Sinar mentari pagi perlahan menelusup melalui ventilasi udara, menerobos masuk ke dalam sebuah kamar yang begitu terang.
Di balkon kamar mewah tersebut, seorang gadis berdiri dengan wajah yang terlihat datar dan tanpa ekspresi. Matanya hanya menatap hampa ke arah udara kosong, seolah-olah ada sesuatu yang membebani pikirannya.
Derap langkah kaki yang datang memecah keheningan membuat gadis itu 'Stella' menoleh. Dia melihat seorang pria yang sisi kanan wajahnya tertutup perban mendekatinya.
Mata kirinya yang terbuka menatapnya dengan pandangan dingin dan tajam, seakan menusuk jauh ke dalam jiwa Stella. Rasa takut yang mendalam menyelimuti dirinya saat melihat pria tersebut. Steven, begitu mengerikan dan misterius di mata Stella.
Tanpa mengatakan apapun. Steven menyerahkan sebuah kertas putih pada Stella. "Apa ini?" tanya gadis itu dengan suara datarnya.
Stella langsung menundukkan kepalanya melihat tatapan tajam pria itu, Steven dengan nada dingin menjawab,
"Kau tidak buta huruf bukan, sampai-sampai aku masih harus menjelaskannya padamu!!"
Tone bicara Steven yang tajam dan dingin membuat Stella merasa sedikit merinding. Tapi apa yang ada dalam kertas putih tersebut? Stella sangat-sangat penasaran.
"Aku harap kau bisa mematuhi aturan yang aku buat di rumah ini, ingat ... jangan pernah melewati batasanmu!!" ucap Steven dan pergi begitu saja.
Stella meremas kertas ditangannya dengan kuat, kesalahan surat perjanjian yang baru saja ditandatangani oleh Steven masih terasa begitu berat dalam hatinya. Ia merasa seolah-olah dirinya telah terperangkap dalam sebuah perjanjian yang tidak adil dan merugikan.
Dengan tatapan yang penuh kebencian, Stella melihat Steven pergi meninggalkannya.
Tatapan matanya yang nyalang mencerminkan betapa marahnya ia pada pria itu. Ia merasa seperti tawanan yang tidak memiliki kebebasan untuk pergi ke tempat manapun yang ia inginkan.
Stella merasa bahwa Steven telah mencoba mengendalikan hidupnya melalui surat perjanjian tersebut. Ia merasa seperti seekor burung yang terkurung dalam sangkar emas, terbatas dalam kebebasan dan pilihan hidupnya.
Rasa frustasi dan ketidakadilan menguasai pikirannya, membuatnya semakin bertekad untuk melawan dan mencari keadilan.
Namun, meskipun dirinya merasa terjebak, Stella tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan mencari jalan untuk mengubah nasibnya dan memperjuangkan hak-haknya.
Ia yakin bahwa setiap burung dapat terbang bebas, termasuk dirinya.
"Aku bukan bonekamu dan kau tidak bisa mengaturku dengan seenak jidatmu!!" teriak Stella dengan suara yang penuh keberanian dan ketegasan.
Suaranya memenuhi ruangan, menggema di sekeliling mereka. Ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah sosok yang bisa dikendalikan oleh Steven.
Steven terkesiap mendengar teriakan keras Stella. Langkahnya terhenti, dan ia memalingkan wajahnya untuk menatap Stella dengan pandangan yang penuh intimidasi. Tatapannya mencerminkan kekuasaan dan dominasi yang ingin ia tunjukkan.
Namun, Stella tidak gentar. Ia menatap balik dengan mata yang penuh keberanian, menunjukkan bahwa ia tidak akan mundur dalam menghadapi Steven.
Meskipun terlihat tegang, Stella tetap teguh pada pendiriannya bahwa dirinya memiliki hak untuk kebebasan dan keputusan hidupnya sendiri.
Teriakan Stella dan pandangan tajam dari Steven menciptakan ketegangan yang mengisi udara di sekitar mereka. Konflik antara mereka semakin nyata, dan pertempuran untuk mendapatkan keadilan dan kemerdekaan baru saja dimulai.
Steven mendekati Stella dengan langkah mantap, lalu tiba-tiba mencengkram rahangnya dengan kuat. Tatapan tajamnya menunjukkan dominasi dan kekuasaan yang ingin ia tunjukkan.
Dengan suara yang penuh ancaman, ia mengingatkan Stella untuk tidak berani berbicara dengan nada tinggi padanya.
"Jangan coba-coba berbicara dengan nada tinggi padaku! Ingat posisimu dan jangan lewati batasanmu," ucap Steven dengan suara yang penuh dengan keangkuhan dan superioritas.
Stella merasakan cengkraman yang kuat pada rahangnya, namun dia tidak menunjukkan rasa takut atau penurunan semangat.
Meskipun dirinya terintimidasi oleh sikap Steven, dia tetap tegar dan tidak ingin membiarkan dirinya diatur olehnya. Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia memiliki hak untuk bersuara dan tidak boleh ditekan oleh siapapun.
Dalam keadaan yang tegang dan penuh konflik ini, Stella merasa semakin bertekad untuk melawan dan memperjuangkan kebebasannya.
Dia tidak akan membiarkan dirinya diatur oleh orang lain dan akan mencari jalan untuk mendapatkan keadilan yang pantas baginya.
"Kau pikir dirimu itu hebat, Steven Zhao!! Kau tidak lebih baik dari para penjahat diluar sana, kau itu bandit yang tidak berhati, kau iblis, kenapa manusia kejam sepertimu tidak mati saja?!" teriak Stella dengan suara yang meninggi. Emosinya meledak, dan kata-katanya penuh dengan kebencian yang terpendam.
Namun, sebelum Stella sempat menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara yang begitu keras.
Steven menampar Stella dengan kekuatan yang membuat suara itu terdengar di seluruh ruangan. Tamparan itu meninggalkan bekas merah di pipi Stella, menunjukkan betapa kerasnya pukulan itu.
Stella terdiam sejenak, terkejut dengan kekerasan yang baru saja ia alami. Wajahnya terasa terbakar oleh rasa sakit dan malu. Namun, meskipun terluka, dia tetap tidak mau menunjukkan kelemahan. Dia menatap Steven dengan tatapan yang penuh dengan kebencian.
Steven mencekikk leher Stella dengan kekuatan yang membuatnya kesulitan bernapas. Tatapannya yang tajam dan penuh dengan kebencian menghujam langsung ke mata Stella.
Dalam keadaan yang penuh ancaman, ia memperingatkan Stella untuk tidak mencoba menguji kesabarannya.
"Jangan coba-coba menguji kesabaranku, kau hanya barang tidak berguna," ucap Steven dengan suara yang penuh dengan kebencian.
"STEVEN, LEPASKAN!!"
"Seharusnya kau berterimakasih padaku karena sudah berbaik hati dan tidak sampai menjual mu pada organisasi perddagangan manusia!!"
Stella merasakan tekanan yang mencekik pada lehernya, membuatnya merasa lemah dan terjebak. Tatapan tajam Steven membuatnya merasa seperti sedang berhadapan dengan monster yang kejam.
Dalam hatinya, Stella merasa marah dan terluka oleh kata-kata serta perlakuan Steven. Ia merasa diperlakukan seperti objek yang tidak berharga, dan kehadirannya hanya dianggap sebagai beban.
Namun, di balik rasa sakit dan ketidakadilan yang dirasakannya, Stella merasakan api perlawanan yang berkobar di dalam dirinya.
Dia bertekad untuk tidak membiarkan dirinya dihancurkan oleh Steven, dan akan mencari cara untuk melawan dan mendapatkan kebebasannya kembali.
"Aku tidak takut padamu!!" balas Stella dengan suara yang penuh dengan keberanian. Dia menatap tajam kembali ke arah Steven, memancarkan nyalang yang tak tergoyahkan.
Tatapan matanya mencerminkan kekuatan dan ketegasan yang ada di dalam dirinya.
Meskipun terjepit dalam situasi yang mencekam, Stella menolak untuk menunjukkan rasa takut atau penurunan semangat. Dia tidak akan membiarkan dirinya diintimidasi oleh Steven.
"Kau akan menerima akibat dari sikap kurang ajarmu ini!!" Steven melepaskan Stella dan pergi begitu saja.
Dalam keheningan yang mencekam, Steven dan Stella semakin memanas. Konflik mereka mencapai puncaknya, dan saat ini, segalanya terasa begitu rapuh. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dalam hubungan mereka.
...🌺🌺🌺...
Suasana di ruangan itu begitu sunyi, hingga terdengar ketukan keras pada pintu yang menggema, mengalihkan perhatian Steven dari dokumen-dokumen yang sedang dikerjakannya.
Pria itu memalingkan wajahnya ke arah pintu dan menginterupsi kan orang itu untuk masuk. "Masuk!!" suara itu menggema di dalam ruangan.
Tatapan dingin dan tanpa ekspresi yang diberikan oleh Steven membuat Frans, asisten pribadinya, menelan ludah dan berusaha keras untuk menyembunyikan kegugupannya.
Steven memandang Frans dengan tatapan datar yang membuat suhu di ruangan itu terasa semakin dingin.
"Bagaimana hasilnya? Apa kau sudah mendapatkan semua informasi yang aku butuhkan tentang bajingan itu?" suaranya terdengar tajam dan menusuk hati saat pertanyaan itu keluar dari bibirnya.
Frans mengangguk dengan cepat, berusaha menunjukkan bahwa tugasnya telah selesai dengan baik.
"Sudah, Tuan," jawabnya dengan suara yang sedikit gemetar. Ia meletakkan sebuah laporan di atas meja, mengandalkan setumpuk kertas yang berisi informasi yang begitu berharga bagi Steven.
Steven meraih laporan tersebut dan membukanya dengan cermat. Matanya bergerak cepat, menyerap setiap kata dan angka yang tertera di dalamnya. Wajahnya tak berubah, namun di dalam hatinya, api kemarahan dan keingintahuan semakin membara.
Frans berdiri di depannya, menunggu dengan tegang. Ia tak bisa membaca ekspresi di wajah Steven, namun ia tahu betul bahwa apa pun yang ada di dalam laporan itu akan memiliki konsekuensi besar bagi mereka berdua.
Setelah beberapa saat yang terasa seperti berabad-abad, Steven akhirnya menutup laporan dengan perlahan. Ia menatap Frans dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kekecewaan, tapi juga ada ketertarikan yang mendalam.
"Frans," ucap Steven menggantung, membuat Frans menelan ludah. " ... kau telah melakukan tugasmu dengan baik. Sekarang kita memiliki senjata yang cukup kuat untuk melawan bajingan itu."
Frans merasa lega mendengar pujian itu. Ia tak pernah menduga bahwa tugas ini akan begitu berat dan berisiko. Namun, ia merasa bangga bisa membantu Steven dalam misi yang begitu penting ini.
...🌺🌺🌺...
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Radya Arynda
semangaat thor,,,
2024-02-01
1
Nani Naya
nurut dong Stella, melawan orang galak itu perlu kelembutan
2024-02-01
1
Bu Kus
kejam juga Steven serem banget
2024-02-01
1