Keluarganya pun tertawa, sedangkan Husein tersenyum.
"Sana duduk sama suami mu" ucap ibu Syifa mengusir putrinya.
"Gak mau"
"Ini anak, suaminya di anggurin"
Syifa tak menjawab, dia memilih memejamkan matanya dengan posisi yang masih sama, bersandar pada ibunya.
"Syifa ibu gerah lepasin"
Syifa pun melepaskan pelukannya dan duduk agak jauh dengan wajah di tekuk.
Dia mengambil bantal sofa dan memangkunya.
Triinggg tringgg
Suara ponsel pun terdengar.
"Ayah angkat telpon dulu" ucap sang ayah lalu pergi dari sana.
"Iqbal Farah, sudah malam kalian tidurlah besok kalian harus bangun pagi bukan" ucap ibu Syifa.
Kedua adiknya pun mengiyakan dan beranjak dari sana.
"Kami tidur duluan" ucap Farah.
Tak lama ibu Syifa pun ikut beranjak dari sana.
"Ibu mau kemana?" tanya Syifa.
"Tidur, ibu ngantuk" ucap ibunya
"Kalian jangan tidur terlalu malam"
"Baik bu" jawab Husein.
Sedangkan Syifa hanya menatap ibunya yang masuk ke kamar.
Suasana terasa canggung, perlahan Syifa melirik ke arah suaminya begitu pula dengan Husein.
Syifa mengalihkan pandangannya sedangkan Husein nampak menyentuh tengkuk lehernya karena merasa suasana terasa sangat canggung.
Beberapa menit terasa hening, hanya ada suara TV yang menyala di depan mereka.
"Dek" panggil Husein.
"Iya Bib?" jawab Syifa sambil menoleh ke arab suaminya.
Husein pun berpindah dan duduk di samping Syifa.
"Boleh pinjam tangannya sebentar" ucap Husein.
"Hah? Tangan? Untuk apa?" tanya Syifa.
Husein tersenyum kemudian meraih telapak tangan kanan istrinya. Lalu dia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya.
Syifa nampak terkejut melihat benda yang di keluarkan Husein.
Husein tersenyum pada istrinya.
"Maaf, aku tidak langsung memberikannya pada mu dek. Karena pernikahan kita yang mendadak" ucap Husein.
Husein mengambil cincin dari dalam kotak cincin, kemudian dia memasangkannya di jari manis istrinya.
Syifa hanya diam saja dan terus menatap ke arah jari-jemarinya.
"Alhamdulillah pas" ucap Husein sambil tersenyum.
Syifa melihat cincin yang melingkar di jari manisnya.
"Bagaimana? Adek suka?" tanya Husein sambil menatap istrinya.
"Bib"
"Iya?"
"Berat"
Seketika Husein tertawa pelan.
"Kecil loh dek" ucap Husein.
"Bukan itu"
"Lalu?"
"Ini pasti mahal, saya takut menghilangkannya" ucap Syifa sambil menatap suaminya.
"Tidak akan hilang dek, cincinnya pas loh di jari adek" ucap Husein.
"Kalau lepas gimana? Ganti saja yang lebih murah Bib" ucap Syifa.
"Tidak bisa di ganti dek, kalau hilang nanti aku belikan lagi" ucap Husein dengan entengnya.
Syifa menganga mendengar ucapan Husein.
Husein tertawa pelan.
"Berapa harganya? Maaf untuk berjaga-jaga saja takut saya menghilangkannya, kalau saya tahu harganya saya bisa lebih hati-hati"
"Murah kok dek, adek tidak perlu pikirkan apapun cukup pakai saja itu sudah membuat ku senang. Tidak perlu takut adek menghilangkannya"
"Baiklah"
Syifa kembali menatap cincin berlian di tangannya.
"Adek suka modelnya?" tanya Husein.
Syifa mengangguk lalu dia melirik ke arah jari manis Husein. Husein pun mengikuti arah pandang istrinya.
"Oh iya, cincin ku ada di kamar. Adek mau bantu pasangkan di jari ku?"
Syifa menatap Husein.
"Mau ya" bujuk Husein.
Syifa pun mengangguk pelan.
Husein tersenyum dan mengajak istrinya ke kamar. Mereka melangkah ke kamar tak lupa juga Syifa mematikan TV.
Sesampainya di kamar.
"Adek duduklah dulu" ucap Husein.
Syifa pun duduk di ranjang dan menunggu Husein mengambil cincin miliknya di lemari. Tak lama Husein pun melangkah ke arah sang istri dan duduk di sebelahnya.
Husein membuka kotak cincin berwarna biru dongker yang sama persis dengan warna milik kotak cincin istrinya.
"Ini dek, tolong pasangkan ya" ucap Husein sambil menyodorkan cincin itu kepada istrinya.
Syifa pun mengambil cincin berwarna silver yang terbuat dari platinum, kemudian memasangkannya di jari manis suaminya.
Husein pun tersenyum, kemudian mengecup pipi istrinya.
Syifa pun nampak terkejut.
"Bib!"
Husein tertawa.
Syifa menunduk menyembunyikan wajahnya.
Beberapa menit berlalu.
"Bib"
"Iya?"
"Cincin punya anda bahannya dari apa?" tanya Syifa.
"Dari platinum dek, adek tahukan kalau pria di larang menggunakan emas" ucap Husein.
Syifa mengangguk.
"Saya tahu, Bib. Lalu kalau yang ini?" tanya Syifa sambil memperlihatkan cincinnya.
"Punya adek dari emas putih, aku pakai emas putih biar cincin kita serasi. Tidak apa-apa kan? Kalau adek lebih suka emas kuning nanti kita ganti saja cincin adek"
"Suka kok Bib, saya lebih suka emas putih dari pada emas kuning" ucap Syifa.
"Syukurlah kalau Adek suka" ucap Husein sambil tersenyum.
"Kalau modelnya adek suka tidak?" tanya Husein lagi, tadi di luar dia sudah menanyakan hal ini.
Tapi dia ingin memastikan lagi bahwa istrinya benar-benar menyukai pilihannya.
"Suka, pilihan anda bagus Bib" ucap Syifa sambil sedikit mendongak menatap suaminya.
"Alhamdulillah"
"Oh iya, anda tahu dari mana ukuran jari saya?" tanya Syifa.
"Waktu adek tidur, aku ukur jari adek pakai benang. Lalu menelpon tempat perhiasan dan memesannya" ucap Husein.
"Pesan cincin bisa secepat itu ya?" tanya Syifa.
"Tempat perhiasannya langganan keluarga kami dek, cincinnya di titipkan ke Umi kemarin" ucap Husein
"Ohhh"
"Mahar adek sudah aku taruh di lemari ya" ucap Husein.
"Mahar?" tanya Syifa.
"Iya Mahar, sudah aku taruh di lemari nanti adek simpanlah" ucap Husein
"Baik" jawab Syifa.
"Tidur yuk, udah malam" ajak Husein
Syifa mengangguk.
Tengah malam.
Syifa yang sedang tidur nyenyak terbangun karena merasakan perutnya yang sakit. Syifa meringis kesakitan sambil menekan perutnya.
Husein yang merasakan pergerakan di sebelahnya pun terbangun.
"Kamu kenapa Dek?" tanya Husein saat melihat istrinya nampak tak nyaman.
"Sakit" ringis Syifa sambil menekan perutnya dengan bantal.
Husein langsung merubah posisinya menjadi duduk kemudian menyalakan lampu utama dengan remot yang ada di nakas.
Dia nampak khawatir melihat sang istri kesakitan.
"Kita ke dokter sekarang ya" ucap Husein nampak sangat khawatir.
Syifa menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? Kamu harus di periksa." ucap Husein.
"Tidak perlu, ini cuma nyeri haid" ucap Syifa sambil menggigit bibir bawahnya menahan sakit.
"Haid?"
Syifa mengangguk pelan.
"Tapi kamu kesakitan begitu, dek" ucap Husein khawatir.
Syifa lagi-lagi menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu katakan apakah ada yang bisa aku lakukan?" tanya Husein.
Syifa kembali menggeleng.
Rasa sakit di perut Syifa sedikit berangsur reda, keringat dingin membasahi keningnya. Husein mengusap peluh di kening istrinya dengan lembut.
"Setiap haid kamu sakit begini?" Tanya Husein nampak khawatir.
Syifa mengangguk.
"Berapa lama?" tanya Husein.
"Sakitnya 1 sampai 2 hari" jawab Syifa dengan suara lemas.
"Sekarang masih sakit?" Tanya Husein.
Syifa mengangguk "Sedikit" jawab Syifa.
Husein merebahkan kembali tubuhnya di samping sang istri. Tangannya terulur ke arah perut Syifa.
"Apa yang anda lakukan?" Tanya Syifa terkejut saat tangan Husein masuk ke dalam baju tidur miliknya.
"Bib"
Telapak tangan Husein naik turun di perut Syifa, dia mengusap pelan perut istrinya berharap rasa nyeri yang di rasakan istrinya berkurang.
Raut wajah Syifa nampak berubah, dia merasa nyaman saat merasakan usapan lembut di perutnya.
Husein merasa lega saat melihat istrinya nampak lebih baik.
"Tidurlah" ucap Husein dengan lembut.
Syifa mengangguk pelan kemudian memejamkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Sandisalbiah
suami idaman si Habib.. semoga seterusnya tetap begitu
2024-11-16
1
Dewi Payang
Aku juga mau minjamin jariku utk dapet Cincin bib🤭🤭🤭
2024-04-30
1