Bab 20

"Bunda, aku minta maaf. Tolong dengarkan penjelasanku dulu"

Ida tak menghiraukan putranya, perempuan itu terus masuk ke dalam rumah. Sedangkan Sintia, istri Haidar itu sudah masuk lebih dulu ke kamarnya.

"Bunda, aku mohon"

Ida berbalik, ditatapnya wajah Haidar yang penuh lebam. "Bukankah kamu sudah berjanji pada Bunda untuk melupakan Raya? Menerima Sintia sebagai istri kamu dan memulai keluarga kecil kalian dengan bahagia? Lalu apa yang tadi kamu lakukan? Pernahkah kamu memikirkan bagaimana perasaan istrimu saat kamu masih menginginkan perempuan lain?"

Haidar menatap Bunda sendu, "Aku minta maaf, Bunda. Aku sudah berusaha. Tapi nyatanya tidak mudah membuang perasaan itu"

Ida tersenyum miris, "Berusaha, Dar! Move on! Buka hati untuk istrimu! Kamu tidak tahu kan, seberapa besar luka yang Sintia rasakan mendengar ucapan kamu tadi?"

Haidar menghela nafas pasrah, "Aku bukan tidak berusaha Bunda. Hanya saja, perasaanku terhadap Raya sudah mendarah daging. Dan tidak mudah bagiku menghilangkannya"

"Bunda tidak tahu harus berkata apa lagi. Yang jelas, Bunda kecewa padamu!"

"Aku tahu"

"Minta maaflah pada istrimu. Kamu telah menyakiti perasaannya!"

Sepeninggal Bundanya, Haidar pergi ke kamarnya. Dilihatnya Sintia baru saja keluar dari kamar mandi. Wanita itu tersenyum padanya, "Duduklah, aku akan mengobati lukamu"

Haidar tak menjawab, namun tetap menuruti perkataan Sintia. Dengan telaten, Sintia mengobati lebam di wajah Haidar.

"Kamu tidak mau menjelaskan sesuatu?" tanya Sintia

"Tidak ada yang perlu aku jelaskan"

Sintia menghela nafas, "Dulu, sebelum kita menikah, aku tidak punya hak menuntut penjelasan apapun darimu. Tapi bagaimana pun, sekarang aku ini istrimu. Aku berhak tahu semua yang terjadi padamu"

"Bukankah sudah jelas apa yang aku katakan sebelum kita menikah! Aku bersedia menikahimu, tapi aku tidak bisa memberikan hatiku padamu"

Sintia menatap Haidar sendu, "Bahkan setelah menikah, aku masih saja tersingkir"

"Bukankah itu resiko yang harus kamu tanggung? Kamu paham betul, inilah yang terjadi jika kita tetap menikah!"

"Tidak bisakah kamu membuka hatimu untukku?"

"Tidak perlu menanyakan pertanyaan yang kamu tahu pasti apa jawabannya!"

Sintia kembali tersenyum kecut, "Aku tidak akan menyerah. Aku yakin, suatu saat kamu akan menyadari betapa tulus dan besarnya cintaku"

"Terserah padamu. Yang jelas aku tidak pernah memaksamu melakukannya!"

Haidar masuk kedalam kamar mandi, meninggalkan Sintia yang menatapnya dengan sedih, "Aku tidak akan menyerah, Dar. Tidak akan. Statusku sekarang lebih tinggi dari Raya. Aku istrimu. Dan aku ... ingin egois kali ini saja!"

Jujur, Sintia lelah terus - terusan mengalah. Dia lelah menjadi pihak yang lemah. Pihak yang selalu jadi penonton kebahagiaan Haidar bersama Raya. Jika dulu, posisinya lemah karena ia bukan siapa - siapa bagi Haidar, tapi sekarang dia adalah istrinya. Istri dari pria yang ia cintai sendiri. Istri dari pria yang hati dan pikirannya milik wanita lain. Dan istri dari pria yang secara terang - terangan menolak perasaannya.

Sintia menyiapkan pakaian untuk suaminya. Ditaruhnya pakaian itu diatas kasur. Lalu ia keluar dari kamar, Sintia pergi ke dapur untuk membuatkan suaminya teh hangat. Namun, begitu kembali ke kamar, ternyata Haidar sudah tidur membelakanginya. Lagi - lagi ia hanya mampu tersenyum miris. Sintia menaruh teh buatannya di atas meja kemudian ikut naik ke atas kasur. Dengan perlahan, tangannya melingkar ke perut sang suami. Haidar tidak menolak pelukannya, tentu saja karena suaminya itu sudah terlelap.

"Semoga suatu saat nanti kamu bisa membuka hati untukku. Dan bila saat itu tiba, aku harap aku masih mencintaimu"

🌿🌿🌿

Raya menggeliat lalu membuka mata perlahan. Dilihatnya Axel melingkarkan tangan di perutnya. Pantas saja, rasanya agak berat. Ditatapnya wajah tampan sang suami. Raya tersenyum. Ia tak pernah bosan memandangi indahnya ciptaan Allah yang satu ini.

"Sudah puas memandangiku, Sayang?"

"Belum"

"Jawabanmu begitu jujur. Tapi aku suka"

Mata Axel terbuka, kini keduanya saling berpandangan, "Aku suka melihatmu selalu tersenyum"

Raya kembali tersenyum, ditatapnya mata elang Axel yang menatapnya begitu dalam dan teduh.

"Entah kenapa, untuk marah lama padamu aku tak bisa"

"Karena aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku ingin kita selalu romantis setiap waktu"

Raya tergelak, "Harapan yang bagus"

"Tentu saja. Aku sudah berjanji di hadapan kedua orang tuamu untuk tidak pernah membuatmu terluka. Jadi aku hanya perlu membuatmu selalu bahagia"

Raya mengangguk setuju. Lihatlah, bukankah ia beruntung memiliki suami seperti Axel?

"Kamu ingin pergi bulan madu kemana?", tanya Axel tiba - tiba

"Kenapa tiba - tiba bertanya tentang itu?"

"Setelah waktuku longgar, aku akan mengajakmu pergi bulan madu. Aku ingin kita menghabiskan waktu berdua saja. Menikmati indahnya dunia dan tentu saja melakukan banyak hal yang romantis", Axel mengusap wajah Raya dengan lembut, "Jadi, kemana kamu ingin pergi?"

Raya nampak berfikir sejenak, kemudian menatap Axel sembari tersenyum, "Bali", sahut Raya dengan yakin,

"Bali?" tanya Axel lagi

Raya mengangggukkan kepala, "Kamu tidak ingin pergi ke luar negeri? Perancis, Turki, Eropa atau ke negara lainnya?"

Raya menggeleng, "Mungkin nanti. Tapi untuk bulan madu, aku ingin ke Bali saja"

"Bali bukan tempat impianmu bulan madu bersama Haidar kan?" selidik Axel

Raya tertawa, "Kami bahkan tidak pernah membicarakan perihal pernikahan. Bagaimana mungkin membicarakan bulan madu"

"Benarkah? Tapi seingatku, pria begundal itu pernah mengatakan jika ingin membangun impian kalian bersama"

Raya menatap suaminya, dicubitnya pipi Axel dengan gemas. "Kami hanya pernah membahas tentang keluarga kecil yang bahagia. Tapi belum ada pembahasan tentang rencana pernikahan"

"Dia memang pria yang payah!", cibir Axel, "Beruntung kamu memilihku sebagai suami. Setidaknya, aku tidak payah sepertinya", ucap Axel begitu bangga, "Jadi kamu benar - benar ingin pergi ke Bali?"

"Tentu saja"

"Baiklah. Kita akan pergi ke Bali untuk honeymoon nanti"

Kruk Kruk

Raya tertawa mendengar bunyi perut suaminya. Gara - gara serangan petang, mereka melupakan makan malam.

"Aku akan siapkan makan malam untuk kita"

"Aku akan membantumu. Kita makan dikamar saja. Sudah malam, takut mengganggu Mama dan Papa"

Raya mengangguk, mereka memutuskan pergi ke dapur bersama - sama.

"Mama pasti menyisakan makanan ini untuk kita" ucap Raya saat melihat ada beberapa makanan didalam lemari

"Kamu benar, Sayang. Aku jadi tidak enak sama Mama. Mama pasti susah payah memasak ini untuk kita. Tapi kita malah melewatkan makan malam"

"Yang tadi tidak mau berhenti siapa?"

Axel tergelak, "Kamu terlalu indah untuk tidak di apa - apakan"

Raya terkekeh, setelah menghangatkan makanannya, mereka kembali ke kamar.

"Makan sendiri atau di suapi?"

"Tentu saja di suapi" sahut Axel begitu manja

Dengan telaten, Raya menyuapi sang suami. Tak lupa sesekali menyuapi dirinya sendiri.

"Mau tambah lagi?"

"Aku sudah kenyang, Sayang"

"Kalau begitu, aku akan menaruh ini dulu didapur"

"Besok saja. Sudah malam. Nanti kamu malah membangunkan Mama"

Benar juga, akhirnya Raya membiarkan piring bekas makan mereka di meja. lalu keduanya duduk bersandar di kepala ranjang

"Kamu ingin punya anak yang banyak"

Raya menoleh ke arah suaminya, "Kenapa tiba - tiba tanya ingin anak berapa?"

"Jujur saja, aku ingin punya anak yang banyak. Saat aku lelah sepulang kerja, aku langsung bermain dengan mereka. Aku rasa itu akan sangat menyenangkan. Rumah pasti terasa ramai setiap saat. Aku merasakan sendiri, jadi anak tunggal itu kesepian, bukankah kamu juga merasakannya?"

"Memang sih. Kadang aku juga ingin punya kakak atau adik. Pasti rasanya menyenangkan"

"Kalau begitu, kamu setuju kan kalau kita punya banyak anak?"

Raya menatap horor suaminya, "Yang Mas maksud banyak itu berapa?"

"Tiga atau empat"

"Dua anak cukup" sahut Raya tegas

"Kurang lah, Sayang. Minimal tiga. Yang pertama kembar lalu yang kedua satu satu"

Raya menatap geli sang suami, "Kamu bikin aku merinding"

"Kata orang, banyak anak banyak rejeki. Terus kalau mau cepat punya anak, harus kuatkan doa dan usaha"

Roman - romannya Raya menatap gelagat tak enak dari ucapan Axel

"Sudah malam, sebaiknya kita tidur"

Axel terkekeh, "Sekarang malam jumat. Tidak boleh dilewatkan begitu saja. Jadi, kita tidur setelah sekali atau dua kali usaha"

Terpopuler

Comments

Aysana Shanim

Aysana Shanim

Usaha terus ya xel modusnya 🤣

2024-03-29

0

marisa yohana

marisa yohana

memeng bener 2 anak cukup, kalau sampai 3 dan seterusnya berarti kebobolan😂😂😂

2024-03-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!