Darian merasa harga dirinya seperti direndahkan. Selama ini tidak ada satupun wanita yang dapat menolak pesona yang ia miliki. Berani sekali seorang karyawan rendahan secara terang-terangan mengatakan bahwa ia bukan tipenya.
Mata tajam Darian masih melotot ke arah Elena. Sungguh rasanya ia ingin melempar gadis di sampingnya itu ke rawa-rawa. Dua kali bertemu dengannya benar-benar membuatnya sial dan emosi.
Ketika mulut Darian ingin melontarkan protes. Pelayan restoran datang membawa pesanan mereka. Membuat CEO sejuta pesona itu mengurungkan niatnya.
Sembari menikmati makanannya. Darian masih saja melayangkan tatapan tidak terima ke arah Elena. Raut wajahnya menjadi semakin suram.
Setelah selesai makan siang. Mereka tidak langsung beranjak. Mommy Bella masih penasaran dengan alasan putri sahabatnya yang sama sekali tidak tertarik dengan putranya. Daripada tidak bisa tidur. Ia pun bertanya pada Elena.
“Kalau boleh Mommy tau. Apa yang tidak kamu suka dari Darian, Cantik?
Elena terdiam sebentar dengan wajah yang masih menunduk. Ia sedang berperang dengan batinnya sendiri.
“Mampus kamu Elena. Salah jawab nyawamu melayang. Mana Pak Darian kalau melotot menyeramkan lagi. Ini lagi, kenapa mommynya nanyain aku terus. Apa mau membunuhku secara perlahan? Ya ibu, anakmu ini harus jawab apa?”
Elena menghembuskan napas perlahan sebelum menjawab. Lalu ia dengan berani mengangkat kepalanya melihat ke arah wanita yang masih awet muda itu. Ia berharap semoga jawaban yang akan diberikan membuat mommy bosnya itu berhenti mengusik ketenangannya.
“Saya hanya introspeksi diri saja, Bu. Saya dan Pak Darian bagaikan bumi dan langit. Bermimpi untuk bersama pun saya tidak berani, karena itu terlalu horor. Ibaratnya saya ini hanya remahan rengginang sedangkan Pak Darian rengginang premium.”
“Gadis sinting! Lancang sekali menyamakanku dengan rengginang, tapi, rengginang itu apa?” batin Darian kesal sekaligus bingung.
Mommy Bella hanya mengangguk saja ketika mendengar jawaban Elena. Menurutnya, rasa dari rengginang tidak terlalu buruk. Bahkan yang remahan pun malah semakin gurih dan nikmat.
Begitupun dengan gadis di depannya. Ia tidak peduli Elena dari kalangan kelas sosial apa, yang terpenting baginya adalah ia orang yang baik dan tulus. Itu sudah menjadi nilai plus sebagai calon menantu. Ia juga merasa nyaman dan cocok dengan Elena.
Setelah itu, mereka berjalan keluar restoran untuk kembali ke perusahaan. Mommy Bella juga meminta Darian berada satu mobil dengan Elena, sedangkan ia bersama Adrian suaminya.
Perjalanan dua orang jomblo itu terasa seperti berabad-abad. Tidak ada yang membuka obrolan terlebih dahulu. Elena dengan rasa sungkan dan tertekan sedangkan Darian masih dalam mode kesalnya.
*
*
Setelah menjalani hari yang begitu penuh tekanan. Elena segera masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri. Sengaja hari ini ia tidak datang ke toko bunga ibunya. Energi dalam tubuhnya sudah habis diserap tiga orang konglomerat.
Ia merebahkan diri di kasur dan terlelap menjelajah ke alam mimpi. Sampai ibunya pulang pun gadis itu belum juga terbangun.
Ibu Yulia membuka pintu kamar Elena. “Aish … pantas rumah kok sepi. Ternyata penunggu nya lagi tidur. Punya perawan satu aja kalau tidur gak ada anggun-anggun nya. Kasihan sekali yang bakal jadi suaminya nanti.”
Setelah mengatakan itu. Pandangan matanya berubah menjadi sendu. Seperti tersimpan banyak beban dari sorot matanya. Ia merasa belum bisa menjadi ibu yang baik untuk putrinya itu. Bahkan ketika masih kecil. Sudah tidak ada lagi sosok ayah di dalam hidup sang putri.
Memang keadaanlah yang memaksa mereka harus hidup seperti ini. Bertahan pun hanya akan memberikan luka. Berpisah adalah jalan terakhir yang bisa dipilihnya saat itu. Setelah usaha yang dilakukannya berakhir sia-sia.
“Kamu harus bahagia ya, Nak. Hanya kamulah harta berharga yang ibu punya. Tanpa adanya kamu, mungkin ibu tidak akan bisa bertahan sampai sejauh ini. Kamu adalah sumber kekuatan bagi ibu. Walaupun kamu sedikit ngeselin. Kasih sayang ibu tidak akan pernah berkurang sedikitpun. Semoga suatu saat nanti, kamu mendapatkan laki-laki yang bahunya bisa menjadi sandaran untukmu, karena bahu tua ibu tidak akan selamanya bisa menjadi tempat ternyaman untukmu bersandar. Menikahlah, Sayang. Harapan terbesar ibu adalah kebahagiaanmu.” lirih ibu Elena dengan semburat senyum bahagia.
Ia segera menghapus air mata yang mengalir di kedua pipinya. Jangan sampai putrinya melihat ia menangis. Sudah cukup beban mental yang dirasakan anaknya. Dirinya tidak ingin menambah kesusahan bagi putri semata wayangnya itu.
Ibu Yulia menutup pintu kamar Elena dan berjalan pergi. Setelah memastikan tidak ada orang lagi. Elena membuka kedua matanya. Ia sudah terbangun dari tidurnya sejak sang ibu membuka pintu kamar.
“Apa ibu ingin melihatku menikah?” gumam Elena sambil memandang langit-langit kamar.
Pikirannya menerawang jauh tentang masa depan. Memikirkan keputusan apa yang harus diambilnya demi memiliki kehidupan yang sesuai dengan ekspektasinya.
*
*
Hari Minggu adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh Elena. Ia akan membantu ibunya untuk menjaga toko. Bergelut dengan bunga yang indah dan wangi adalah salah satu cara untuk mengembalikan mood dan semangat.
Sambil menyetir mobil. Elena bersenandung riang. Seolah cuaca pagi yang cerah ini ikut menyambut gadis cantik itu.
Sesampainya di toko, ia segera masuk ke dalam bersama sang ibu. Kebetulan toko bunga milik ibunya sudah dibuka oleh salah satu pegawai yang jaga.
“Pagi, kak El,” sapa Dela.
“Pagi juga, Dela. Apa hari ini banyak orderan yang perlu diantar?” tanya Elena, karena biasanya ia akan membantu untuk mengantarkan pesanan bunga.
Dela mengangguk dan menunjukkan daftar orderan yang perlu diantar. Setelah itu, mereka mulai sibuk untuk menyiapkan bunga customer. Ketika Elena ingin berangkat mengantar pesanan. Ibunya memanggil
“El, kamu antarkan pesanan yang ini aja. Biar yang lainnya diantar pegawai toko. Soalnya yang ini alamatnya agak jauh. Daripada nanti memakan banyak waktu, lebih baik berbagi tugas,” pinta ibu Elena sambil menunjuk berbagai jenis bunga yang berjumlah sekitar 5 pot.
Tanpa bertanya lagi. Ia segera memasukkan bunga itu ke dalam mobil dan berangkat menuju alamat pemesan.
“Hmm, sepulang mengantar pesanan. Sepertinya makan bakso dan minum es teh enak deh. Udah lama gak makan di warung pinggir jalan,” cetus Elena.
Ia sedikit tersenyum mengingat hal itu. Masih begitu membekas di ingatannya. Ketika suasana hangat sebuah keluarga sedang makan bersama di saat hujan turun. Semangkok bakso membuat hubungan mereka selayaknya keluarga yang harmonis.
Sayangnya, itu hanyalah sebuah kenangan yang dulunya terasa manis sekarang menjadi hambar.
Elena menghela napas dengan kasar. “Ingat Elena, hidup akan terus berjalan. Lupakan sesuatu yang menyakitkan dan jalani hidupmu dengan penuh kebahagiaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments