Hari pertama kerja

"Terimakasih ya pak" ucapku setelah pak satpam menerima titipan koper besar miliku. Aku sangat lega pagi ini, mas Adam seperti super hero bagiku. Ah tidak, super hero nomor 3 setelah Abah dan almarhum suamiku.

Aku melangkahkan kakiku , masuk kedalam perusahaan besar di kota ini. Rasanya ? Dag dig dug yang pasti. Aku menuju ruangan bu Ria sesuai permintaannya semalam.

"Airin Langit Jingga? Bener ini namanya?" tanya bu Ria padaku

"Iya bu betul, panggilnya Jingga kalau dirumah" jawab ku dengan sedikit senyum.

"Baiklah Jingga, saya lupa memberi tahumu tadi malam. Kamu tidak jadi di tempatkan di bagian pengembangan dan perencanaan"

Hah? apa? terus aku kerja apa? jangan sampai jabatannya lebih rendah ya Allah.

"Karena, satu dan lain hal. Kamu dipilih menjadi sekertaris Direktur Utama. Siapa yang memilihnya? Yaitu saya sendiri. Karena Pak Dirut tidak suka wanita yang terlalu muda untuk dijadikan sekertarisnya" Ujar Bu Ria membuatku membulatkan mataku tak percaya Hah ? beneran?

"Aaa..." Belum sempat satu katapun keluar dari mulutku, Bu Ria memotongnya. Dia mengibas-ngibaskan telunjuknya , mengisyaratkan supaya aku diam.

"Jangan potong pembicaraanku! Sekertaris Pak Dirut resign lebih cepat dari dugaan. Alasannya? Karena dia sedang hamil muda, dan takut bayi nya kenapa-napa. Sebab? Pak Dirut memiliki temperamen buruk, itu juga alasan dirinya tidak mau memilih wanita masih terlalu muda untuk di jadikan sekertarisnya. Untuk merekrut yang baru? Tidak ada waktu lagi, Pak Dirut butuh sekertaris sekarang juga. Saya harap , kamu menjadi sekertaris yang tahan banting ya" ucapnya sambil menepuk-nepuk bahuku, Kenyataan yang ku terima pagi ini sangat pahit. Mendengar ceritanya saja sudah membuatku gemetaran , bagaimana jika aku berhadapan dengannya langsung. Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi sepertinya bu Ria masih ingin menjelaskan beberapa hal.

"Kebetulan, Asisten pribadi pak Dirut sedang cuti. MAKA !" Astaghfirullah kaget aku. Bu Ria menegaskan kata Maka? yang artinya akan ada beban baru untukku.

"Maka penjajahan di dunia harus di hapuskan, hehehe..... saya bercanda" Ya Allah bu Ria.. Aku mengusap dadaku lega.

"Eh jangan seneng dulu, asisten pribadi pak dirut sedang cuti. Maka kamu harus menggantikannya selama dia belum kembali. Tugas kamu? Merangkap pekerjaan keduanya, di kantor kamu menjadi sekertaris. Setelah usai jam kerja kamu menjadi Asisten Pribadinya pak Dirut yang artinya.. Kamu akan mengikutinya kemanapun dia pergi, mengurus kebutuhannya, dan lain sebagainya. Kamu hanya diperbolehkan pulang jika pak Dirut sudah mengizinkanmu"

Ya Allah aku mau nangis , pengin pulang. Jujur aku kesal sekali, pertanyaan yang tadinya akan ku lontarkan pada bu Ria buyar begitu saja setelah aku mendapat pernyataan tersebut.

"Gajimu 8x lipat lebih besar dari posisi yang awalnya akan kamu tempati. Semoga kamu betah ya, oh iya semoga kita juga bisa jadi teman baik. Semangat untuk anakmu" Bu Ria menyalamiku , tapi darimana dia tahu aku punya anak?

"Semalam saya follow instagram kamu, Saya cek semua postingan. Saya juga sudah mengetahui kamu single parent. Ya sudah ya Jingga mau saya antar ke ruangan Pak Dirut? Oh iya lupa kasih tahu namanya. Tengku Raihan Khairi pangil aja Pak Raihan" Akupun mengangguk, sungguh aku senang jika bu Ria benar-benar akan menjadi teman pertamaku di kantor. Sepertinya dia wanita humoris, lumayan bisa membuatku melepas penat.

Bu Ria memberiku kartu identitas, untuk masuk ke pembatas menuju lift. Hanya pemilik identitas yang bisa masuk melewati pembatas itu karena ada sensor yang harus kita lewati dengan menempelkan kartu identitas tersebut.

Aku memperhatikan Bu Ria dengan seksama, kami menuju lantai 59 tempat ruangan Direktur Utama dan Wakilnya berada.

Bu Ria mengetuk pintu ruangan tersebut, kemudian suara Pria di dalam memerintahkan kami masuk.

Bu Ria membuka pintu perlahan, dia berniat mengenalkan ku secara resmi pada Pak Raihan namun ditepisnya.

"Tinggal saja, biar saya tanya sendiri" Benar-benar seketika ruangan ini menjadi sedingin es. Bu Ria meninggalkan kami berdua di dalam ruangan. Aku tidak berani menatap atasanku yang satu ini. Jika ada pilihan, sebaiknya aku mendapat gaji umum tapi tidak perlu berhadapan dengannya. Bisakah Ya Allah?

"Airin Langit Jingga?" Dia menyebutkan namaku dengan suara baritonnya, lengan kekarnya di silangkan di depan dada

"Ya Pak" aku memberanikan diri menghadap ke depan. Ku Akui, bosku ini tampan sekali tapi dengan sikapnya yang dingin. Mana mungkin aku tahan bekerja lama dengannya?

"Kenapa se tegap itu tubuhmu? Kamu pikir ini pendidikan militer?" Seketika aku melunak bagaikan nutrijell , ingin rasanya aku menoyor kepalaku sendiri. Memalukan ! huaaaaaaaa*. Teriakku dalam hati

"Baiklah Airin, saya rasa Bu Ria sudah memberitahukan perihal pekerjaanmu. Apakah kamu siap?" tanyanya , Dia memanggilku Airin, Seperti almarhum suamiku. Aku membiarkannya karena jujur saja untuk membantah barang se kata saja aku tidak berani.

"Tentu saja siap pak" Memangnya bisa aku menolak? aku sudah bawa koper loh. Kalau sampai aku kehilangan pekerjaanku bisa-bisa kami sekeluarga menangis bombay.

"Sebenarnya mejamu yang itu" Pak Raihan menunjuk ke meja yang berada tepat di depan ruangannya, tentu saja terlihat dari dalam karena pintunya terbuat dari kaca. "Tapi berhubung sekarang kamu sedang merangkap, sementara kamu duduk di situ. Di meja asisten saya, supaya kamu lebih mudah membantu pekerjaan saya" aku pun hanya mengangguk menuruti perintah pak Raihan.

Sesuai titahnya, aku duduk di singgasana sementara ini. Aku mulai menyalakan komputer yang ada di hadapanku, perintah pertama yang pak Raihan berikan adalah menghafal hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat bersamanya. Hal itu sudah disiapkan Asistennya sebelum dia berangkat katanya. Setelah ku baca satu persatu, aku merasa tulisan ini tidak ada habisnya. Aku penasaran ada berapa jumlah hal hal tersebut, Aku langsung menscrollnya kebawah hingga ujung.

Astagfirullah 443 daftar? untuk apa sebanyak ini? sedangkan aku hanyalah asisten sementara.

Aku ingin menangis, menangis sejadi-jadinya. Entah apa yang Allah rencanakan pada nasibku. Aku memutuskan untuk bersabar menjalani ini semua.

Tak terasa sudah memasuki waktu dzuhur, aku hendak meminta izin pada pak Raihan untuk menunaikan ibadahku kebetulan ini sudah jam istirahat.

"Pe.. perm.. permisi pak" Rasanya ingin menoyor kepalaku sendiri, kenapa aku harus gugup bicara pada Pak Raihan.

"Hmmmm?" Wajah tampan itu mendongak ke arahku

"Sudah jam istirahat"

"Lalu? Kamu mau makan? Saya belum ijinkan loh" Jawabnya Ketus

"Bukan pak, saya mau Sholat" Aku menundukan kepalaku takut-takut dia memarahiku.

"Oh , kamu bawa mukenah ?" Aku menggeleng, aku benar-benar lupa. Mukenahku ada di dalam koper.

"Satu lantai dengan kantin, itu musholanya lumayan besar. Kamu sholat disitu aja, ada mukenah juga disana. Kalau bisa mulai besok bawa aja mukenahnya, taruh disitu" Pak Raihan menunjuk pada Partisi Kaca yang ada di ruangannya. Rupanya pak Raihan sholat diruangannya.

Kemudian aku berpamitan dan melenggang pergi dari ruangan Pak Raihan.

Aku turun menggunakan lift khusus karyawan, menuju lantai 15 tempat dimana kantin berada. Aku segera menuju mushola menunaikan kewajibanku, setelah itu aku menuju kantin untuk menenangkan peliharaanku, yaitu cacing hehe.

Ini kantin atau restaurant bintang 5 ? Aku benar-benar tak menyangka dengan apa yang ku saksikan sekararang. Kantin sebagus ini? apa masih pantas disebut kantin?

Aku segera menuju barisan antrian, setelah giliranku aku langsung menempelkan kartu identitas di atas sensor , kemudian memilih menu pada layar dengan cara menyentuhnya. Ini baru restaurant layar sentuh sesungguhnya. Bukan seperti di warteg !! Hahhaa .

Ingin sekali ku lontarkan kata itu dari mulut kampunganku ini, tapi aku masih bisa menahannya.

Aku memilih kursi paling pojok, dari sini sangat terlihat jelas pemandangan ibu kota karena seluruh dindingnya benar-benar dari kaca.

tiba tiba Prokkkk!!!

Seseorang menepuk pundaku, membuat ku terkejut setengah mati.

"Kosong?" Tanya wanita itu padaku

"Kak Jingga yang kemarin ya?" Tanyanya lagi, aku mengingat dia adalah sainganku ketika aku wawancara kerja kemarin.

"Iya, Dina ya?" Sapaku

"Bukan, aku Fia kak, itu Dina. Sini Din" Tangan Fia melambai ke arah Dina, sainganku yang lain.

"Aku kira kakak nggak diterima loh" Ucapnya polos

"Aku juga nggak nyangka loh Fi"

"Hai kak" Sapa Dina padaku kemudian duduk disebelahku.

"Jadi kita keterima semua?" Tanyaku polos

"Iya, tapi Dina kepala marketing kak" Jawab Fia

"Kakak bagian apa?" Tanya Dina

"Kalo Aku cerita pasti kalian gak percaya deh" Aku menghela nafas sebelum bicara lagi "Sekertaris pak Raihan" Ucapku membuat kedua mata itu melotot tak percaya.

"Kak !????? Seriusan?"

Aku hanya mengangguk pelan meyakinkan , hingga akhirnya makanan pesanan kami tiba. Kami melahapnya hingga tandas, kamipun memutuskan untuk bertukar nomor. Dina mengusulkan untuk membuat grup di whatsapp. Dan Aku? mengikut saja lah.

Dina menamai grupnya dengan sebutan "Pejuang Receh" Membuatku tertawa saja, Grup yang teridiri dari 3 anggota. Aku, Fia dan Dina semoga saja kami menjadi teman baik, dan selalu akur.

Jam Istirahat hampir usai, Kami bertiga berpisah saat itu juga. Aku beranjak meninggalkan kantin , menuju ruangan pak Raihan.

Ku Lihat pak Raihan tidak ada di mejanya, mungkin dia sedang sholat. Aku menemukan post it tertempel di komputer. "Airin, pelajari ini. Semua berkas ini. Ini akan membantu memudahkan pekerjaanmu" Aku menyadari rupanya ada setumpuk map setinggi 20cm. Banyak sekali Ya Allah? Bagaimanapun juga aku tidak boleh mengeluh. Ini ladang rejekiku, aku harus semangat untuk Kinanti dan keluarga dirumah.

Aku melanjutkan aktivitasku, pak Raihan meninggalkanku di ruangan sendirian. Tak terasa waktu menunjukan pukul 5 sore.

"Kamu ikut saya" Perintah pak Raihan padaku.

Aku hanya mengangguk, sambil memikirkan bagaimana caranya aku mencari kost di jam jam segini. Pak Raihan masuk ke lift khusus presdir, aku menghentikan langkahku.

"Ngapain rin? Sini masuk!" Perintahnya dengan tatapan membunuh, seolah tak ingin dibantah. Akupun mengikutinya, mengekori pak Raihan hingga sampai lantai dasar.

Pak Raihan membuka pintu untuknya sendiri, lagi-lagi aku hanya bisa mengikutinya.

"Duduk didepan, kamu pikir saya supir!!!" Perintahnya ketika dia melihatku membuka pintu belakang, aku hanya tidak enak duduk berdampingan dengannya. Rupanya duduk di belakang bukanlah pilihan yang tepat. Pantas saja tidak ada yang betah berlama-lama menjadi sekertarisnya. Ternyata memang seburuk itu temperamennya.

"Pak , koper saya di pos satpam" Ucapku hati-hati.

"Loh kok bawa koper rin?"

"Saya sekalian mau nyari tempat tinggal sebetulnya pak, rumah Ibu saya dengan kantor jaraknya lumayan . Kalau nggak macet bisa sampai 2 jam"

"Mau cari apartemen dimana kamu?"

"Uang saya nggak cukup pak" Astaghfirullah, apartemen kan mahal pak. Aku hanya bisa mengucapnya dalam hati.

"Kamu mau gaji di muka? mana nomor rekening kamu, saya transfer sekarang juga"

"Jangan pak, saya takut ada apa-apa"

"Apa-apa gimana? apa jangan-jangan kamu berniat berhenti bekerja? nggak sanggup? iya?" Ucapnya berapi-api. Benar kata bu Ria, temperamen pak Raihan buruk sekali, aku sampai tidak bisa membayangkan bagaimana wanita yang jadi kekasihnya.

"Tidak pak, saya tidak bermak.."

"Yasudah mana nomor rekening kamu?" Karena terlalu takut untuk berdebat dengannya aku menurut saja memberikan nomor rekening ku, aku menunjukannya lewat ponselku. Kemudian Pak Raihan mulai mentransfer menggunakan m-banking.

Setelahnya ponselku bergetar, pak Raihan mulai melajukan mobilnya pelan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!