"Luna? Apa itu kau?"
Sosok itu mendekat dan perlahan terlihat siapa orang itu.
Di tengah hujan yang deras dan kegelapan yang menyelimuti, Luna Noire bertemu dengan Arthur secara tak terduga. Langkah-langkahnya terhenti saat dia melihat siluet Arthur muncul dari balik hujan, langkah pria itu ragu-ragu di bawah sorotan lampu jalan yang redup.
Arthur, dengan ekspresi khawatir yang terpancar di wajahnya, mendekati Luna dengan cepat. Dia melihat keadaan Luna yang basah kuyup dan gemetar ditambah mata yang sembab.
"Luna, apa yang terjadi? Kau basah kuyup!" Arthur berseru, suaranya terdengar di tengah gemuruh hujan yang tak kenal ampun.
Luna menatap Arthur dengan sendu. Tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa dia akan bertemu dengan Arthur di tengah malam yang gelap seperti ini, di saat dia merasa tersesat dan terombang-ambing di antara badai yang melanda.
Dia mengangguk gemetar. "Aku... aku harus bagaimana, Arthur. Aku tidak tahu harus pulang ke mana," ucapnya dengan suara yang hampir tercekik oleh tangis dan rintihan hujan.
Arthur merasa hatinya terenyuh melihat kondisi Luna yang lemah dan putus asa. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan dan dukungan.
"Kita cari tempat yang hangat untukmu. Kamu tidak boleh tetap di sini dalam kondisi seperti ini," ujarnya dengan suara lembut, mengajak Luna untuk pergi bersamanya.
"Terima kasih.." Lirih Gadis itu yang mulai melemah.
Luna tersenyum lemah, merasa bersyukur akan kehadiran Arthur di saat-saat genting ini. Meskipun keadaannya hancur dan terombang-ambing, setidaknya dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Dia memiliki seseorang yang peduli dan siap membantunya melewati badai ini.
Dengan langkah yang hati-hati, Arthur membawa Luna ke kontrakan miliknya yang terletak di pinggiran kota. Hujan masih turun dengan lebatnya, menciptakan nada monoton dari tetes-tetes air yang jatuh di atap dan jendela.
Ketika mereka tiba di depan pintu kontrakan, Arthur membuka pintunya dengan hati-hati, mempersilakan Luna masuk terlebih dahulu. Lampu temaram menerangi ruangan yang sederhana namun hangat, menciptakan suasana yang nyaman di tengah hujan yang terus turun di luar.
"Silahkan masuk.."
Luna mengangguk kecil.
Luna memasuki rumah itu dengan rasa syukur yang dalam, merasakan kehangatan dan kedamaian yang ditawarkan oleh tempat ini. Setelah melepas sepatu dan jaketnya, dia duduk di sofa yang nyaman, merasakan kenyamanan dari kursi yang mendukung tubuhnya.
Arthur menyediakan segelas teh hangat untuk Luna, ia sadar bahwa mungkin gadis itu membutuhkan sesuatu untuk menghangatkan tubuhnya yang basah kuyup. Mereka duduk di seberang meja kecil, saling bertatapan di antara cahaya lampu yang lembut.
"Terima kasih, Arthur. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuanmu," kata Luna dengan suara lembut, rasa terima kasihnya mengalir dalam setiap katanya.
Arthur tersenyum lembut, menggelengkan kepalanya dengan penuh pengertian. "Tidak perlu berterima kasih, Kita memang harus saling membantukan?"
Luna duduk di sofa dengan ekspresi yang sedikit lebih tenang. Dia menatap ke luar jendela, membiarkan pikirannya melayang ke peristiwa yang baru saja terjadi.
Arthur, duduk di seberangnya, memperhatikan Luna dengan penuh perhatian. Dia melihat keraguan yang masih terpancar dari matanya, dan rasa ingin tahunya semakin bertambah.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Arthur dengan suara lembut, namun penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi? Aku tidak bisa membayangkan kau berada di jalanan di tengah badai seperti ini."
Luna menarik napas dalam-dalam, merasa berterima kasih atas kepedulian Arthur, namun juga merasa terbebani oleh beratnya beban yang harus dia bagikan.
"Adikku, Freya, dia hilang," Luna mulai dengan suara yang gemetar. "Dia menghilang tanpa jejak, dan aku tidak tahu harus bagaimana."
Arthur menatap Luna dengan terbelalak, terkejut mendengar berita itu. Wajahnya mencerminkan kebingungan dan kekhawatiran.
"Hilang?" ucap Arthur dengan suara yang hampir tercekik oleh rasa kaget. "Sejak kapan?"
Luna menjelaskan dengan hati-hati detail dari kejadian hari itu, bagaimana dia pulang dan tidak menemukan adiknya di rumah, bagaimana pamannya mengaku telah menjual Freya, dan bagaimana dia berjuang mencari jejak adiknya di tengah hujan yang turun dengan lebatnya.
Arthur mendengarkan dengan penuh perhatian, wajahnya penuh dengan ekspresi campuran dari kaget, kebencian, dan kekhawatiran. Baginya, berita ini adalah pukulan yang tak terduga, mengguncang fondasi keyakinannya tentang keadilan dan kebaikan.
Setelah Luna selesai bercerita, sebuah keheningan tegang melingkupi ruangan, diisi hanya dengan suara hujan yang terus turun di luar. Arthur merenung sejenak, mencerna informasi yang baru saja dia terima, sebelum akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap Luna dengan mata yang penuh dengan tekad.
"Kita akan menemukannya, Luna," ucap Arthur dengan suara yang mantap. "Kita akan mencari Freya, tidak peduli apa yang terjadi. Dia adalah keluargamu, dan kau tidak akan sendirian,aku akan membantumu."
"Dan sejujurnya aku tidak menyangka pamanmu sejahat itu,dia harus dihukum atas apa yang telah ia perbuat, ini ilegal Luna, manusia tidak dapat diperjual belikan!"Lanjut Arthur dengan berapi api.
"Aku tahu Arthur, namun aku tidak punya bukti apapun."Jawab Luna.
"Kamu bisa tinggal disini untuk sementara! Kita bisa mencari bukti bukti itu."
Luna menggeleng dengan cepat."Tidak, besok aku akan mencari tempat tinggal! Aku tidak bisa merepotkan mu.Makasih, Arthur," ucap Luna dengan suara lembut. "Aku benar-benar berterima kasih atas segalanya."
"Tidak perlu berterima kasih. Kau tahu di mana aku jika kau membutuhkanku, untuk sekarang kau bisa tidur di ranjangku."Ucap lelaki itu.
"Tidak Arthur, itu tidak adil untukmu," kata Luna dengan nada prihatin. "Aku bisa tidur di sofa, kamu bisa tidur di ranjang."
Arthur menggeleng dengan tegas. "Tidak, Luna. Aku baik-baik saja di sofa. Kamu butuh tempat tidur yang nyaman untuk istirahat,aku bisa tidur di mana saja."
Luna terdiam sejenak, terharu dengan pengorbanan Arthur. Dia tahu bahwa Arthur tidak mungkin merubah pikirannya. Pada akhirnya Luna menerima tawaran itu, ia sadar bahwa Arthur hanya ingin yang terbaik baginya.
...****************...
Di tengah kegelapan kamar yang sunyi, derit ranjang itu terus berbunyi.Luna hanya berguling guling di atas tempat tidur, matanya memandang kosong ke langit-langit yang tidak terlihat di dalam kegelapan. Meskipun tubuh dan pikirannya terbawa oleh kelelahan, tidur tampaknya menjadi suatu yang jauh dari jangkauannya.
Pikirannya dipenuhi oleh bayangan-bayangan gelap tentang keadaan adiknya, Freya, yang masih hilang entah ke mana. Setiap kali dia mencoba untuk menutup mata, bayangan wajah manis adiknya terpampang jelas di benaknya, menyelubungi pikirannya dengan kekhawatiran dan kegelisahan yang tak terbendung.
Dia bertanya-tanya di mana adiknya berada, apa yang dia alami, dan apakah dia aman. Setiap skenario yang mungkin melintas di benaknya tampaknya menghantui pikirannya dengan ketidakpastian yang menyiksanya.
Sampai akhirnya matanya terlelap dengan sendirinya.lelahnya yang tak tertahankan dan kecemasan yang melanda pikirannya terlupakan sejenak. Dalam alam mimpi yang gelap, dia menemukan kedamaian yang dia cari-cari, terlelap di bawah naungan kelelahan yang menghimpitnya.
"Freyaaaa.."Teriaknya.
Luna langsung terduduk karena mimpi buruknya, nafasnya berburu dengan cepat, namun pandangannya teralihkan karena ada secercah sinar matahari menembus jendela.
"Ah,aku tertidur rupanya."Gumam gadis itu.
Dia merasakan sedikit kaku di lehernya,aroma harum masakan menyelinap masuk ke dalam ruangan. Apakah Arthur yang sedang memasak? Meskipun hatinya masih terbebani oleh kekhawatiran untuk adiknya yang hilang, tetapi aroma harum masakan memberinya sedikit kesegaran dan semangat pagi.
Dengan langkah yang ringan, Luna keluar dari kamar tidur dan mengikuti aroma harum yang menggoda itu. Saat dia memasuki dapur, dia disambut oleh pemandangan yang menggugah selera: Arthur sibuk di dapur, memasak dengan penuh semangat, dengan senyum di wajahnya yang menggambarkan kehangatan dan kebaikannya.
"Selamat pagi, Luna. Aku sedang membuat sarapan untuk kita berdua. Aku harap kau menyukainya."
Dengan penuh kehangatan, Arthur menghadirkan sepiring pancake sederhana namun menggugah selera di depan Luna. Aroma manis dari pancake yang baru dipanggang mengisi ruangan, menciptakan suasana yang hangat di pagi yang cerah itu.
Luna memandang pancake dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Meskipun sederhana, namun pancake itu tampak begitu menarik, dengan lapisan tipisnya yang keemasan dan siraman maple syrup yang menggoda.
"Terima kasih, Arthur. Ini terlihat sangat lezat," ucap Luna dengan suara penuh penghargaan.
Arthur tersenyum, merasa senang melihat reaksi Luna. "Sama-sama, Luna. Ayo kita makan."
Mereka duduk di meja makan, menggenggam sendok mereka masing-masing, siap untuk menikmati hidangan di depan mereka.
"Sepertinya aku tidak bisa bekerja untuk sementara waktu.."Ucap luna,setidaknya untuk sementara waktu. Keadaan pikirannya yang terganggu oleh kehilangan adiknya membuatnya sulit berkonsentrasi dan berfokus.
Arthur, dengan penuh pengertian, menatap Luna dengan ekspresi yang penuh empati. Dia merasa simpati terhadap kondisi Luna, dan dengan tulus, dia ingin membantunya melewati masa sulit ini.
"Dengar, Luna," ucap Arthur dengan suara lembut. "Kau tahu bahwa aku selalu ada di sini untukmu. Aku mengerti bahwa saat ini kau butuh waktu untuk dirimu sendiri, untuk menemukan kembali kekuatanmu. Tapi tolong, jangan ragu untuk meminta bantuan jika kau membutuhkannya. Aku di sini untukmu, tidak peduli apa yang terjadi."
Meskipun hatinya tersentuh oleh tawaran Arthur, Luna menolak dengan lembut. Dia tidak ingin membebani Arthur dengan tanggung jawabnya sendiri. "Terima kasih," ucapnya dengan suara lembut. "Tapi kau juga harus bekerja, dan aku tidak ingin mengganggumu dengan masalahku."
Arthur mengangguk, mengerti keputusan Luna. "Baiklah. Tapi janji padaku bahwa jika kau butuh bantuan, kau akan memberi tahuku. Aku di sini untukmu, selalu."
Hari ini Luna berencana untuk menemui pamannya kembali, berharap pamannya sudah sadar dan mereka bisa berbicara dari hati ke hati, Ia harap ini hanya kesalah pahaman dan mimpi buruk ini tidak nyata. Paman aku bisa mempercayaimu kan? Tanyanya dalam hati.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments