"Sudah lah, Letha. Sekarang kamu fokus saja dengan bayimu dan kesehatanmu. Nanti kalau kamu sudah sehat, kamu bisa tunjukkan kepada Bilson kalau kamu adalah seorang wanita yang tidak manja," ucap Dena.
Ia masih menenangkan Aletha.
"Oeeek, oeeek, oeeek!" bayi mungil itu menangis. Mereka beralih memandang bayi mungil itu.
"Cup, cup, cup. Kamu sudah bangun tampan?" ucap Dena.
Lalu menggendong bayi itu.
Dena memang belum menikah , tapi dia sudah mahir menggendong bayi karena dia mempunyai adik bayi saat dia masih SMA. Ibunya selalu menyuruhnya untuk menjaga adiknya itu.
Hilang sudah perasaan luka Aletha mendengar bayinya menangis. Ia tersenyum penuh kebahagiaan.
"Semangat, bu! Ibu punya anak yang tampan dan ada lesung pipinya," ucap Rimba yang dari tadi sudah menghampiri bayi itu saat dia menangis.
Rimba tidak punya keberanian untuk menggendong bayi itu sekalipun ia menginginkannya. Ia takut karena tidak punya pengalaman dalam hal itu.
"Mungkin dia haus. Aku ambilkan susunya dulu, ya," ucap Dena lalu bergegas keluar dari ruangan itu.
Sebelumnya ia sudah meletakkan bayi itu di samping Aletha.
Sementara Rimba hanya memperhatikan Aletha dengan bayinya sambil tersenyum tipis.
"Seorang ibu memang luar biasa. Segala derita hilang sekejap hanya dengan memandang buah hatinya. Ternyata kehadiranmu mampu mengubah tangis ibumu menjadi senyum kebahagiaan yang tak terlukiskan, boy," lirih Rimba dalam hati.
Dena datang dengan membawa sebotol susu. Kemudian ia mengambil bayi itu dan meletakkannya di tempat tidurnya semula. Lalu ia langsung memberikan susu kepada bayi mungil itu.
"Kamu sudah beri nama untuknya, Letha?" tanya Dena di sela ia sedang memberi susu pada bayi itu.
"Aku belum memberinya. Tadinya aku ingin Mas Bilson yang memberinya nama."
"Kalau begitu, beri dia nama Beryl Variel.
Beryl artinya permata yang indah, dan Variel itu nama dari ayahnya. Biar bagaimana pun dia tetaplah anaknya Bilson. Suatu saat bayi ini akan tau kalau Bilson Devariel adalah anak kandungnya," tutur Dena panjang lebar.
"Nama yang sangat bagus," ucap Aletha tersenyum.
"Baiklah, mulai sekarang jangan kita panggil dia baby lagi. Dia sudah diberi nama oleh bundanya. Kita panggil dia Eril." kata Aletha melirik ke arah Dena.
"Kok bunda? Tua amat. Tante lah," kata Dena menawar.
Ia tidak terima Eril memanggilnya bunda.
"Bunda lah. Kan kamu yang membantu dari awal aku mau melahirkan sampai sekarang. Jadi bunda saja. Toh nanti kamu tidak melajang sampai tua kan? Kan tidak enak memanggil tante saat kamu sudah tua atau saat kamu sudah punya anak nanti," kata Aletha menjelaskan.
Ia sangat bersyukur punya sahabat seperti Dena. Ia pun berharap Eril menyayangi Dena nanti sama seperti Eril menyayangi ibunya.
"Baiklah jika itu maumu," ujar Dena pasrah.
Ia kembali fokus memberi susu pada baby Eril.
Rimba pun ikut menyiakan penuturan Aletha. Ia merasa Dena pantas dipanggil bunda oleh Eril.
"Ee, nona. Apakah saya sudah bisa pulang?" tanya Rimba hati-hati.
"Baik. Kamu boleh pergi!"
Tapi, tunggu sebentar!" ujar Dena yang menghentikan langkah Rimba.
"Ada apa, nona?" tanya Rimba.
"Tolong carikan saya sebuah apartemen yang dekat ke rumah Aletha! Berapa pun biayanya akan saya bayar. Dan satu lagi, tolong carikan satu asisten rumah tangga yang jujur dan rajin. Saya mau yang perempuan. Kalau bisa bukan gadis tapi seorang ibu yang anaknya sudah besar,"" jelas Dena serius.
"Baik, nona. Ada lagi?" tanya Rimba sebelum dia melangkah lagi.
Ia menunggu perintah dari Dena dengan sabar.
"Tolong bawa mobil saya dan suruh ART itu nanti membereskan barang-barang saya nanti di apartemen itu. Barang-barang saya ada di dalam mobil," kata Dena lagi.
"Baik, nona. Saya...."
"Satu lagi, kuberi waktumu 2 hari. Nanti setelah itu kamu kembali ke sini dengan hasilnya karena saya akan menginap di sini sebelum Aletha diijinkan dokter pulang."
"Baik, nona. Saya akan membereskan semuanya," ujar Rimba mengangguk.
Ia keluar dari ruangan itu dan menutup pintu perlahan.
"Kamu mau tinggal di sini, Den? Gimana dengan karirmu yang di sana?" tanya Aletha heran yang dari tadi mendengar obrolan Dena dan Rimba.
"Iya, tha. Aku memang berencana untuk tinggal di sini. Aku mau merintis usahaku di sini. Membuka cabang di dalam negerilah tepatnya," ucap Dena menjelaskan.
Aletha pun manggut-manggut tanda mengerti.
"Dan usahaku yang di sana sudah aku serahkan kepada teman dekatku yang paling aku percaya. Meskipun jauh tapi aku masih bisa memantaunya." ujap Dena melanjutkan omongannya yang menggantung.
"Oh, begitu. Aku kira kamu meninggalkan usahamu di sana. Syukurlah! Aku juga sangat merindukanmu," kata Aletha.
Mereka memang sudah bertahun-tahun tidak berjumpa. Wajarlah jika mereka saling merindu. Namanya juga sahabat.
"Oya, sekarang kamu cari caralah gimana supaya ASI kamu keluar. Kamu mau kan menyusui Eril dengan ASImu sendiri?" tanya Dena mengulang pertanyaannya yang sebelumnya.
"Iya, Den. Aku ingin sekali menyusui anakku sendiri. Aku akan berusaha."
"Kamu jangan stress ya, Ta. Kamu harus kuat. Kamu harus tegar demi Eril" kata Dena.
"Iya , Den. Trimakasih atas segalanya. Semoga kamu sukses dan bahagia," kata Aletha sambil menggenggam salah satu tangan Dena.
"Kamu juga harus bahagia, ya," tukas Dena lagi.
Ia meletakkan botol susu kosong karena sudah habis di minum Eril di atas meja.
"Iya, Den. Sekali lagi trimakasih ya," kata Aletha lagi.
"Sudah, sudah. Tidak usah bertrimakasih kepadaku. Kita kan sudah lama sahabatan. Jadi dalam bersahabat tidak ada kata terimakasih. Yang penting selalu ada di saat tawa atau pun luka." ucap Dena lagi.
"Dalam persahabatan tidak ada kata trimakasih, tapi selalu ada disaat tawa maupun luka. Benar juga kamu Dena. Kamu selalu ada buat kamu," batin Aletha.
"Sudahlah ah. Aku mau mengantarkan botol susu ini dulu. Kamu tidak masalah kan aku tinggal?".
"Aku tidak masalah. Pergilah!" ucap Aletha.
Dena meninggalkan ruangan sambil menggenggam botol susu berukuran 60 ml di tangannya.
Sesaat kemudian dia datang. Ia tersenyum melihat Aletha yang sedang bermain dan mengobrol dengan Baby Eril.
Tiba-tiba dua orang perawat masuk.
"Bu, waktu bayi bersama ibunya sudah habis ya. Kami akan membawanya lagi ke ruang bayi. Jika ibu ingin melihatnya, ibu hanya boleh melihatnya dari luar lewat jendela kaca ruangan."
"Baik, sus. Titip bayi saya ya, sus,"kata Aletha kepada perawat itu.
"Iya, bu. Kami akan menjaga bayi ibu dengan baik," kata salah seorang perawat.
"Trimakasih, suster," kata Aletha lagi.
Dilihatnya baby Eril sudah dibawa seorang perawat dengan mendorong tempat tidur mini baby Eril.
"Sama-sama, bu. Itu sudah menjadi tugas kami," kata perawat yang satu lagi.
Dena mengikuti gerakan kedua perawat itu dengan matanya hingga perawat itu tidak terlihat lagi.
"Kamu mau buah?" tanya Dena kepada Aletha yang masih memandangi pintu yang sudah tertutup.
"Iya, Den," jawabnya singkat.
"Tunggu, ya. Aku akan mengupasnya untukmu," kata Dena.
Ia membuka laci meja dan mengambil pisau dan buah Apel. Ia mengupas dan mengirisnya kecil. Kemudian disuapinya Aletha.
Sesekali mereka bercanda dan bercerita sampai Aletha mengantuk dan kemudian tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
suka banget 😍
2023-02-06
0
Caramelatte
pokonya klo aku komen, aku udh ninggalin like wkwk
2020-11-29
0
IntanhayadiPutri
Aku mampir nih kak, udah 5 like dan 5 rate juga.. jangan lupa mampir ya ke ceritaku
TERJEBAK PERNIKAHAN SMA
makasih 🙏🙏
2020-11-12
0