Tidak!

Amara merasakan dadanya sesak , melihat kenyataan yang ada di depannya. Bahwa kakak yang telah menjadikan harinya buruk adalah Irmao Yordan. Kakak yang ingin dia hindari selama ini. Karena Dia menyebalkan.

Dulu, waktu mereka kecil sering bertengkar. Hanya karena Momo, kucing kesayangannya yang selalu bertandang ke rumah. Ia menjadi suka marah dan bersikap kurang baik.

Padahal Sisi, kucing kesayangannya hampir tiap hari datang ke rumah. Dia selalu minta makan.

Dia tidak pernah mempersoalkan. Berbagi itu baik, Bukan? Tapi giliran Momo yang datang ke rumahnya menemui Sisi, dia marah besar. Aneh ....

Lupakan soal dia. Yang penting sekarang aku harus bertemu nenek Yohana. Aku kangen sekali.

“Nenek...” panggil Amara dengan membentangkan satu tangannya. Satu tangannya yang lain masih setia memegang tongkat penyanggah.

Untuk sesaat Yohana terkejut, mengapa ada gadis yang berpakaian abaya berdiri di depannya. Namun setelah mengamati wajahnya dengan seksama, dia seperti mengenal gadis itu dengan baik.

“Amara,” serunya kemudian.

“Iya, Nek. Aku Amara. Aku kangen sekali sama nenek.” Keduanya pun berpelukan mesra.

“Irma.” Yordan tak kalah terkejut saat tahu bahwa wanita di depannya adalah wanita yang dicarinya selama ini.

“Nenek senang sekali. Kalian rukun dan mau bersama-sama menjemput nenek ,” ucap Yohana dengan bahagia.

“Bukan begitu, Nek. Kami hanya kebetulan saja bertemu. Dia ....”

“Hus!” sentak Yordan, menghentikan cerita yang akan Amara ungkapkan. Dia tak mau semua rahasianya terbongkar di hadapan neneknya. Sudah bisa dipastikan, dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari nenek Yohana. Hadiah yang tak mengenakkan, dan yang pasti akan membuat dirinya tak baik-baik saja. Hehehe....

“Ya, begitulah, Nek. Kami memang berniat menjemput nenek. ” Amara mengurungkan keinginannya untuk bercerita tentang awal pertemuannya dengan Yordan yang sudah membuatnya celaka.

Huh...rasanya dia ingin sekali menjitak kepala Yordan, karena telah menyebabkan dirinya harus berbohong di hadapan nenek Yohana.

“Kamu sekarang beda. Hampir saja nenek tak mengenalimu.”

“Meskipun beda, tapi Amara tetaplah Amara yang sama. Amara cucu Nenek.” Jawab Amara dengan manja. Sesekali dia mencium pipi Yohana dengan penuh kehangatan.

“Sudah-sudah. Nenek tak bisa nafas, nih.”

Yordan hanya termangu menyaksikan kehangatan yang tercipta antara neneknya dengan Amara. Sesekali dia mencoba mengalihkan pandangan di tempat lain, untuk menutupi hatinya yang patah seketika.

Jadi, adikku dulu adalah Amara, bisik batin Yordan dengan kecewa. Harapannya pupus sudah, melihat gadis yang dia nantikan telah berseberangan jalan dengannya . Jika dulu mereka masih beramin yang sama, tapi sekarang tidak lagi.

Yordan mengambil satu langkah ke depan, untuk memberi keleluasaan pada mereka untuk melepas rindu.

Amara sepertinya tak menyadari dimana mereka sat ini berada. Bahkan dia juga tak menyadari kalau telah mengusik langkah-langkahnya. Sampai beberapa kali, dia berpindah tempat.

Sementara itu, Amara menikmati pertemuan dengan Yohana. Sambil tertawa kecil, Dia pun melepas pelukannya dan mengambil tempat di samping Yohana, agar bisa berbincang-bincang, berjalan beriringan menuju ke tempat parkir.

“Tapi sekarang kamu makin cantik dan manis. Bagaimana kalau kamu menikah dengan cucu nenek satu-satunya ini.”

“TIDAK!” sahut mereka bersamaan. Keduanya saling memandang dengan penuh kekesalan.Hampir-hampir saja bola mata mereka lepas.

“Wow, subhanallah. Ternyata Irmao Yordan tampan sekali kalau diamati dari dekat,” bisik hati Amara. Dia segera memejamkan mata, takut ada setan lewat yang akan membawa angannya kemana-mana. Apalagi dia merasakan jantungnya tiba-tiba berdetak tak menentu.

Astaghfirullah ala adzim...ampuni mataku ini ya Allah, yang telah melihat sesuatu yang tak halal untukku.

Ingin sekali Yohana tertawa melihat reaksi mereka. Dia hanya bercanda, tapi mereka menanggapinya dengan serius. Tapi, seumpama mereka berjodoh, dia pasti menjadi orang yang pertama yang akan menyetujuinya.

“Chemistry yang kuat. Bahkan bicara pun kalian senada seirama. Berarti kalian memang berjodoh,” goda Yohana yang seketika membuat Amara cemberut.

“Nenek. Amara masih kuliah, tak mau memikirkan pernikahan dulu.”

“Itu bagus. Lanjutkan kuliahmu. Yordan pasti sabar menunggu. Bukan begitu, Yordan?”

Yordan kaget, mendapat pertanyaan dari Yohana yang tiba-tiba. Apa maksudnya?

“Nenek, aku sudah punya pacar.” Yordan menjawab dengan asal-asalan.

“Jangan berharap ya...” bisik Yordan pada Amara.

“Ih, siapa yang berharap,” jawab Amara sambil melengos.

Mereka masih tetap sama. Kalau bertemu tak pernah akur, selalu saja bertengkar. Membuat Yohana makin gemas.

“Sudah-sudah.” Yohana mencoba menengahi.

“Kamu sudah menemukannya?” tanya Yohana penuh selidik. Yordan pernah bercerita kepadanya tentang gadis kecil yang selama ini dia rindukan, dia ingin sekali bertemu dengan gadis itu bahkan ingin memilikinya. Karena itu, setiap kali dia dijodohkan, dia selalu menolaknya. Naluri seorang wanita mengatakan bahwa gadis itu adalah gadis yang ada disampingnya saat ini. Tapi mengapa Yordan tak mengakuinya. Mungkinkah perkiraannya salah?

“Belum. Tapi bukan dia.” Lebih baik dia sembunyikan rasa itu daripada menyatakan yang tak mungkin terwujud.

“Keysa?” tanya Yohana memastikan.

Yordan diam. Dia tak punya jawaban. Tapi ada satu nama yang pernah orang tuanya memperkenalkan padanya. Seorang gadis, anak dari relasi bisnis papanya yang ada di Belanda ini. Tapi dia belum memutuskan untuk menerimanya atau menolaknya kerena dia berharap menemukan gadis yang selama ini dia rindukan. Namun harapannya itu harus kandas, karena suatu alasan yang tidak bisa ditolak.

Apakah sebaiknya dia menerima Kaysa saja, wanita yang telah dipilihkan oleh mama-papanya.

“Ya.” Daripada didesak terus, lebih baik turuti saja kemauan mereka. Toh, Kaysa cantik dan kelihatannya baik. Dan yang paling penting, dia seiman.

“Meskipun nenek kurang setuju, tapi semua terserah padamu. Kamu yang menjalani.”

“Aku mengerti maksud nenek. Aku akan pertimbangkan lagi setelah mengenalnya lebih dalam,” kata Yordan menutup pembicaraan.

“Lho...tak bisa begitu dong. Itu namanya mempermainkan perasaan wanita. Masa mengenal lebih dalam tapi tak ada niat untuk menikahinya,” sela Amara tanpa permisi. Membuat Yordan melotot.

“Hus...Kamu masih kecil. Ini urusan orang dewasa.”

Mood Amara yang sudah turun, saat pertama kali bertemu dengannya, kini semakin drop ketika dikatakan sebagai anak kecil. Tapi apa yang bisa dia lakukan saat ini, kecuali menyimpan kekesalan ini dalam-dalam agar tidak meledak kemana-mana. Bisa berabe, ini tempat umum. Bisa jadi tontonan gratis, live streaming yang tak ada baiknya sama sekali.

Astaghfirullah al adzim ... Amara beristighfar beberapa kali untuk meredam amarah yang sempat menyulut jiwa nya yang sangat rapuh. Dipentik sedikit, langsung saja tersulut lalu cemberut, muka ditekuk. Tak ada manisnya sama sekali.

“Bagaimana kalau dia punya harapan pada Kakak. Kasihan, kan?” Kali ini Amara mencoba untuk menggunakan logikanya untuk bisa membela kaumnya. Siapa lagi yang mau membelanya, kalau dari kita sendiri. Tak mungkin mengharapkan pada pria yang egois, macam Irmao Yordan yang ada di sampingnya.

“Kalau aku tak ada cinta, kasihan dia juga, kan?" Yordan mencoba membela diri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!