Stella memandang kosong ke luar, matanya penuh dengan kelelahan dan kekhawatiran. Meskipun langit masih gelap, dia sudah terbangun sepanjang malam.
Pikiran tentang kehidupannya ke depan terus menghantuinya, terutama tentang tinggal dan hidup dengan pria yang dia anggap kejam dan tidak berperasaan seperti Steven.
Stella merasa bahwa hidup di bawah atap yang sama dengan Steven memberikan tantangan yang sulit baginya.
Dia merasa terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan dan merasa terisolasi dalam pernikahan yang tidak memberikan kebahagiaan dan kedamaian yang dia harapkan.
Pikiran-pikiran tentang masa depannya memenuhi pikiran Stella. Dia bertanya-tanya apakah ada jalan keluar dari situasi ini, apakah ada harapan untuk perubahan atau kebahagiaan yang lebih baik.
Dia merasa terjebak dalam perasaan putus asa dan kebingungan, mencari solusi yang tepat untuk kehidupannya.
"Jangan kasih ampun, langsung habisi saja sampah tidak berguna seperti mereka!!"
Stella merasa terkejut dan terkejut mendengar kalimat tersebut. Tubuhnya merinding dan bulu kuduknya berdiri tegak.
Dengan perlahan, dia menoleh ke arah kanannya dan melihat Steven berdiri di sana dengan posisi memunggungi. Tidak terlihat seperti ekspresi di wajahnya, hanya punggung lebar yang tersembunyi di balik singlet hitamnya.
Stella merasa ketakutan dan tidak yakin bagaimana harus merespons situasi ini. Kalimat yang diucapkan oleh Steven terdengar sangat keras dan kejam. Dia merasa bahwa kata-kata tersebut tidak hanya ditujukan pada orang lain, tetapi juga pada dirinya sendiri.
Pandangan Stella terpaku pada punggung Steven, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Dia merasa terisolasi dan takut dalam pernikahannya, dan kalimat tersebut hanya memperkuat perasaan tersebut.
Steven berbalik badan dan tatapan mereka bertemu, membuat Stella merasa tegang. Tubuhnya terasa kaku saat melihat tatapan dingin dari suaminya. Dia merasa ketakutan dan tidak yakin bagaimana harus merespons.
"Apa yang kau lakukan di sana? Apa kau menguping pembicaraanku?" tanya Steven dengan nada tajam.
Pertanyaan itu membuat Stella terpaku, tidak tahu apa yang harus dia jawab. Dia merasa seperti dalam situasi yang sulit dan terjebak antara ketakutan dan kebingungan.
Stella mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab. Dengan suara yang gemetar, dia berkata, "Tidak!! Lagipula aku tidak memiliki alasan untuk menguping apa yang kau bicarakan. Toh, itu juga tidak menguntungkan diriku." Jawab Stella.
Steven tidak memberikan respons langsung. Tatapannya masih dingin dan tajam, membuat Stella merasa semakin tidak nyaman. Dia merasa seperti berada di bawah tekanan dan tidak tahu bagaimana menyelesaikan situasi ini dengan baik.
Setelah tatapan dingin dari Steven, dia meninggalkan balkon dan kembali ke kamarnya tanpa berkata-kata. Stella membiarkannya pergi, tanpa merasa terpengaruh oleh kepergiannya.
Dia memilih untuk tetap dalam posisinya, memfokuskan perhatiannya pada pemandangan bintang fajar yang muncul di ufuk timur.
Melihat bintang fajar memberikan Stella perasaan ketenangan dan harapan. Dia merasa bahwa meskipun ada ketegangan dan konflik dalam pernikahannya, masih ada keindahan dan harapan di dunia di sekitarnya.
Stella mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Dia menyadari bahwa situasi pernikahannya membutuhkan waktu dan pemikiran yang lebih dalam untuk diselesaikan.
Melihat bintang fajar mengingatkannya bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk mencari kebahagiaan dan memperbaiki hubungan yang ada.
Stella memutuskan untuk mengambil waktu untuk merenung dan memikirkan langkah-langkah yang tepat untuk dirinya sendiri. Dia menyadari bahwa dia memiliki hak untuk hidup dalam hubungan yang sehat dan bahagia.
...🌺🌺🌺...
Suasana di meja makan terasa tegang, keheningan menyelimuti kebersamaan antara Steven dan beberapa orang yang ada di sana. Suasana tegang ini terputus ketika salah satu orang akhirnya membuka suara.
"Steven, kenapa kau memecat Andrew dari posisi manajer dan menurunkan posisinya sebagai OB?" tanya Tuan Zhou, ayah Steven, dengan nada serius dan tegas.
"Untuk apa mempertahankan sampah tidak berguna sepertinya!" jawab Steven dengan nada sinis, yang membuat Tuan Zhou terpaku.
Tatapan Steven yang penuh sinisme mencerminkan ketidakpuasannya dan sikap kerasnya terhadap Andrew.
Tuan Zhou merasa terkejut dan kecewa dengan sikap putranya. Dia tidak mengharapkan Steven untuk merendahkan atau menyebut Andrew sebagai 'sampah tidak berguna' Tatapan sinis dari Steven membuatnya menyadari bahwa ada kesenjangan dalam pemahaman dan nilai-nilai mereka.
Dalam keheningan yang tegang, Tuan Zhou mencoba mengendalikan emosinya dan dengan suara tenang, dia berkata,
"Steven, sebagai seorang pemimpin, penting bagi kita untuk memperlakukan setiap individu dengan hormat dan penghargaan. Kata-kata yang kau gunakan tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap yang baik."
"Aku adalah pemimpinnya, jadi aku yang berhak mengambil keputusan di sini!!" ujar Steven dengan nada tegas, menunjukkan keyakinannya sebagai pemimpin dalam situasi tersebut. Tatapan dan sikapnya menegaskan bahwa dia merasa memiliki wewenang penuh untuk mengambil keputusan.
Tuan Zhou tetap terpaku dengan pernyataan Steven. Dia merenung sejenak, mencoba memahami sudut pandang putranya.
Namun, dia juga merasa perlu mengingatkan Steven tentang pentingnya mempertimbangkan pendapat dan masukan dari orang-orang di sekitarnya, terutama dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi banyak orang.
"Dalam peran sebagai pemimpin, Steven, memang ada tanggung jawab besar untuk mengambil keputusan yang tepat. Namun, penting juga untuk mendengarkan dan mempertimbangkan masukan dari orang-orang yang berada di sekitarmu. Keputusan yang baik sering kali melibatkan kolaborasi dan kerjasama," kata Tuan Zhou dengan suara yang tenang namun tegas.
"Cukup! Jangan mengaturku apalagi berusaha ikut campur!!" ujar Steven dengan nada tajam yang penuh sinisme.
Tatapan matanya mencerminkan kebencian yang mendalam saat dia memandang ayahnya. Tuan Zhou merasa terpukul dengan kata-kata dan sikap putranya.
Dia merasakan jarak yang semakin besar dalam hubungan mereka dan melihat kebencian yang terpancar dari mata Steven. Perasaan sedih dan kecewa melintas di hati Tuan Zhou.
Dalam keheningan yang tegang, Tuan Zhou mencoba menenangkan dirinya dan mengendalikan emosinya.
"Demi kebaikan kita semua, Steven, penting bagi kita untuk mencari cara untuk berkomunikasi dengan baik dan saling mendengarkan. Papa ,ingin membantu dan mendukungmu, tapi aku juga perlu melihat sikap yang saling menghormati," kata Tuan Zhou dengan suara yang tenang namun penuh dengan kepedulian.
Steven tidak merespon, kebencian dalam pandangannya tidak hilang. Dia merasa terjebak dalam emosinya sendiri dan sulit untuk membuka diri terhadap ayahnya.
Tuan Zhou menyadari bahwa perlu waktu dan usaha lebih untuk memperbaiki hubungan mereka. Dia berharap bahwa suatu hari nanti, Steven akan mampu melihat melampaui kebencian dan menemukan jalan untuk memperbaiki hubungan mereka sebagai ayah dan anak.
Steven menoleh pada pelayan yang berdiri di belakangnya. Dengan nada tegas, dia meminta pelayan untuk memanggil Stella.
"Panggil dia kemari, dan katakan padanya jika aku sudah menunggunya di meja makan," ujar Steven kepada pelayan.
Pelayan mengangguk dan dengan cepat pergi untuk mencari Stella. "Baik, Tuan Muda,"
Tidak lama kemudian, Stella datang dan menghampiri Steven. Dia berdiri di sampingnya, menunggu instruksi selanjutnya.
"Duduklah, kita sarapan bersama," pinta Steven dengan nada bicaranya yang dingin. Stella mengangguk dan duduk di kursi yang tersedia di sebelah Steven.
Kehadiran Stella menimbulkan kebingungan di benak mereka bertiga. Maria, istri muda Tuan Zhou, merasa bingung dan penasaran dengan siapa Stella sebenarnya.
"Steven, siapa dia? Kenapa kau membawa masuk orang asing kemari?" tanya Maria dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
Steven menatap Maria dengan ekspresi dingin dan datar. "Jangan menyebutnya orang asing, sementara posisi kalian sama. Dia adalah istriku, dan aku ingin kalian menghormatinya!" ucap Steven dengan tegas, menegaskan bahwa Stella adalah bagian dari keluarganya sekarang.
Maria dan Tuan Zhou saling pandang, masih terkejut dengan pengungkapan Steven. Mereka mencoba memproses informasi yang baru saja mereka dengar.
Stella merasa sedikit canggung dengan situasi ini, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang. Dan pupil mata mereka bertiga membulat sempurna setelah mendengar apa yang Steven katakan. "Apa kau bilang, istri?!"
...🌺🌺🌺...
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
sella surya amanda
lanjut
2024-02-01
0
Bu Kus
jangan terlalu kejam Steven nanti malah bucin lho
2024-02-01
2
Nurr Amirr🥰💞
Wkwkwk gangsimu tinggi banget Steven... Ngaku isteri tp d layan kayak musuh... Emang Stela salah apa sama kamu mikir dong.... Yg salah siapa yg d hukum siapa... Semangat Stela d lawan aje suami yg kayak kurang kasih sayang😜😜😜😜...
2024-02-01
3