TRUST

TRUST

Sahabat Kocak

Dalam sebuah ruang penuh goresan seni itu, lantunan musik terdengar begitu memanjakan telinga. Aksi seorang gadis yang begitu menjiwai isi sebuah karya dari kertas yang dipegangnya. Ucapan demi ucapannya teriringi oleh musik yang dimainkan begitu mendalam sama sepertinya. Tubuhnya kini ikut menggerak-gerakkan tangannya, salah satu bentuk penjiwaannya.

"Darda, lebih tenang sedikit."

Seketika gadis yang tengah menjiwai perannya itu kini berhenti, namun musik yang mengiringnya sedari tadi terus berjalan seolah sudah terbiasa dengan ini. Karena ucapan seseorang yang tak lain adalah sang pelatih itu, Darda menganggukkan kepalanya serius. Setelah itu ia kembali pada perannya mengikuti musik yang masih berlantunan sedari tadi.

Mereka berenam termasuk Darda sendiri, saat ini tengah menampilkan musikalisasi puisi. Latihan yang dilakukannya dari kemarin-kemarin kini diuji oleh sang pelatih guna kegiatan tak lama lagi.

Kini mereka sudah berhenti, termasuk Darda. Mereka menanti apa yang akan keluar dari mulut sang pelatih yang tampak sedikit tak puas itu. Hal tersebut membuat Darda cemas lantaran bisa dibilang ia yang menjadi pusat musikalisasi puisi ini. Wajahnya yang cukup berkeringat itu menatap gugup sang pelatih yang saat ini tengah menatapnya.

"Darda, tenangkan dirimu dan kontrol emosimu."

Kalimat itu membuat Darda semakin cemas dengan telapak tangannya yang bergerak gelisah tak mau diam, masih menunggu ucapan selanjutnya sang pelatih yang tampak belum selesai dengan ucapannya.

"Tapi terlepas dari itu, hari ini kalian menampilkannya dengan baik."

Hal itu sontak membuat mereka menunjukkan wajah yang lega lantaran pujian yang diberikan oleh sang pelatih. Darda pun ikut senang akan hal itu. Terlepas dari dirinya yang kurang dari baik, ia tetap bahagia ketika teman-teman timnya mendapatkan apresiasi seperti ini.

Darda senang, tapi secara bersamaan ia tiba-tiba teringat pada teman-temannya di kelas. Teringat kalau latihan ini tadi ia tak memberitahu kepada mereka. Tapi seperti sebelum-sebelumnya, mereka pasti bisa menebaknya.

--••--

"Apaan sih lo dari tadi?" cetus Azin yang melihat Aley terus menatapnya. Memang semenjak kejadian tadi yang ada di kelas, Aley terus saja memicingkan mata ke arahnya.

"Mau nguleg lo idup-idup." tangan Aley membentuk gerakan mengepal dan menunjukkannya pada orang yang bernama Azin itu.

"HAHAHA!" tawa renyah terdengar dari seseorang yang tempat duduknya tepat di depan Aley.

"Zal, gue serius ya."

"Lo bilang serius tapi muka lo kayak banteng kebelet lari gitu?"

"Zallen!"

"Hahaha!" tiga orang di kantin itu tertawa puas.

"Rasain! Karma lo selalu gangguin gue!" terang Slena dengan wajah yang sangat puas di depan wajah Aley. Ya, Slena ini adalah orang yang paling sering kena jahilan Aley, jadi terlihat wajah puasnya sekarang melihat Aley yang menderita.

"Haha, apa ini doa Slena yang tersakiti kemarin ya? Hahaha!" Zallen masih tidak bisa menghentikan tawanya. Ia malah mengeluarkan kata-kata yang semakin membuat seseorang memicingkan mata kepadanya menatapnya aneh. Aley yang ada di hadapannya itu hanya merasakan perasaan yang sama dari tadi. Kesal.

"Hei Zallen, bisa diem nggak?"

"HAHAHA!" Zallen malah tertawa sangat keras sampai mengeluarkan air matanya. Tangannya bahkan terkepal-kepal memukul meja kantin di depannya. Beberapa siswa yang lewat bahkan sampai melirik apa yang sedang terjadi.

"Aduh gak bisa berhenti." Zallen mengusap air matanya yang sudah menetes itu. Ibu jempolnya bahkan menangkap satu air mata yang akan meluruh ke pipinya.

"Kalian."

Terdengar seorang berucap. Aley menaikkan kepalanya dari sanggahan tangannya dan mencari di sekeliling kantin. Matanya tertuju pada seseorang yang ada di pintu kantin. Orang itu semakin melangkahkan kakinya menuju ke mejanya.

"Ck, datang juga lo."

Seseorang itu semakin mendekat dan berjalan melingkar dari arah Aley. Ia kini menarik sebuah kursi untuk diduduki. Kursi itu tepat di dekat Slena.

"Udah?"

Gadis yang baru duduk itu hanya mengangguk sekali menanggapinya. Tangannya terulur mengambil es jeruk di hadapannya. Kemudian menyeruput hingga tertinggal 3/4.

"Sibuk banget ya lo sekarang?"

"Enggak juga, bidang ini kan bidang yang gue suka."

"Tapi, sekolah kita dengan notabe sekolah kesehatan itu udah sibuk banget loh hari-harinya."

"Iya bener tuh, apalagi pelajaran umum dan kesehatan di sini kan imbangnya sama." sahut Zallen menyetujui ucapan Slena.

Ya, sekolah mereka ini adalah sekolah kesehatan. Dalam pembelajarannya, tentu saja sesuai dengan kejuruan masing-masing. Namun, untuk mata pelajaran umum juga tidak bisa disepelekan.

"Kalau lo udah suka, gak bakal lo ngerasa tertekan atau capek. Percaya deh sama gue."

Empat gadis di meja itu menatap Darda dengan aneh. Bisa-bisanya ia dengan mudah mengatakan itu. Kemarin saja baru praktek kemudian masih diberi tugas lain di mata pelajaran yang lain. Itu saja sudah terasa pusing ketika dipikirkan di rumah. Belum persiapan mereka yang akan ujian akhir dalam waktu dekat ini.

"Dar, lo gak punya capek ya?"

"Iya nih orang."

"Kalau capek angkat tangan lo, Dar."

"Hm, no komen ya gue."

Seseorang yang dipanggil Darda itu hanya tersenyum menanggapi keempat sahabatnya. Ia kemudian menyantap makanannya yang memang sudah dipesankan teman-temannya seperti biasa. Yah, Darda bukan hanya satu kali ini saja, tapi hampir setiap hari selalu terlambat makan di kantin.

"Btw tadi kalian tertawa banget, ngapain?" tanyanya balik. Ia kini mengambil gorengan yang ada di depannya dan mulai memakannya. Sambal yang ada di dekat es jeruknya itu menjadi penambah rasa pada gorengan yang baru saja ia makan. Tapi, tak jarang juga ia mengambil cabe hijau yang ada di mangkok kecil yang dekat dengan sambal tersebut.

"Biasa, si Aley dan matematika." papar Azin.

Darda mengangguk-ngangguk mendengar Azin yang berbicara. Ia pun melanjutkan makannya.

"Lagian lo, berlebihan banget. Itu soal juga easy bagi lo, apalagi belum dijelasin lengkap sama Pak Beno, tapi lo langsung bisa." ungkap Azin, teman sebangku Aley. Ia berkata sambil menatap Aley yang sedang makan gorengan itu.

"Iya bener kata Azin. Lo juga lancar jelasinnya. Apalagi Pak Beno ini guru killer lho. Tapi lo satu satunya murid yang tadi gak dimarahin karena gak bisa jelasin. Juga lo gak pernah dimarahin sih." tambah Zallen.

"Tapii, gue itu selalu deg-deg an kalau waktunya Pak Beno. Kayak mau ada plot twist apa gitu, jadi gue pasti deg-deg an!" balas Aley. Ia berbicara dengan tangannya yang terangkat dan bergerak kemana-mana. Raut wajahnya juga tidak biasa. Kalau kata Azin, alay nih orang.

"Cuma perasaan lo aja. Lagian matematika kan emang bidang lo banget, Pak Beno juga sering nunjuk lo kan? Itu berarti emang lo itu dipercaya bisa sama Pak Beno." kali ini Darda yang berbicara.

"Nah, bener." Aley yang mendengar teman sebangkunya berbicara itu langsung menatap dan memelototinya.

"Apasih lo, Ley? Alay banget." cetus Azin dengan entengnya. Aley yang di depannya itu semakin melototkan matanya. Tanpa berbicara pun wajahnya sudah terbaca 'Lo kurang ajar banget ya?'

"Udah udah, ayo makan." akhirnya Darda menghentikan mereka berdua yang terus adu mulut. Mau tak mau pun mereka berhenti kemudian menyantap makanan yang ada di depannya. Yah, pasti lapar juga mereka. Pelajaran matematika menguras banyak pikiran, jadi perut menjadi mudah lapar. Padahal remaja seperti Aley yang pandai matematika saja sudah overthinking seperti itu.

"Oh iya, sekolah kita mau PAS ya?" tanya Zallen di sela-sela makannya.

"Haahh."

"Iya, 2 minggu lagi kan?" ujar Azin.

"Jadwal kita emang padat banget."

"Bener tuh, Dar. Seminggu setelah ujian kan kita praktek juga."

"Kayaknya gue salah jurusan deh."

Keempat remaja itu menatap Slena bersamaan. Slena yang sudah meletakkan kepalanya itu mengerutkan kedua alisnya menatap teman-temannya itu. Ia sedikit mengangkat kepalanya guna menatap mereka.

"Hm? Kenapa? "

Akhirnya semuanya meletakkan kepalanya di meja seperti Slena juga. Helaan nafas panjang keluar dari mulut masing-masing.

"Kita yang kalau praktek dapat nilai A aja stres begini, gimana anak-anak yang lain?" keluh Slena dengan frustasi sambil meminum minumannya. Memang ketika mereka praktek ataupun teori, bisa dibilang mendapat nilai yang bagus. Bisa melampaui yang lainnya. Tapi memang mereka menjadi lebih sibuk untuk prosesnya tersebut. Jadi, sering kali pusing menghampiri mereka.

"Gue jadi laper lagi." keluh lagi Slena memegang perutnya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Laper ya tinggal pesen, gitu aja ribet si Slen."

"Diam ya Ley! Cari ribut aja lo sama gue. Gak gue kasih dessert kesukaan gue, lo!"

Mendengar itu, Aley terkejut kemudian mengubah ekspresinya menjadi sangat ramah sekali. Wajah yang sedari tadi malas itu kini berubah 180°. Ia yang tadi cemberut kini menjadi ceria karena ucapan seseorang itu. Dia tersenyum-senyum pada Slena. Dasar, baik kalau ada maunya doang.

"Senyum-senyum kayak orang gila aja lo!"

"Slenaaa, lo bawain dessert ya besok?"

Semua di meja itu menatap aegyo Aley dengan cringe, terutama Slena. Mereka berempat hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Aley. Kemudian Azin menepuk bahu Aley. Ekspresinya sudah ia pasang sebaik-baiknya untuk Aley, dengan bibirnya yang penuh lengkung senyum dan mata yang lebar.

"Gak punya malu ya, Ley?"

"Gimana Slen, iya bawain ya?"

Namun, reaksi Aley tampak tak menggubris ucapan teman sebangkunya itu. Ia hanya terus mengeluarkan aegyo luar biasanya. Ia bersikap seperti Azin tak pernah ada di sampingnya dan menepuk bahunya.

"Wah, udah parah nih orang."

Azin diabaikan oleh Aley. Aley tidak peduli hal lain. Kalau dalam masalah ini, dessert Slena nomor 1. Tak peduli teman sebangkunya itu yang melakukan hal aneh (?) untuk mengganggunya.

Azin dengan kesabaran seluas samudra itu pun kembali makan gorengannya sambil melihat pertunjukkan teman yang duduk di sebelahnya itu. Yah, ia sudah terbiasa dengan Aley yang alay itu. Lebih baik menonton saja daripada samudra kesabarannya itu nanti akhirnya habis disedot Aley?

"Y."

"Slen kok singkat banget sih, pasti lo mau permainin gue. "

"IYA GUE BAWAIN BESOK ALEY."

Satu kantin sampai menoleh pada meja mereka. Slena yang melihat itu buru-buru menutup mulutnya dan berbicara pelan. Ia pun menatap tajam Aley yang ada di hadapannya.

"Anjir! Gara-gara si Aley!"

Aley hanya meringis menampilkan lesung pipinya.

Terpopuler

Comments

Khabib Firman Syah Roni

Khabib Firman Syah Roni

Nggak bosan-bosan deh baca karyamu thor, semoga semakin sukses! ❤️

2024-02-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!