Hari ini adalah hari terakhir Aletha di rumah sakit. Tidak terasa Aletha sudah sebulan di rumah sakit. Awalnya ia meminta pulang lebih cepat tetapi Dena menahannya.
"Sudah. Begini saja. Lebih baik kamu istirahat lebih lama di sini dari pada di rumah, Letha." ucap Dena saat Aletha kala itu merengek minta pulang.
"Tapi aku ngga betah di sini, Den. Aku nggak nyaman." bujuk Aletha dengan rengekan yang dibuat-buat.
"Yaelah, manjanya keluar. Lagian kalau di rumah siapa yang urus kamu?"
"Aku kan udah bisa jalan, Den. Aku yang akan mengerjakan semuanya."
Aletha tidak mau kalah dengan Dena.
Dari dulu memang Aletha tidak pernah menyukai rumah sakit. Dia benci mencium obat-obatan dan itu merupakan aroma rumah sakit yang mau tidak mau harus dia hirup setiap hari.
Ini pun terpaksa dia di sini karena sahabatnyalah yang menyelamatkannya dan bayinya dan membawanya ke tempat ini.
"Lagian apa kamu sanggup melakukannya sendiri? Suami nggak perduli dan asisten rumah tangga juga nggak ada." sindir Dena
"Percuma dong banyak uang." lirik Dena ke Aletha yang sedang sibuk bermain dengan baby Eril.
"Bukannya pelit, Den. Tapi mas Bilson nggak setuju." ucap Aletha membela diri.
Ada benarnya juga yang dikatakan Dena. Melihat kondisi Aletha yang seperti ini membuat Dena merasa kasihan dengan sahabatnya itu. Dena pun meminta ijin kepada pihak management rumah sakit untuk membiarkan Aletha menginap di rumah sakit sampai batas waktu yang diajukan Dena.
Untung saja pihak rumah sakit setuju. Tentunya bayarannya lebih tinggi dan Dena lah yang menanggung semua biaya tersebut.
Dan selama satu bulan Aletha dan baby Eril di rumah sakit, tak pernah sekalipun suaminya datang berkunjung atau sekedar say hallo. Ia hanya sekali datang. Itupun karena digeret oleh Rimba, tangan kanannya Dena.
Jika Dena tidak bertindak, kemungkinan Bilson tidak akan datang ke rumah sakit. Bukan mungkin lagi, tapi memang Bilson tidak ada inisiatif sedikit pun untuk melihat istri dan anaknya yang baru lahir.
Dia hanya fokus dengan wanita, wanita dan wanita. Dan betapa bodohnya para wanita itu, mau saja dijadikan selingkuhan oleh seseorang yang sudah beristri.
Wajar juga sih mereka menerima Bilson karena mereka tidak pernah tahu status Bilson. Karena Bilson sendiri tidak memberi tahu kepada selingkuhannya bahwa dia sudah menikah.
Tetapi para wanita itu malah nyaman jalan bareng Bilson dan tak menaruh curiga sama sekali. Ada juga sih beberapa dari mereka yang hanya menginginkan uang Bilson, tapi Bilson tidak mengetahuinya sama sekali.
Bilson adalah salah satu orang terkaya di negerinya. Orang terkaya sekaligus orang terpelit terhadap istrinya sendiri. Sementara terhadap wanita lain yang ia kencani sangat lembut, baik dan royal uang. Inilah yang membuat para wanita nempel terus di dekat Bilson.
Bahkan wanita yang sering dikencani Bilson bukan hanya satu, dua atau tiga. Namun banyak. Di mana-mana ada. Pokoknya disetiap gang rumah para penduduk setempat.
Sedikit pun ia tidak merasa kasihan kepada Aletha.
Entah apa tujuannya menikahi Aletha, hanya Bilsonlah yang tau.
Aletha istrinya sedang bertaruh nyawa di rumah sakit demi datangnya malaikat kecil mereka, suaminya sedang asyik dengan cewek-cewek yang juga memorotinya tanpa ia sadari.
Bilson tidak perduli dia diporoti atau dipermainkan. Karena tujuan dia pun hanya untuk kesenangan sesaat. Kalau mereka minta apa pun pasti dikasih olehnya.
Sementara semua kekayaan yang dia punya tak lepas dari tangan istri dan mertuanya.
Dasar memang lelaki tidak tau diuntung.
****
Dena meniggalkan Aletha dan baby Eril yang sudah terlelap. Lama juga tadi mereka mengobrol dan bermain dengan Baby Eril.
Dena berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju lift. Ia ingin pergi ke lantai dasar untuk menemui pihak administrasi. Ia ingin membayar tagihan rumah sakit Aletha.
Sepanjang jalan Dena melihat banyak orang berlalu lalang dii rumah sakit itu. Dari yang muda hingga yang tua. Ia juga melihat Dokter Ariel yang sedang sibuk memeriksa pasiennya di ruang rawat.
Sampailah Dena di lantai dasar. Ia langsung menghampiri petugas yang ada di sana.
"Mbak, saya orang yang selama ini menjaga pasien yang bernama Aleha.
"Ada yang bisa saya bantu?".
"Saya ingin membayar tagihannya sampai lunas." katanya to the point
"Baik, bu. Saya cek sebentar ya" ucap petugas itu lagi.
"Ini, bu. Silakan ibu lihat sendiri." kata petugas itu lagi.
Dena membaca map yang disodorkan oleh petugas itu. Kemudian ia menyodorkan kredit card.
"Ini, mbak. Pakai ini saja." ucapnya singkat.
Petugas itu mengambil kredit card yang diletakkan Dena di atas meja kasir.
Setelah selesai membayar tagihan pengobatan Aletha, ia duduk di lobby dan menelepon seseorang.
"Halo, Rim. Kamu lagi dimana?"
"Aku lagi di jalan, nona. Ada apa?"
"Kamu ke rumah sakit sekarang!" ucap Dena singkat.
"Baik, nona." jawab Rimba singkat pula.
Tuuut.
Dena langsung mematikan telponnya.
Ah, si nona. Kebiasaan begitu. Pada hal kan saya belum selesai bicara. batin Rimba.
Rimba pun langsung melajukan mobil dengan cepat. Ia menerobos jalanan yang penuh dengan keramaian, ya masih mengikuti aturan lalu lintaslah.
Sedangkan Dena berjalan menuju lift. Lagi-lagi ia bertemu dengan Dokter Ariel. Tapi kali ini dia sedang tidak sibuk dengan pasien. Ia juga sendirian seperti menunggu seseorang. Sorot matanyq mencari-cari sesuatu. Dan pandangannya tertuju pada Dena yang sedang berjalan hendak masuk ke dalam lift.
"Ibu Dena!" sapanya.
"Eh, dokter Ariel. ucap Dena tersenyum
"Saya mencari ibu dari tadi." kata dokter Ariel memandang lekat ke bola mata Dena.
"Ada apa dokter mencari saya?" tanya Dena mengangkat kepalanya agar bisa melihat mata dokter Ariel.
Tidak enak berbicara dengan seseorang tanpa melihat. Begitulah prinsip Dena. Karena dari mata kita bisa tau ada kebohongan atau kejujuran. Karena mata tak bisa dibohongi.
"Tidak apa-apa, bu. Saya hanya ingin mengobrol saja tentang ibu Aletha". kata dokter Ariel mencari alasan.
Jujur dalam hati sebenarnya dia ingin mengenal Dena lebih jauh. Ketika pertama kali ketemu, dokter Ariel merasakan sesuatu yang berbeda saat di dekat Dena.
"Ada apa dengan Aletha, dok?" tanya Dena penuh selidik.
Hatinya mulai cemas. Ia merasa sesuatu terjadi dengan Aletha dan ditutupi selama ini. Pikirannya berkecamuk ke mana-mana.
"Bu- bukan,bukan seperti yang ibu bayangkan." kata dokter Ariel gugup karena Dena menatapnya lekat-lekat.
"Lalu?" tanyanya lagi.
"Ma-maksud saya bagaimana keadaan ibu Aletha? Jadi hari ini pulang?" kata dokter Ariel lagi masih gugup karena melihat reaksi Dena yang mulai panik.
"Oh itu. Ah dokter. Buat panik saya saja. Saya kira apa tadi."
"Iya dok, hari ini rencananya Aletha akan pulang. Sudah lama juga kan Aletha nginap di rumah sakit ini." ucap Dena yang sudah mulai tenang.
Sementata dokter Ariel hanya mengangguk dan memberi senyuman terbaiknya.
"Oh iya, dok! Trimakasih ya atas bantuan dokter karena sudah menyelamatkan sahabat saya dan bayinya." kata Dena sambil menundukkan kepala tanda hormat.
"Ini sudah menjadi tugas kami, bu. Semoga ibu Aletha semakin membaik dan sehat selalu." kata dokter Ariel tulus.
"Trimakasih atas doanya ya, dokter Ariel." kata Dena memotong pembicaraan dokter Ariel.
Dokter Ariel kembali menatap mata Dena. Dan kedua manik mereka bertemu. Perasaan dokter Ariel tak karuan.
Dan....
"Dok, saya permisi ya. Kasihan Aletha menunggu". kata Dena memecahkan keheningan diantara mereka.
Dena bergegas masuk ke dalam lift.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Nina
luar biasa imajinasi kakakk
2021-02-17
0
Gina
mampir..
2020-11-16
0
🍫Bad Mood 🍰
Hai bilson, dapet salam dari hantu laut..
ngeselin banget jd cowok.. 😅
2020-10-07
0