Di suatu pagi yang cerah, aku berniat melakukan hal yang berbeda dari biasanya. Aku berencana keluar melalui pintu besar itu untuk merasakan langsung dunia luar. Selama ini aku hanya mengintip dari balik jendela atau berdiri mengamati di balkon. Kamarku terletak di lantai atas kastil yang tinggi. Dari sini aku bisa melihat hamparan taman, hutan, jalan, serta bangunan-bagunan kecil di sekitar. Jika aku mengintip dari jendela ruang kerja, aku bisa melihat kastil berwarna putih yang jauh lebih besar.
Sejauh ini, interaksiku dengan manusia lain sangat minim. Hanya Kalliel dan penyembuh dari menara sihir yang datang secara berkala. Untuk kebutuhan lainnya, ada pelayan yang mengantarkannya setiap hari. Itupun hanya sampai di depan pintu. Kehidupan sosialku di dunia ini masih nol besar.
Tidak ada yang aku dapatkan saat bicara sendiri di hadapan makhluk pembersih yang bisu. Makhluk itu berbentuk bulat dan berbulu. Jantungku hampir copot saat pertama kali ia muncul tiba-tiba. Benda ini tidak mengeluarkan suara sama sekali. Yang dia lakukan hanya menggelinding di seluruh bagian ruangan untuk membersihkan debu.
Saat melaksanakan tugas, tubuhnya menjadi sangat fleksibel. Tubuhnya meliuk kesana-kemari dan berubah menyesuaikan bentuk area yang dilewatinya. Yang lebih hebat, makhluk ini dapat melakukan beberapa perintah sederhana. Aku biasanya meminta dia bergerak tanpa arah, berubah menjadi bentuk aneh, mengambil barang dan sebagainya. Di awal kemunculannya, aku memperlakukan benda itu sebagai sumber hiburan.
Aku berjalan mendorong troli sisa sarapan. Biasanya aku cukup meninggalkan itu di depan. Tapi kali ini aku ikut melangkah keluar kemudian menutup pintu di belakangku.
Dua pengawal yang wajahnya sudah tidak asing berada di sisi pintu. Mereka berseragam rapi dengan berbagai kelengkapan dan senjata yang bergayut di pinggang. Di balik jubah yang tersingkap, aku bisa melihat pedang dengan ukuran dan bentuk berbeda. Dua orang itu selalu berdiri sigap di sana setiap aku keluar mengambil makanan. Kemungkinannya hanya dua, antara mereka memang ada di sana sepanjang hari atau ada pergantian penjaga yang tidak aku ketahui.
“Aku ingin berjalan-jalan,” ucapku. “Kalian sudah tau kondisiku, kan? Tolong temani aku berkeliling kastil. “
Kedua manusia itu akhirnya menoleh. Mereka menatapku tidak percaya. Aku tahu pasti mereka menyadari perbedaan besar antara sikapku dan Kaesar yang asli. Kaesar yang asli tidak suka interaksi yang tidak penting. Ekspresinya selalu datar dengan tatapan tajam yang mengerikan. Mulutnya hampir tidak pernah bergerak untuk bicara apa lagi tersenyum. Wajar kalau banyak penghuni istana yang belum pernah mendengar suaranya.
Pengawal yang paling melongo langsung membungkuk. “Maaf, Yang Mulia. Saya rasa tidak pantas anda berada di luar dengan pakaian seperti itu.”
Tidak seperti mereka yang tegang, aku memastikan dengan santai. “Benarkah?” Aku tidak tahu apa yang tidak layak dari pakaian yang aku kenakan. Rasanya sudah sopan dan tertutup. “Kalau begitu, bisakah kau masuk untuk membantuku memilih pakaian?”
Hening.
“Kau tidak bisa?”
“Maaf, Yang Mulia. Anda tidak pernah mengizinkan orang lain masuk sebelumnya. Tentu Pangeran Pertama menjadi pengecualian.”
Jadi itu alasan para pelayan menjemput dan mengantar barang hanya sampai depan pintu. Setelah aku ingat-ingat, para penyembuh juga tidak pernah datang tanpa Kalliel. Aku menghela nafas panjang. Masih banyak hal yang tidak aku ketahui.
“Biar saya yang membantu Anda, Yang Mulia.” Pengawal yang satunya buka suara. “Sebelum saya mengambil pekerjaan ini, saya dilatih untuk menjadi ajudan. Saya yakin bisa membantu anda.”
“Oke.” Aku masuk lebih dulu. Di tengah perjalanan, suara derap langkah kaki yang berisik membuatku berbalik.
“Maaf, Yang Mulia. Saya tidak bisa menahan tekanan sihir pelindung di ruangan ini.” Penjaga itu berusaha mendorong tubuhnya untuk masuk lebih dalam. Ada tekanan tak kasat mata yang menghalanginya. Ia terus terdorong mundur hingga keluar.
“Coba lagi,” pintaku.
Akhirnya penjaga itu bisa masuk tanpa hambatan.
“Siapa namamu?”
“Saya Uno, Yang Mulia.”
Aku mengajaknya masuk ke ruang penyimpanan. Ruang itu dibagi dalam beberapa sekat. Bagian paling luar merupakan tempat pakaian, sepatu dan aksesoris dipajang. Kaesar punya banyak sekali seragam mewah. Aku sudah pernah mencobanya. Walaupun berlapis-lapis, seragam itu sangat nyaman. Berbeda dari yang terlihat, mereka sangat ringan dan adem. Sama sekali tidak ada tekstur kasar saat menyentuh kulit. Namun tetap saja, pakaian ribet itu bukan seleraku.
Melihat barang-barang yang tersedia, Uno punya banyak hal untuk diungkapkan. Penjelasannya dimulai dari jenis-jenis pakaian, kelengkapan, dan kegunaan mereka. Ada yang formal, semi-formal, dan santai. Ada juga yang khusus digunakan pada momen tertentu saja. Selanjutnya Uno memberitahuku bagaimana kebiasaan berpakaian Kaesar selama ini.
“Yang Mulia menyelesaikan semua pakaian anda sendiri. Jadi saya tidak tahu banyak mengenai sihir apa saja yang tertanam di sana.”
Aku baru sadar. Kenapa aku tidak kepikiran soal itu?
Aku memfokuskan penglihatan untuk melihat aliran Manna yang ada. Setiap permata dan payetan di sana mengandung Manna. Manna tersebut yang aktif bergerak karena di atas kain tersebut ada pola sihir aktif yang melapisinya. Jadi itu alasan pengguna sihir di Ending of The Fallen World mengenakan pakaian penuh permata mengkilap. Aku baru tahu.
“Apa kau tau sihir apa saja yang umum ditanamkan dalam pakaian?”
“Umumnya ada sihir untuk menghangatkan dan mendingan tubuh, sihir untuk menjaga kebersihan pakaian dari kotoran dan bau, serta sihir pelindung dari benda tajam dan larutan berbahaya. Selain itu, sihir lain bisa ditambahkan sesuai keinginan pemilik di toko jahit khusus.”
Aku mengangguk-angguk.
“Yang Mulia, saya sarankan Anda menggunakan yang ini.” Uno mengangkat setelan berwarna hitam dengan payetan perak sederhana.
“Ide yang bagus,” pujiku.
Aku senang karena Uno mempertimbangkan keinginanku untuk mengenakan pakaian sesederhana mungkin. Tapi tiba-tiba aku merasakan sesuatu akan keluar dari mulutku. Aku terbatuk beberapa kali hingga akhirnya cairan merah terdesak keluar.
Dalam kepanikan, Uno membantuku dengan sigap.
Aku hanya bisa mengatakan, “sepertinya jalan-jalan hari ini harus ditunda.”
Efek samping yang aku dapatkan dari menggunakan mantra naga membuatku terlihat seperti sedang sekarat. Tubuhku melemah bersama cairan merah yang terus keluar dari mulut. Batuk darah tidak kunjung berhenti setelah belasan kali. Kedua tanganku sampai tak cukup untuk menampung cairan kental tersebut. Apalagi lengan hingga ujung jariku bergetar hebat. Seluruh tubuhku rasanya remuk dari ujung kaki hingga kepala.
Setelah Uno berhasil masuk ke ruang ganti, aku membisikan kalimat ‘kamu’ di depan wajahnya. Pikiran Uno berubah menjadi wadah transparan yang bisa aku lihat bagian dalamnya. Niatku hanya memastikan intensi dan kejujuran dari apa yang dia sampaikan. Mantra naga yang aku ucapkan membuat aku bisa melihat gradasi antara niat buruk dan niat baik serta gradasi antara keterbukaan dan kebohongan. Dengan mantra naga itu aku tidak bisa mengetahui kebenaran, tapi setidaknya aku tahu kualitas dari informasi yang aku terima.
Uno tidak menyadari itu karena aku membuatnya begitu.
Tidak sampai lima menit, Kalliel dan penyembuh sudah tiba. Kalliel berdiri tepat di hadapanku yang berlutut menyentuh lantai. Ia dan Uno langsung memapahku untuk berbaring di tempat tidur.
“Apa yang terjadi?” Tanya Kalliel pada Uno.
Penyembuh perempuan yang sampai sekarang aku tidak tahu namanya bergerak memeriksaku. Dari ekor mata, aku melihat Kalliel mengintrogasi Uno dengan serius. Kalliel terlihat khawatir seperti biasanya. Itu membuat kekhawatiran lain muncul dalam benakku. Bagaimana jika suatu saat nanti Kalliel tahu Kaesar yang ia pedulikan tidak ada di tubuh ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments