Bogem mentah

Pagi ini begitu cerah, matahari masih malu-malu untuk menampakan sinarnya. Setiap pagi sebelum berangkat kerja, aku dan putriku melakukan panggilan video.

Awalnya ku kira aku akan merasa kesepian tinggal di tempat baru, ternyata tidak.

Aku memiliki teman baru dan geng pejuang receh di kantorku.

Kata penyemangatku pagi ini adalah, Kinan sayang bunda. Aku ingin segera berjumpa dengannya aku rindu rumah beserta seluruh penghuninya.

PEJUANG RECEH 11 PESAN :

Fia : Kak Jingga berangkat nggak nih?

Dina : Berangkat dong kak ☹ kita kangen nih.

Fia : Semoga aja udah sehat ya kakak asuh kita Din.

Dina : Hahaha kakak asuh? anak keleus.

Fia : Kan dia bukan anak kita Din. 🤣

Dina : Mau di jemput nggak nih kakak asuh?

Fia : Emang tau kak Jingga tinggal dimana?

Dina : Tau dong, di apartemen xxxx. 😋

Fia : Loh kok aku nggak tau? 😭😭

Dina : Hahahaha. makanya nanya dong Fi.

Fia : Yaudah gih jemput 🤭

Aku senang memiliki teman-teman seperti mereka, baik dan apa adanya. Akupun membalas chat grup tersebut.

Aku : Din beneran mau jemput ? lumayan ngirit ongkos. Hahahaha 🤣🤣🤣

Dina : Baiklah kakak asuh, on the way. Tunggu di basement.

Aku bersiap-siap, kali ini rok span berwarna mocca dipadukan dengan blouse putih dan heels hitam setinggi 11cm jadi pilihanku. Aku mengikat rambut panjangku agak tinggi, kemudian meraih tas kecilku dan menuju basement.

Tin Tin , tepat dihadapanku Dina berhenti.

"Mobil kamu Din?"

"Bukan, mobil abangku. Naik kak cepetan nanti telat"

Kami pun berangkat ke kantor. Dina menurunkanku di depan kantor.

"Kakak masuk duluan , aku mau parkir"

"Baiklah, terimakasih ya Din"

"Jingga" Ah rupanya bu Ria

"Yuk masuk" Kata bu Ria sambil menepuk pundakku.

"Bu saya duluan ya" Pamitku meninggalkan bu Ria.

Aku berlari mengejar pintu lift yang hampir tertutup.

"Udah penuh!" Kata seorang wanita yang berada di lift karyawan. Tiba-tiba ujung blouse ku dicubit, bagian kerah dan dia menarikku.

"Siapa sih" Aku menoleh cepat , ternyata Pak Raihan.

"Seharusnya kamu bilang kalau mau berangkat. Aku cari-cari kamu di kamar nggak ada" Ucap pak Raihan membuat seisi lift membelalakan matanya.

"Astaghfirullah pak" Spontan aku membekap mulutnya, menarik pak Raihan masuk ke dalam lift khusus presiden direktur.

"Kurangajar ! kamu nggak sopan Airin" Aku sudah tidak peduli lagi dengan kata-kata bosku ini.

"Bapak bikin saya malu, coba ulangi kata-kata bapak yang tadi. Lihat nggak seisi lift sampai melongo ? mereka pasti berpikir yang tidak-tidak pak sama saya" Aku menyilangkan tanganku di depan dada.

"Jadi kamu marah ? memang salahnya dimana ? bukankah yang saya katakan benar adanya?"

"Ya udah pak, terserah bapak"

Setelah ini usai sudah reputasiku di kantor, aku yakin orang-orang akan membuat gosip receh yang membuat namaku jelek. Semua ini gara-gara pak Raihan.

******

"Airin, priksa lagi berkas untuk meeting setelah istirahat"

"Meeting pak?"

"Jangan-jangan kamu lupa?" Pak Raihan sudah menatapku tajam dari mejanya.

"Astaghfirullah pak saya inget, Indolicious kan?"

"Ya sudah cepat, sebentar lagi jam istirahat"

Aku segera memeriksa berkas yang pak Raihan maksudkan, aku mengeceknya berulang-ulang. Alhamdulillah akhirnya selesai juga.

Aku merapikan kembali meja kerjaku dari beberapa lembar kertas yang berserakan, maksudku meja kerja sementara. Karena meja ini milik asisten pribadinya, Bhumi.

Aku segera menunaikan ibadahku, selesai itu aku turun menuju kantin untuk mengisi perutku.

Suasana di kantin begitu ramai, beberapa pasang mata memperhatikanku. "Itu kan ? pegawai baru yang dadakan jadi sekertaris dirut?"

"Selingkuhan kaleeeee, diem-diem udah tidur bareng aja tuh cewek"

"Lo tau gak ? Jendes tuh ! udah beranak pula"

Astaghfirullah, betapa menyakitkannya kata-kata yang mereka ucapkan. Mereka sengaja mengeraskan suara mereka supaya aku mendengarnya. Dina dan Fia mengejarku , aku melihatnya tapi aku mengabaikannya.

Aku malu, aku tak tahan ingin menangis. Saat ini tujuanku adalah toilet, tempat paling aman.

Masih di lantai yang sama dengan kantin , aku masuk ke salah satu pintu toilet. Ku tutup wajahku dengan tanganku. Aku menangis , menangis tanpa suara. Betapa hinanya aku di mata mereka. Padahal berita yang mereka dapat itu tidak benar. Mas Ridho !! Hanya nama itu yang bisa ku sebut ketika aku sedang menangis. Aku merindukannya, aku butuh perlindungannya. Suamiku mengapa kamu meninggalkanku? lihat apa yang terjadi setelah kamu meninggalkanku ! aku menyandang status janda dan dipermalukan.

"Siapa namanya nggun?"

"Si Jingga apa apa gitu yah. Kayaknya sih Jingga . gue pernah denger Fia manggil gitu ke dia."

"Nggak nyanyka yah, gue kira dia polos gitu. Tampangnya aja nggak cocok jadi simpenan"

"Iya , gue juga. Amit-amit deh cantik-cantik jadi simpenan. Wuek"

Lagi-lagi aku mendengarnya, dua perempuan itu sedang membicarakanku. Hey kalian ! itu fitnah. Ingin rasanya ku katakan pada mereka tapi apa mungkin mereka percaya?

Seperginya mereka aku kembali ke ruangan kerjaku, aku sudah tidak perduli lagi dengan rupaku sekarang.

Pak Raihan memandangiku. Aku mengacuhkannya.

"Kamu abis nangis Rin?" Aku menggeleng pelan, aku tidak ingin bicara dengan bosku. Aku sangat kesal padanya, kalau saja pagi tadi dia tidak bicara sembarangan, aku pasti bisa hidup tenang seperti biasa di kantor.

"Ke ruang meeting sekarang" Pak Raihan menelfon seseorang. Dia beranjak dari duduknya kemudian aku meraih berkas di meja. Aku mengikutinya dari belakang, kami berdua masuk ke lift. menuju lantai 55, entah kenapa pak Raihan tidak menggunakan ruang meeting yang berada di lantai yang sama dengan ruangannya.

Aku sengaja menjaga jarakku dengannya, ku biarkan dia lebih dulu masuk ke dalam ruangan.

Praanngggggg

Terdengar suara barang pecah di dalam ruangan, Aku segera berlari kecil. Melihat apa yang terjadi di dalam lewat jendela. Ternyata pak Raihan baru saja memecahkan guci besar yang ada di ruang meeting.

"Kalian bergosip? membicarakan sekertaris saya? Rupanya kalian sudah bosan bekerja disini. Siapa yang memulai gosip ini? Mulut kalian itu tidak cocok berada di perusahaan ini. Bagaimana kalau kalian semua saya pindahkan ke pasar saja? Jadi sales? Mau?"

Semua orang di dalam ruangan terdiam, mereka seperti ketakutan melihat kemarahan Pak Raihan.

"Airin kemari !" Serunya memanggilku, sesuai titahnya aku memasuki ruangan dengan wajah tertunduk.

"Duduk" Bagai kerbau yang dicocok hidungnya, aku menurut seperti biasa. Aku masih menundukan kepalaku. Aku benar-benar tidak berani untuk menatap orang-orang di ruangan.

"Dia ini sekertaris saya !!!! mau jadi pacar saya kek, selingkuhan saya kek, jadi istri saya kek. Itu urusan saya !!!! Kenapa kalian buang-buang waktu untuk membicarakan Airin ?????? Yang kalian bicarakan itu adalah dia dan saya. Secara tidak langsung kalian juga membicarakan saya !!!! paham kalian semua ?????!!!!!"

"Airin ingat wajah-wajah ini, kalau sampai besok kamu belum mendengar permintaan maaf dari mereka. Katakan padaku ! Ku pecat semua wanita penggosip ini" Tanpa sadar aku menangis , aku langsung lari dari ruangan meninggalkan pak Raihan. Entah kenapa masih malu untuk menghadapi mereka.

Aku menuju ruangan pak Raihan, ku raih tasku. Aku memutuskan untuk pulang ke apartemen lebih awal. Mentalku belum siap rupanya, aku lari berhamburan keluar kantor.

Rupanya di depan ada mobil yang ku kenali.

"Jingga!" Itu adalah mas Adam, aku langsung lari ke pelukannya.

"Hiks.. hiks mas.. huuuu"

"Kenapa? Ada apa?" Aku tidak bisa menjawab pertanyaan mas Adam. Lidahku terasa kelu, aku masih tidak terima dengan ejekan mereka. Sepertinya mentalku memang belum siap bekerja di perusahaan sebesar ini.

Mas Adam membawaku masuk kedalam mobil, aku mengajaknya ke apartemen tempat aku tinggal.

******

"Ada apa ? cerita sama mas" Sebelum menceritakan, aku sudah terlebih dahulu menenangkan pikiranku.

"Apa? Selingkuhan? Kurangajar sekali mereka? Kenapa bisa mereka tahu kalau kamu single parent?"

"Nggak papa mas, aku yang cengeng kok. Mungkin besok juga keadaan kantor bakalan membaik"

"Lagian kok bisa sih tiba-tiba aja kamu jadi sekertaris dek?"

"Aku nggak ngerti mas, aku cuma menuruti perintah aja"

"Kalo kamu nggak kuat kerja disitu, keluar aja dek. Di tempat mas lagi butuh staf administrasi. Kemaren bos nyuruh mas nyari orang"

"Mas ? tau nggak berapa gaji pertamaku?"

"Ya nggak lah dek, kan kamu belum cerita"

"48 juta bayar di muka"

"Astaghfirullah dek? Kamu kerja apa sebenernya?"

"Sebenernya gajiku cuma seperempatnya mas, tapi karena selama sebulan aku merangkap juga jadi asisten pribadinya makanya gajiku sebanyak itu"

"Dengan kata lain si asisten pribadi itu 36juta sebulan?"

"Enggak tau juga mas, mungkin bisa lebih dari itu karena kerjanya berat. Udah gitu mana dirutnya galak banget lagi mas" Kataku sambil mendengus kesal

"Ngomong-ngomong ini berapa dek sewanya?" Mas Adam mengedarkan pandanganya , memperhatikan setiap sudut apartemen.

"Gratis, ini fasilitas."

"Apa!!!!!?????? Kamu nggak curiga dek? Jangan-jangan ada maksud terselubung tuh dirut?"

Mas Adam melotot sambil berdecak pinggang, membuatku ketakutan saja.

"Nggak mungkin lah mas, Asistennya juga di sebelah kok. Penghuni 106" Kataku sambil membuka beberapa bungkus plastik yang mas Adam bawa.

Ting tong (Suara bel berbunyi)

Mas Adam segera mendekat ke pintu, kemudian menekan tombol speaker di sisi pintu sebelum membukanya.

"Airin? kamu di dalam kan? kamu jangan seperti ini tolong. Saya sudah mencari pemyebar berita hoax di kantor, besok saya pecat. Kamu jangan sampai berpikiran pergi bahkan resign ya Rin. Tolong, saya cape gonta-ganti sekertaris" Suara pak Raihan dari luar.

"Ini Raihan bos kamu?" Tanya mas Adam dan aku mengangguk. Mas Adam membukakan pintu untuk bosku.

"Loh kok? Airin kenapa kamu bawa laki-laki masuk ke apartemen saya? kamu tidak puas digosipi dengan saya?" Pak Raihan mengatakan hal tidak pantas itu berapi-api. Aku hanya membelalakan mataku tak percaya dengan apa yang barusan kudengar.

Buuuggggg... Mas Adam melayangkan bogem mentah ke wajah bosku. Aku segera berlari menghampiri pak Raihan.

"Bapak nggak papa?" Tanyaku sambil memapah badannya karena dia langsung jatuh tersungkur.

"Kamu nggak lihat ini?" Pak Raihan menunjukan darah segar di tangannya, darah itu berasal dari ujung bibirnya yang berdarah.

"Sini pak duduk dulu" Aku mengarahkan bosku ke sofa

"Mas Adam juga !!!!!" Teriakku pada kakak kesayanganku yang baru saja memukul pak Raihan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!