"Apa? Iya tunggu sebentar!"
Darda tergesa-gesa membawa kotak obat menuju ke suatu tempat. Setelah dirasa semuanya sudah dibawa, ia pergi ke luar mencari tenda yang dibicarakan. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam dan benar saja, terlihat seorang anak terbaring dengan lemahnya. Ia pun segera duduk di samping anak itu dan membuka kotaknya obatnya, mengambil barang yang dibutuhkan.
"Akan kuberikan."
Kini ia tengah mengecek suhu seorang anak dengan termometer. Setelah itu ia memberikan perawatan untuk menurunkan demamnya. Setelah beberapa waktu, kondisi anak tersebut sudah menjadi lebih baik. Mengetahui hal itu, Darda pun mengedukasi sang guru agar anak tersebut beristirahat. Setelah dirasa cukup, ia lantas keluar dari tenda tersebut mencari tempat duduk dan udara segar. Mengisi waktu luangnya lantaran tak ada lagi yang membutuhkan bantuan kesehatan.
"Mana ya yang lain?" gumamnya mencari teman-temannya yang lain.
Darda duduk di sebuah kursi dekat sungai sendirian. Ia mengambil benda kotak di sakunya dan mengetikkan sesuatu. Setelah itu, ia pun kembali menyimpan handphone nya. Dalam kesendiriannya, ia menatap air sungai yang begitu tenang. Ia merasakan derasnya aliran sungai yang ada di hadapannya. Begitu menenangkan di pikirannya. Air-air itu tak goyah sama sekali, terus melaju mengikuti angin di tengah rimbunnya hutan. Ia memejamkan matanya menikmati ketenangan ini. Merasakan angin yang menyentuh permukaan kulitnya. Membiarkan rambutnya disapu bersih dengan beberapa daun yang berjatuhan di sampingnya. Ia benar-benar menyukai ini.
Krek!
Tiba-tiba telinganya mendengar sesuatu. Matanya yang terpejam kini kembali terbuka. Perlahan ia pun menolehkan kepalanya ke belakang ke arah sumber suara. Terlihat seorang pemuda dengan tubuh menjulang tinggi. Seragam pramuka dan topi baret terpasang di tubuhnya. Lelaki itu menatapnya.
Sontak Darda membelalakkan kedua matanya. Bukan karena apa, melainkan karena rasa malu dan canggung. Ia jadi ingat kejadian beberapa hari yang lalu.
Flashback on.
"Ley, lo kok diam aja sih dari tadi? Tumben banget."
Bersamaan dengan itu, gorden pintu keluar terbuka, "Jangan-jangan lo.." menampilkan sesuatu yang membuat semua orang sangat terkejut termasuk dirinya "ada sesuatu..?"
Darda belum selesai menyelesaikan perkataanya dan perkataan itu tanpa sadar keluar sendiri. Matanya terbelalak kaget dengan apa yang dia lihat.
"Aley?" ternyata Aley ada di sini?!
Ia kaget melihat temannya yang sama melongonya berdiri di depannya itu. Semua yang ada di sana pun sama melongonya melihat dua orang tersebut. Menyadari sesuatu, perlahan ia menolehkan kepalanya pada orang di sampingnya. Betapa terkejutnya, ternyata dari tadi ia memeluk tangan seorang lelaki! Darda pun langsung melepas pelukan tangannya.
Tiba-tiba ia merasa sangat malu. Kenapa ia sebodoh ini tak bisa mengenali mana tubuh laki-laki dan perempuan?! Dan juga, kenapa dari tadi laki-laki itu diam saja dipeluk-peluk olehnya?! Ia jadi mengerti segalanya sekarang, mengapa hoodie yang sedari tadi ia pegang terus saja tertarik. Dengan rasa malu yang semakin memuncak, ia langsung berlari meninggalkan tempat itu menggandeng tangan Aley yang masih melongo itu.
Flashback off.
Darda sekarang menjadi malu lagi. Tanpa terduga, ternyata laki-laki itu menjadi pembina pramuka di tempat yang sama dengannya menjadi tenaga kesehatan. Darda pun membalikkan kepalanya kembali menatap aliran sungai. Lelaki itu yang sempat berhenti pun melanjutkan jalannya menuju sungai. Tak cukup jauh dari tempat Darda berada. Ia membersihkan tangannya yang terlihat kotor. Hanya gemericik air yang terdengar memenuhi tempat itu. Darda yang merasa semakin canggung pun berdiri dari duduknya. Ia pun melangkahkan kakinya pergi dari sana.
"Tunggu."
Sebuah suara memasuki gendang telinganya. Langkah kakinya pun berhenti. Kepalanya menoleh ke belakang. Ia lihat, lelaki tersebut berjalan ke arah nya. Ketika sampai di hadapannya, lelaki itu merogoh sakunya mencari sesuatu. Merasa mendapatkan seseuatu di saku nya, tangan kanannya pun terulur menunjukkan sesuatu kepada Darda.
"Punya lo?"
Darda melihat uluran tangan di depannya. Melihat itu, tangannya tiba-tiba mengecek telinganya. Ia terkejut sendiri. Ternyata salah satu antingnya hilang, dan ia baru saja menyadarinya. Betapa cerobohnya. Darda pun mengambil anting itu dari tangan di depannya.
"Makasih."
Lelaki itu hanya mengangguk tanpa menunjukkan ekspresi atau mengeluarkan satu patah kata apapun. Merasa sudah tak memiliki urusan lagi, lelaki itu pun melangkahkan kakinya pergi dari tempat Darda.
Darda yang melihat hal itu merasa sedikit kesal. Ia merasa diabaikan. Padahal ia hanya mau berterimakasih, tetapi lelaki itu tampaknya tidak menyukainya. Ekspresinya saja datar begitu. Ah, sudahlah ia tak mau pusing-pusing memikirkan hal ini. Yang penting antingnya ini bisa kembali terpasang di telinganya. Sekarang lebih baik ia kembali ke perkemahan dan mengecek kesehatan anak-anak yang ada di sana.
"BA!"
Dalam keheningan, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Suara kencang menembus kedua telinganya. Darda yang dari tadi diam pun langsung terkejut.
"Aley! Bikin kaget aja."
Darda mengelus dadanya menetralisir detak jantungnya. Ia masih menatap Aley dengan kesal. Sungguh, ia kaget sekali dikejutkan seperti itu. Yah, meskipun memang Darda ini tipe gadis yang kagetan. Dan, Aley yang sudah tahu fakta itu pun masih suka melakukan kegiatan yang membuat Darda harus mengelus dada seperti sekarang.
"Ngelamun aja lo, Dar."
"Suka-suka gue dong."
"Jangan-jangan ngelamun yang di rumah hantu, kann?" Aley berbicara sambil menaik-naikkan kedua alisnya. Wajahnya pun terlihat mengesalkan sekarang.
Darda yang masih kesal karena insiden dikagetkan tadi semakin kesal mendengar ucapan Aley, "Apaan sih lo, Ley?"
"Tuh kan tuh kan, pipi lo merah!"
"Enggak!"
Darda pun berjalan meninggalkan Aley yang menurutnya semakin mengesalkan itu. Sekarang ia jadi tau apa yang dirasakan Slena dan Azin. Pantas saja Slena selalu ngegas jika berbicara dengan Aley, orangnya aja ngeselin kayak gini. Kalau Azin..? Luar biasa sekali dia, menghadapi Aley yang sangat menguras kesabaran. Memang benar-benar seluas samudra kesabaran yang dimilikinya.
"Tunggu, Dar!" Aley menyusul Darda yang berjalan dulu di depannya meninggalkannya. Langkah kakinya ia percepat supaya bisa sejajar dengan Darda jalan sekarang.
"Lo itu yang chat gue ke sini, tapi malah ninggalin gue!" gerutunya.
"Lo sih, ngeselin." jawab Darda dengan santai. Aley yang mendengar itu tidak terima. Wajahnya menatap Darda dengan aneh.
"Ap-"
"Kalian buruan, ada orang yang sakit di tenda!" tiba-tiba seorang panitia terlihat terburu-buru berlari menuju kedua gadis tersebut.
Kedua gadis itu pun segera bergegas berlari ke tempat yang diarahkan. Dengan jarak yang cukup jauh dari sungai ke tempat perkemahan, membuat sepasang sepatu putih mereka terbaluti tanah yang basah karena air hujan semalam. Namun, mereka tak peduli. Prioritas utama saat ini bukanlah sepatu putihnya, melainkan kesehatan dan keselamatan yang lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments