap makanan mereka buru-buru.
"Oke oke Jingga, calm down. Kita lanjut makannya ya" Bastian menenangkanku padahal aku tahu wajahnya memancarkan aura kesedihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments