Bertemu Teman Lama

Pagi yang cerah menyinari toko Pandai besi yang baru saja dibuka oleh seorang lelaki yang hanya memiliki satu tangan, kini dia masuk kedalam untuk menyelesaikan lengan palsunya agar bisa bekerja lebih efisien.

Tak lama seorang wanita kurcaci datang untuk membantunya menyempurnakan lengan besi buatan tersebut.

Sekarang Mogi sudah memiliki lengan kanan dari besi yang mampu bergerak dengan leluasa layaknya sebuah alat yang di aliri sihir, namun dirombak menjadi tenaga ramuan biru untuk orang yang tidak bisa menggunakan sihir.

Umumnya di dunia ini memiliki tiga jenis ramuan yaitu ramuan merah, ramuan biru, dan ramuan kuning.

Ramuan merah berguna untuk menyembuhkan luka luar secara instan dan semakin tinggi kualitasnya maka semakin bagus khasiatnya tapi hanya sebatas penyembuh bukan penumbuh.

Ramuan biru biasa digunakan untuk memulihkan energi sihir yang sudah berkurang atau habis namun tidak untuk memulihkan stamina.

Ramuan kuning adalah sejenis vaksin untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan imunitas dalam mengatasi penyakit, racun, dan dampak buruk lainnya.

Walaupun sangat berguna, para petualang kurang suka membawa ramuan tersebut karena botol kaca sterilnya yang mudah pecah dan memakan isi ruang tas mereka. Ditambah lagi harganya yang cukup mahal akan mengurangi keuntungan dari hasil berburu mereka.

"Tangan besi ini keren Ting! Walaupun aku gak bisa pakai sihir tapi mampu menggerakkan jari-jarinya dengan bebas, pengetahuan mu memang hebat." puji Mogi gembira.

"Itu salah satu contoh percobaan ku untuk membuat proyek yang kamu rencanakan semalam, kemungkinan membutuhkan biaya yang sangat besar jadi manfaatkan tangan itu untuk menghasilkan banyak uang!" tegas Tingting bersemangat.

"Kuharap Reihan juga memiliki tangan yang seperti ini." batin Mogi teringat keluarga tak sedarahnya.

Mereka berdua akhirnya fokus untuk bekerja di toko peninggalan Roberto untuk mengumpulkan uang dan Mogi sementara berhenti menjadi Petualang untuk perkembangan proyeknya, jadi ia memberikan misi untuk Petualang lain mencarikan bahan material untuknya.

Berpindah ke sebuah lokasi serba putih yang berbeda dimensi, disana terlihat sebuah pulau indah yang ditumbuhi jejeran lempengan dorsal besar.

Reihan siuman dalam keadaan setengah sadar saat dipanggil teman lama yang ada di dunianya berasal, seakan berada di akhirat katanya.

"Reihan! Hey! Bangun." panggilnya.

"Uh... Apa aku sudah mati, sekarang aku melihat Rizki temanku di dunia nyata sedang menampari wajahku." batin Reihan dengan mata setengah terpejam.

"Sial, mungkin efek racunnya masih bekerja atau dia tertelan banyak air." keluh temannya.

Lelaki itu membuka mulut Reihan lalu memanggil monster Akar serabut untuk menyerap sisa air yang mengendap didalam paru-paru Reihan.

Percobaan yang dia lakukan ternyata berhasil, kini Reihan telah bangun terbatuk-batuk mengeluarkan sisa air serta sedikit akar serabut yang masuk ke dalam mulutnya.

"Rizki apa ini beneran kamu!" kejut Reihan memegang sebelah bahu temannya.

"Lama tak jumpa Rei, ternyata kamu terperangkap ke dunia ini juga ya, maksudku bukan tempat ini tapi di dunia sebelum kamu hanyut di sungai." sapa teman lamanya senang.

Reihan ditemukan hanyut dalam keadaan tak sadarkan diri akibat terkena racun, ungkap temannya yang sedang meneliti monster Salamander berjalan di dekat sungai itu.

Rupanya temannya ini sudah lebih dulu terperangkap kedalam Dunia Fantasi, sejak ia pindah rumah dan tersedot oleh portal di bawah tanah rumah tua yang dibeli oleh ayahnya.

Dan saat ini mereka berdua berada di dalam Ruangan hampa yaitu kekuatan unik milik temannya Reihan.

"Tak kusangka kamu punya kekuatan sehebat ini Riz!" ungkap Reihan kagum.

"Sebelum itu, aku sangat prihatin dengan kondisimu Rei! Lihat tangan dan kakimu sudah hilang sebagian, entah apa yang sudah kamu lalui selama di dunia ini." ucap temannya sedih.

"Tenang Riz di dunia ini ada orang yang bisa mengembalikan fisik kita seperti semula walaupun terkendala biaya sih." balas Reihan menerima nasibnya.

"Ngomong-ngomong bisakah ajari aku jadi punya kekuatan sepertimu juga! Karena aku harus menjadi kuat untuk suatu alasan." pinta Reihan serius.

"Tentu saja bisa! Tapi sekarang di dunia ini namaku bukan Rizki, kamu harus memanggilku Naki." jawab Naki bersemangat.

Beralih ke sebuah kapal regu Pahlawan yang sedang berlayar mengarungi lautan dalam.

Mereka berempat tengah mencari pulau Yggdrasil tempat para manusia telinga panjang tinggal.

"Aku menemukannya! Pulau itu terdapat pohon yang sangat besar, tidak salah lagi itu tempat tinggal mereka." ucap Berry tengah menggunakan sihir mata pengintai yang di sinkronisasi kan kepada mata burung Albatros.

Saat burung itu terbang lebih tinggi lagi dan membuat Berry dengan leluasa melihat-lihat di sekitarnya, terdapat penampakan wajah suatu makhluk dengan ukuran yang tidak masuk akal sedang mengamati dari ke dalaman laut tepat dibawah kapal mereka.

Berry yang menyadari itu seketika terkejut dan merinding di sekujur tubuhnya hingga ia melepaskan sihir pengintainya.

"Hiii... Laut memang menyeramkan! Semoga makhluk itu tidak melahap kita." rintih Berry meringkuk ketakutan.

"Kamu tidak apa apa Bery!" kejut Daimax menghampirinya.

"Sssttt...!" Berry menempelkan telunjuknya ke depan mulut.

"Sebaiknya kita berlayar dengan tenang atau tidak aku akan terbang meninggalkan kalian bertiga disini." tegas Berry mengancam.

Kapal mereka berlayar tenang mengikuti permintaan Berry yang aneh, hingga akhirnya mereka sampai dan berlabuh di pulau Yggdrasil.

Baru saja menginjakkan kaki ke pulau tersebut mereka sudah di hadang oleh Peri hutan yang membawa payung dengan penampilan serba hijau serta Sulur yang merambat ditubuhnya.

"Ada perlu apa kalian kemari." tanya Peri hutan.

Arthur yang tahu adab sebagai seorang pendatang menundukkan kepala untuk memperkenalkan diri dan berbicara dengan sopan.

"Namaku Arthur ketua dari regu Pahlawan, Kami ingin menyampaikan pesan penting dari Raja Shimon lll kepada Raja di pulau ini."

"Pahlawan dari kota Savara itu ya, kelompok kalian cukup terkenal sampai diketahui banyak orang di pulau ini." jawabnya datar.

Ia menutup payungnya dan menumbuhkan daun lebar berbentuk talas besar ke permukaan tanah.

"Naiklah, akan ku antar dengan cepat." ajaknya menaiki daun itu.

Mereka melesat naik dengan pertumbuhan tanaman tersebut hingga ke puncak Pohon besar Yggdrasil.

Setelah tiba, mereka dipersilahkan lewat oleh penjaga karena terdapat Peri hutan yang mendampinginya.

Wanita peri itu menghampiri Raja dan membungkuk untuk melaporkan niat kedatangan regu Pahlawan.

"Aku mengerti. Sekarang kamu boleh kembali ke hutan." ucap sang Raja tampan berambut putih panjang.

Peri Hutan itu pamit dan pergi meninggalkan Yggdrasil dengan terjun mengudara menggunakan payung hijaunya.

Regu pahlawan dipersilahkan menghampiri raja yang sedang berdiri, mereka membungkuk sebagai tanda penghormatan.

"Namaku adalah Elfan Dura, aku Raja di pulau ini." tegasnya berwibawa.

"Segala hormat untuk yang Mulia Elfan Dura, jadi.. sepertinya yang Mulia sudah tahu kedatangan kami kemari." ucap Arthur.

Sang Raja meng iyakan ucapan dari Arthur dan menerima Surat resmi dari Raja Shimon lll kota Savara.

"Jawabanku adalah... Tidak! Karena kami sudah cukup kuat untuk mempertahankan pulau ini sendiri." balas Raja Elfan setelah membaca isi surat tersebut.

Regu Pahlawan hanya berlapang dada setelah mendengar keputusan tersebut.

"Tapi aku akan berubah pikiran bila salah satu dari kalian mampu mengalahkan kesatria terbaik kami." sambungnya lagi memberi kesempatan.

Tetra menawarkan diri kepada Arthur untuk maju karena ia paham Arthur tidak akan mencabut pedangnya.

Namun Arthur menolak dan dia akan maju sendiri menggunakan pedang biasa milik prajurit.

Kini Arthur akan beradu pedang dengan seorang kesatria telinga panjang di Arena pelatihan yang dikelilingi penonton orang orang penting.

"Mari kita lihat kekuatan seorang yang dijuluki sebagai Pahlawan ini." ucap Kakek bungkuk berjanggut panjang yang sedang duduk menonton.

"Mengapa kamu tidak menggunakan pedang suci mu?" tanya kesatria merasa diremehkan.

"Aku hanya tak ingin mempermalukan nama baik Pahlawan." jawab Arthur mengacungkan pedang pinjamannya.

Kesatria yang salah paham dengan perkataan Arthur kini menjadi marah dan membencinya.

"Aturan sederhana, yang duluan menyerah atau pingsan dianggap kalah. dilarang saling membunuh dan tidak ada batasan waktu, Apa kalian siap!" seru wasit memberi aba-aba.

"Mulai!"

Terpopuler

Comments

meleecreep

meleecreep

miaw

2024-02-21

1

meleecreep

meleecreep

memeng

2024-02-20

1

marrydiana

marrydiana

mampir lagii, feedback ya😄

2024-02-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!