Saya akan menjaga anak ibu

"Airin masuk" Suara bariton yang ku kenali, aku sangat mengenalnya walaupun kami baru berjumpa beberapa jam saja. Aku menghapus air mataku sebelum akhirnya aku menoleh ke arah Pak Raihan.

Tak ada yang bisa kulakukan selain menurutinya, aku terlalu takut untuk menolak mengingat ikatan pekerjaan yang menjeratku saat ini.

Aku masuk dan duduk, kemudian memasang seat belt. Ku sandarkan kepalaku di kaca mobil mewah milik Pak Raihan, aku ingin memejamkan mataku. Aku lelah.

"Airin bangun" Suara pak Raihan menggugahku untuk segera membuka mata. Rupanya kami sudah tiba di apartemen. Kami turun bersamaan melewati lobi kemudian masuk ke dalam lift. Untuk apa pak Raihan mengantarku sampai ke dalam? sesampainya di lantai 7 aku langsung berjalan menuju kamar 105. Pak Raihan masih mengikutiku, mulutku yang tadinya bungkam akhirnya berani juga bertanya.

"Pak terimakasih sudah mengantar, cukup sampai sini saja" Kataku malu-malu.

"Maksudmu bagaimana Airin? Saya juga mau pulang" Pak Raihan melangkahkan kaki menuju pintu apartemen di sebrang milikku.

"Saya tinggal disini Airin, 108 ini milikku" Memalukan, aku menyesal telah mengatakan kalimat tadi pada pak Raihan. Bisakah ku tarik kembali? rasanya ingin sekali ku benamkan diriku di dalam inti bumi. Aku sangat malu ya Allah. Aku bergegas masuk ke dalam, aku lari berhamburan menuju pintu kamar. Kulepas satu persatu semua yang menghias tubuhku malam ini. Aku memilih setelan piyama tanpa lengan , hanya tali setebal jari kelingking sebagai pengait di kedua bahuku, celananya hanya sebatas paha saja. Ku urai rambut panjangku ke sisi ranjang.

Jujur saja aku sudah lama tidak menggunakan pakaian ini, mungkin ini kesempatanku menggunakan piyama sexy favorit Mas Ridho, aku merindukan Mas Ridho. Aku memeluk guling di hadapanku erat, aku kembali menangis. Andai saja mas Ridho masih ada, mungkin sekarang kami masih hidup bersama dan Kinanti memiliki seorang ayah sungguhan.

*******

Aku terlelap, dalam mimpiku aku mendengar bel apartemen berbunyi berulang. Aku merasa kedinginan, aku menggigil. Tiba-tiba sesuatu yang hangat kurasakan, dia menggoncang lenganku pelan.

"Airin, kamu sakit?" Aku tidak menghiraukannya, kubiarkan mata ini terus terpejam.

"Astaghfirullah" Ku tarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhku, apakah itu pak Raihan? Kenapa tidak sopan sekali masuk apartemenku bahkan samlai ke dalam kamar. Apa tadi Pak Raihan melihat tubuh indahku? Ya Allah maafkan aku, aku tidak salah. Itu Salahnya.

"Airin kamu belum menjawab pertanyaanku, kamu sakit? ini sudah jam 9, apa kamu tidak akan masuk kerja?" Tanyanya cemas, dia menempelkan punggung tangannya di keningku. "Demam" Ucapnya kemudian meraih ponsel keluaran terbaru dari sakunya.

"Assalamualaikum"

"...."

"Sibuk nggak lo?"

"...."

"Kesini sekarang, kamar 105. Sekertaris gue sakit"

Pak Raihan meletakan ponselnya di atas nakas samping ranjangku. "Saya kasih waktu 10 menit untuk bersiap, sebentar lagi adik saya datang memeriksa keadaanmu. Ganti pakaian yang lebih baik" Pak Raihan keluar dari kamarku, kulangkahkan kakiku pelan. Membuka lemari besar yang hampir kosong melompong, hanya sedikit bajuku yang terpajang disana. Ku raih setelan piyama serba panjang, ku ikat rambutku menjulang tinggi. Kemudian aku kembali ke ranjang tidurku. Kepalaku rasanya mau pecah, entah apa yang terjadi dalam semalam yang jelas pagi ini aku sakit. Aku merasa berdosa membiarkan pria masuk kedalam tempat tinggalku dan mendapatiku berpakaian seperti ini. Ya Allah aku malu, malu sekali.

Tak lama kemudian suara ketukan pintu menyadarkanku dari lamunan.

"Airin sudah?"

"Sudah pak" Pak Raihan masuk bersama seorang pria yang. Tunggu dulu? mereka kembar? wajahnya nyaris mirip 70%. Hanya saja tubuh pak Raihan sedikit lebih tinggi dari pada pria tersebut. Pantas saja nama perusahaannya Kembar Jaya , ternyata pemiliknya kembar. Pria itu sangat tampan, sama seperti Pak Raihan. Cocok sekali dengan kacamata dan jubah dokter yang dikenakannya.

"Halo? Namanya Airin ya?" Sapanya dengan senyum merekah di bibir merah itu. Tampan, sangat tampan sayangnya aku tidak pernah melihat senyum itu pada Pak Raihan. Kembarannya lebih ramah daripada Pak Raihan.

"Ya Dokter, biasa dipanggil Jingga" Ucapku

"Jingga? kenapa Jingga?" Tanyanya mengernyitkan dahi

"Airin Langit Jingga dok" Menyebutkan namaku membuat Zayn tersenyum.

"Nama saya Zayn." Dia memperkenalkan dirinya dengan ramah, aku hanya tersenyum kecil. Zayn mulai memeriksa, ketika dia hendak menempelkan stetoskop ke dadaku pak Raihan menghentikannya.

"Tunggu-tunggu , lo mau apa?" Dengan menaikan satu alisnya, membuat aku dan Zayn melongo.

"Ya mau priksa lah bang, ngapain emangnya?" Zayn menggeleng dengan menarik ujung bibirnya sedikit.

"Pusing banget?" Tanya Zayn padaku, sambil mengecek suhu badan setelah itu memeriksa tekanan darahku.

"Sakit dok bukan cuma pusing" Zayn mengangguk dengan senyum tampannya.

"Jingga, ini demam biasa kok. Nanti setelah minum obat bakalan membaik. Jangan lupa makan makanan yang bergizi, tekanan darah kamu rendah sekali. Minum air putih yang banyak ya. Kalau bisa sih kamu istirahat saja untuk hari ini" Dia menekankan kalimat terakhir sambil melirik sinis ke arah Pak Raihan. Seolah dia tahu bahwa bosku akan menyiksaku hari ini. "Karena kamu sekertaris Bang Raihan, obatnya gratis. Nanti saya suruh asisten saya antar kesini ya" Dia tertawa kecil sambil menyalamiku kemudian pamit. "Saya duluan, Assalamualaikum"

Serempak aku dan Pak Raihan menjawab "Waalaikumsalam" Pak Raihan yang dari tadi hanya berdiri memainkan ponselnya sekarang dia melirik ke arahku.

"Seneng kamu ya? bisa istirahat? jadi makan gaji buta." Ucapnya ketus

"Astaghfirullah pak, saya berangkat aja kalo gitu" Benar-benar tidak punya hati orang ini.

"Tidak usah, nanti kamu merepotkanku di kantor. Aku memesan makanan bergizi seperti yang Zayn bilang tadi. Memangnya kamu tidak pernah makan makanan bergizi? kenapa Zayn sampai menyuruhmu makan bergizi? Apa sih yang kamu makan?"

Pertanyaan macam apa itu bolehkah ku usir saja bosku ini? Menyebalkan sekali, tidak ada lembut-lembutnya.

"Saya makan paku, kadang juga bebatuan dan pasir pak. Beling juga saya makan kalau tidak ada pilihan lain" Ucapku datar sambil memiringkan tubuhku ke kanan.

"Apa kamu saudaranya Master Limbud ?" Tanyanya sambil memutar bola matanya malas. Jujur saja aku ingin tertawa melihat ekspresi Pak Raihan setelah mengatakan itu.

"Airin, kamu bisa tidak merubah penampilan kamu. Jangan pakai celana kalau ke kantor. Jelek banget" Gerutunya padaku , sejujurnya aku berniat membelinya ketika hari libur tiba. Ini kan pertama kali aku bekerja jadi aku tidak memiliki banyak persiapan seperti yang lain.

"Saya memang niatnya mau belanja pak, tapi sepertinya rencanaku berubah karena sakit" Aku masih tidak berani menatap wajah itu, apalagi dengan kejadian tadi. Dia melihatku menggunakan pakaian sexy. Andaikan waktu dapat kuputar kembali.

"Kalau diajak bicara itu lihat, tidak sopan" Pak Raihan sepertinya masih tidak menyadari bahwa aku terlalu malu untuk melihat dirinya.

"Saya malu pak"

"Oh yang tadi ya? Saya juga minta maaf. Lagian kamu saya pencet belnya berkali-kali tidak ada respon. Ya sudah saya masuk. Kenapa kamu belum merubah passwordnya?"

"Belum sempat pak"

"Baiklah, terserah mau dirubah atau tidak" Pasti dirubah lah pak, kalau tidak bisa repot saya.

Ting tong, suara bel apartemen berbunyi. Pak Raihan bergegas membukakan pintu. Detik kemudian dia memanggilku

"Airin, ayo makan" Sungguh tidak sopan, aku membiarkan bosku merawatku. Bagaimana kalau sampai kekasihnya tahu?

Perlahan aku menuruni ranjang, kemudian keluar kamar. Duduk di meja makan minimalis bersamanya, bersama bosku yang super temperamental.

Sajian makanan bergizi menurutnya rupanya seperti ini, ini sih bukan cuma bergizi tapi mewah pak.

"Ambil yang kamu suka" Perintahnya setelah dia meletakan secentong nasi di piringku, kemudian di piringnya.

Tiba-tiba dering ponsel mengejutkanku, ku raih ponsel itu dan ku lihat siapa yang menelfon.

Rupanya Ibu, melakukan panggilan video. Tentu saja aku tersenyum senang, ku swipe up tombol biru.

"Assalamualaikum nduk?"

"Waalaikumsalam Ibu"

"Loh kok masih pake baju tidur? kamu nggak kerja nduk?"

"Enggak bu, lagi nggak sehat"

"Lho, terus gimana?"

"Jingga gak masuk bu, jadinya nggak gimana-gimana hehehe"

"Sakit apa sih? kamu pasti telat makan ya? eh tunggu itu suara piring sendok. Kamu lagi sama siapa?"

Aku harus jawab apa ? bisa-bisa ibu berpikiran yang tidak-tidak. Aku tersenyum getir, bingung harus menjawab apa dan bagaimana.

Pak Raihan yang melihat mimik wajahku langsung menyambar ponsel di tanganku.

"Halo Assalamualaikum Ibu"

"Waalaikumsalam , kamu siapa?" To the point sekali ibuku.

"Halo bu. Nama saya Raihan, sekarang Airin sekertaris saya. Hari ini Airin sakit, makanya saya disini. Oh iya saya juga yang menolong Airin, kalau saya datang terlambat. Mungkin sakit Airin bakal tambah parah bu." Pak Raihan menjelaskan dengan ramahnya pada Ibuku. Aku baru pernah melihat senyumnya seperti itu. Mungkin dia selembut itu hanya pada orang yang lebih tua.

"Wah terimakasih ya Pak Raihan, saya kira bapak siapa. Kalau bisa jaga anak saya ya pak, biasanya kalau sakit di rumah saya yang merawat. Tapi karena Jingga disana sendiri mungkin saya bisa menitipkannya pada bapak"

"Ibuuuu!!!!" Aku sangat malu Ibu mengatakan hal tidak pantas itu pada bosku. Pak Raihan mengisyaratkan tangannya supaya aku diam.

"Kenapa nduk? memang sebaiknya ibu titip kamu sama siapa?" Ibu benar-benar begitu polos. Bu dia ini bosku bu, mana mungkin dia mau merawatku.

"Ibu tenang saja, saya akan menjaga anak Ibu sampai sehat" Dengan gampangnya pak Raihan mengatakan kata-kata menenangkan itu pada Ibuku. Aku merebut ponselku paksa dari pak Raihan ,setelah ibuku mengucapkan "Terimakasih ya pak"

"Ibu sudah dulu ya, Jingga laper mau makan. Nanti Jingga telfon ibu lagi. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam nduk" Apa itu? ibu senyum-senyum. Aku kesal sekali pada pak Raihan, aku mengabaikannya kemudian ku ambil rendang sapi yang ada di hadapanku. Aku mengunyahnya kasar-kasar tak kusangka rupanya aku menunjukan kekesalanku. Sampai pak Raihan bertanya

"Bukannya terimakasih" Ucapnya ketus, namun tidak menghilangkan sedikitpun ketampanannya.

"Terimakasih pak Raihan, terimakasih banyak"

Terpopuler

Comments

Hari Yanto

Hari Yanto

seperti nya pak raihan suka dh sama airin

2020-08-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!