Keluar dari ruangan Madam Lena membuatnya bernapas lega. Jadi sekarang ia harus kembali bekerja ke lantai 3 sebagai pelayan biasa atau pelayan khusus? Membingungkan. Lebih baik ke rooftop saja, jika kembali ke lantai 3 ia akan kembali bertemu dengan para bajingan itu.
Kaki Cassia melangkah menaiki tangga. Di atas sini sepi, tetapi untung saja di rancang dengan bagus – ada tempat duduk dan beberapa meja, serta ada bola lampu redup berwarna cokelat di setiap pinggiran meja.
“Wah. Bulannya tumben kelihatan jelas, bisa seterang itu?”
Cassia bergumam dengan menatap langit dan melepas jas kerja – yang menjadi bagian seragam Honey Bunch. Lekuk tubuh yang kecil di bagian pinggang terlihat jelas, dan beberapa bagian lainnya. “Ketat banget nih seragam. Gue berasa jadi model kalau kerja disini. BB aja nggak boleh naik naik banget. Untung bayarannya lumayan.”
“Cassia?”
Deg.
Astaga. Kurang ajar! Jantungnya benar-benar tidak aman. Bahkan reflek ia menarik kain yang di gunakan menutupi meja demi melindungi tubuhnya dari mata lelaki yang entah siapa itu.
“Lo …” Mata Cassia menyipit. “Lingga?”
Lingga berdecak. “Tempat gue ternyata di huni sama orang lain juga?”
Tempat dia? Maksudnya rooftop ini? batin Cassia bingung. Tangannya masih memegang kain meja. Dan tanpa sadar ia bergerak tadi, jas kerja itu terjatuh.
“Ngapain lo disini?” sambung Lingga.
Cassia berani menatap. “Suka suka gue. Disini nggak ada tulisan yang menyatakan larangan.”
“Oh. Gue tahu gue tahu.” Lingga mengangguk-angguk sambil tertawa. “Lo lagi mau mangsa cowok, kan? Atau nungguin – “
Muak.
Cassia dengan cepat menyanggah, “Lo bisa berhenti ngoceh nggak, sih?”
“Gue pikir anak Om Gumira itu kelakuannya lumayan baik. Ternyata sama aja. Lo bahkan lebih berisik dibandingkan Abhimata. Mending lo tiru Linggar, dia kayaknya nurunin gen baik-baik yang dipunyai Bokap lo,” sambung Cassia kesal.
Setelahnya ia menunduk, mengambil jas. Dan saat hendak pergi, Cassia mendengar tawa Lingga yang menggelegar. Lelaki ini gila. Dari dulu dibandingkan Linggar, Lingga memang banyak sekali berbicara. Sungguh menyerap energi saja, membuat istirahatnya terganggu.
“Nggak usah ngomongin gen baik gen baik segala.” Lingga menyentuh perut karena tertawa dengan keras tadi membuat ia cukup lelah. “ Ngaca sana lo!”
Cassia berdiri. “Gue nggak pernah ngerasa jadi orang baik.”
“Oh ternyata lo sadar?” Lingga bertepuk tangan. “Bagus bagus. Kesadaran diri lo patut di apresiasi.”
Apresiasi?
Wah.
Adiwangsa satu ini benar-benar membuat Cassia muak. Andai saja tidak dalam jangkauan jam kerja atau di ranah Honey Bunch, ia akan dengan semang hati meladeni Lingga. Sudah lah. Biarlah saja, Cassia berbalik dan cepat-cepat menggunakan jas kembali.
“Cas.”
Cassia berhenti.
“Body lo lumayan juga,” sambung Lingga.
Betapa menyenangkan melihat Cassia lari dalam kekesalan seperti itu. Lagi pula siapa yang menyuruhnya membandingkan kebaikan seseorang dari gen orangtua mereka? Bodoh! Benar-benar tidak terampil dalam menghina seseorang, tapi tetap saja ingin mencoba. Cassia memang bodoh!
Dan mengenai ucapannya tadi ... ia cukup jujur. Lumayan, memang. Sial ia jadi teringat Shanum, namun ia cepat cepat menggelengkan kepala. Shanum istri Linggar! Sadar, brengsek! Pemikiran seperti itu tidak boleh memasuki otaknya. Tidak. Shanum adalah wanita baik-baik.
Drrttt …
Gawai Lingga yang berada di meja bergetar. Pesan masuk. Terterah dengan jelas nama Linggar disana.
“Tumben banget. Ngirim apaan coba?’ gumam Lingga sembari membuka gawai.
Linggar
Lo minimal kalau udah kerja jangan dugem mulu.
Tawa Lingga menggema. Siapa juga yang clubbing? Lingga hanya mencari ketenangan, lagi pula pun ia mengunjungi Honey Bunch untuk menempati private room saja. Meskipun menyukai keramaian, klub malam dengan musik dan gemerlap lampu bukanlah seleranya.
Lagi pula pun pukul dua belas malam ia akan segera pulang ke apart. Karena sebagai pria ia tahu, bahwa pekerjaannya adalah tanggung jawab. Dan bisa bekerja di Majeed Airlines adalah usaha terbesar yang ia lakukan tanpa bantuan dari Ayahnya – Gumira Adiwangsa.
Papa Gumira pikir hanya Linggar saja yang bisa bekerja di Lazuardi Hotel milik Om Gautama tanpa bantuan? Dirinya juga bisa. Lingga juga bisa bekerja di Majeed Airlines milik Nenek Yasmina yang tidak lain adalah Ibu sambung sang Ayah. Ya meskipun sekarang sudah di bawah naungan Aryandra Adyuta, tetap saja maskapai itu pernah menjadi aset milik Nenek sambungnya.
Jabatan yang di dapat memang tidak tinggi. Ia bekerja sebagai Finance & Management Accounting. Meskipun dulu di Upasama High School lebih mengarah pada seni. Lingga memutuskan untuk mengambil kuliah Fakultas Ekonomi dan Bisnis ( FEB) hampir sama dengan Linggar. Tetapi setelah menjelajahi segala bisnis keluarganya – Lingga merasa cocok di Majeed Airlines. Jadi, ya sudah. Kerja tetaplah kerja. Meskipun harta Adiwangsa tidak akan habis 7 turunan, sang Ibu tidak akan pernah mau memiliki anak pemalas.
^^^Lingga^^^
^^^Dugem apaan?^^^
^^^Gue sebagai teman yang baik, cuma menghargai undangan Vincent, ya!^^^
Tidak.
Lingga datang atas keinginannya sendiri.
“Dah lah. Gue pulang aja. Ngantuk banget.”
Lingga berdiri melewati tempat yang di duduki Cassia tadi. Namun saat mencoba acuh, ia menemukan name tag, mungkin? Disana tertera dengan nama Cass. Lingga tidak tahu apakah wanita itu menggunakan nama asli atas samaran di tempat kerja ini. Tetapi … boleh juga. Apa lebih baik balas dendamnya ia mulai dari sekarang?
“Gimana kalau gue kasih dia pekerjaan tambahan?” Lingga mendongak menatap langit malam dan tersenyum miring. “Jadi pelayan ranjang. Misalnya?”
“Body lo lumayan juga.”
Mulut menjijikan! Lingga sialan! Segala umpatan yang lebih buruk ingin ia haturkan untuk Lingga. Berani sekali! Kurang ajar! Benar-benar tidak mempunyai sopan santun! Ah, Cassia ingin teriak. Ia kesal, ia marah!
“Cas, lo naik jabatan?”
Naik jabatan? Apa hal seperti ini bisa dibilang naik jabatan? Sella … jika boleh kita berpindah posisi akan lebih baik Sella saja yang menjadi pelayan khusus. Karena bagi Cassia kenaikan jabatan di tempat semacam ini – sangat tidak mengenakan. Tak nyaman saja, berpindah tempat kerja dimana sebenarnya itu tidak ia inginkan
“Bisa di bilang, iya. Maybe?” jawab Cassia.
Mata Sella melebar. “Wah gila … Madam Lena yang minta langsung ke elo buat jadi pelayan khusus?”
“Iya gitu deh. Gue nggak bisa nolak.”
Sella mengibas tangan di udara. “Yaudah sih terima aja, enak juga kerjanya santai, Cas.”
Cassia hanya mengangguk saja. Kemudian mengambil duduk di meja bar, dari sini ia dapat memandang keluar jendela. Bahkan samar-samar suara dari musik yang ada di bagian klub malam Honey Bunch terdengar. Lalu lalang orang yang mencari kenikmatan semu datang bergantian.
Sesungguhnya ia malu untuk membicarakan dosa. Tetapi baginya, pekerjaan di Honey Bunch tidak seburuk itu, kan? Cassia hanya bisa berharap bahwa Sang Pencipta tidak pernah memandangnya hina. Bahwa untuk melangkah menuju tempat suci tidak membuatnya ragu. Bahkan untuk memakai penutup kepala saat beribadah tidak membuatnya merasa bahwa itu tidak lah pantas.
Pekerjaan ini terus ia lakukan. Waktu silih berganti. Bahkan telah memasuki pukul dua belas malam – saatnya untuk pulang. Cassia melepas atribut kerja dan keluar dari Honey Bunch. Seperti biasa, saat malam ia akan pulang di antar ojek langganan. Tetapi sudah hampir sepuluh menit menunggu ojek itu tidak kunjung datang.
“Maaf banget Mbak nunggu lama. Tadi anak saya belum tidur. Rewel. Soalnya lagi demam,” jelas tukang ojek itu – dengan raut wajah panik.
Jadi pria di depannya ini seorang Ayah, ya? Cassia termenung sejak. Lalu naik di belakang. Rasa iri menghinggapi hati kembali. Tetapi sekarang pikiran Cassia adalah perihal bersih dan tidaknya uang yang diberikan untuk tukang ojek ini. Tidak boleh. Cassia tidak akan memberikan uang hasil kerja Honey Bunch untuk seorang Ayah. Cassia akan memberi uang yang ia hasilkan dari kerja freelance nya sebagai admin salah satu toko online. Uang hasil Honey Bunch akan ia gunakan untuk yang lain.
“Mbak sekali lagi saya minta maaf. Saya janji nggak akan telat lagi.”
Cassia mengangguk. “Nggak papa, Mas. Cepat sembuh untuk anaknya Mas.”
Setelah mengatakan itu Cassia memasuki kediaman Sadajiwa Upasama dengan wajah letih. Evita sudah tidur, begitu pula para pelayan. Hari ini sangat melelahkan tetapi lagi lagi hidup tetap harus dijalani.
Nggak usah mandi lah. Capek, batin Cassia yang langsung mengganti pakaiannya dengan piyama satin. Lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan make up dan menggosok gigi.
Drrttt …
Gawai yang bergetar itu terdengar jelas sampai pada kamar mandi. Mungkin karena sunyi dan kebetulan air pun ia matikan.
Klek.
Pintu kamar mandi di tutup. Cassia mengambil gawai yang berada di meja – lantas merebahkan diri di ranjang. Namun keningnya tiba-tiba mengerut. Nomor tidak dikenal? Siapa? Jangan katakan bahwa orang itu adalah yang menerornya tiga tahun lalu – saat kasus Shanum belum selesai.
Besok jam 10 malam di private room Honey Bunch. Gue tunggu.
- Abhimata.
...[TBC]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments