“Kalau aku tak ada cinta, kasihan dia juga, kan?” Yordan mencoba membela diri sambil melirik Amara, menikmati wajah polos Amara yang mudah sekali diperdaya. Apalagi saat Amara mengangguk-anggukan kepalanya, ia semakin bangga.
“Begitu ya?” tanya Amara dengan polosnya.
“Ya...begitulah. makanya jangan mudah jatuh cinta pada laki-laki. Mulut laki-laki itu banyak bohongnya, tak bisa dipercaya,” jawab Yordan sambil tersenyum simpul.
“Berarti yang ini juga , dong.”
Eeee...keceplosan.
“Yang ini pengecualian.” Yordan mencoba berkilah.
“Hmm...siapa yang percaya.” Sontak Amara memalingkan muka dan tertawa senang, telah berhasil menjebak Yordan dengan kata-katanya sendiri. Senjata makan tuan.
Tapi untuk pendapat yang mengatakan bahwa tanpa cinta hidup ini tak akan bahagia, mungkin dia setuju-setuju saja. Tak ada alasan untuk menapik pendapat itu, meski dia masih agak bingung. Soalnya dia tak pernah jatuh cinta dalam arti jatuh cinta seorang wanita kepada lelaki.
Sudah banyak cinta untuknya, cinta mama dan papa, cinta kakak, cinta tante dan paman, cinta teman-teman, tak bisa dihitung dan sudah lengkap. Jadi, untuk apa memikirkan cinta kalau cinta itu belum tentu ada untuknya, apalagi dari orang yang tak dikenalnya.
Mereka kini berjalan dalam diam, tak ada lagi percakapan, sibuk dengan pikiran masing-masing hingga sampai di tempat mobil mereka terparkir. Yordan masuk ke dalam lebih dulu, dan dia menutup pintu mobil dengan segera. Sedangkan Amara meneruskan langkahnya, mengikuti Yohana yang akan membuka pintu belakang.
“Amara, kamu di depan dengan Yordan. Kakimu masih sakit, kan?” kata Yohana.
Amara menghentikan langkahnya, menatap Yohana dengan sedih. Dia teringat akan kecelakaan yang pernah dialaminya. Ia trauma, tak siap kalau kejadian itu akan terulang lagi.
Saat itu, Dia yang hanya bersepeda mini, berkendara dengan santai, posisi di pinggir jalan, harus tersungkur ke dalam got karena sebuah mobil yang berkecepatan tinggi menyenggolnya.
Yordan kalau berkendara seperti pembalap. Memang mereka bisa cepat sampai ke tempat tujuan. Tapi bagaimana kalau tiba-tiba dia menyerempet seseorang atau kendaraan lain, lalu...ah, dia tak sanggup membayangkan.
Meskipun handal tapi kalau seperti itu bisa-bisa pulang tinggal nama. Itu sangat menakutkan.
“Ada apa?” tanya Yohana
“Tidak apa-apa. Aku masih kangen dengan Nenek. Boleh ya...aku duduk dekatmu?” ucapnya dengan memohon. Sedangkan ekor matanya melirik Yordan dengan tatapan sinis. Dia masih ogah untuk menyatakan gencatan senjata.
“Tidak. Kamu di depan saja. Apa kamu akan menolak permintaan nenekmu ini? ”
Oh... Bagaimana ini? permintaannya mendapat penolakan. Dia langsung memasang muka cemberut, mendekati Yohana dengan manja.
“Nggak apa-apa, Nek.” Bagaimanapun caranya yang penting dia bisa terhindar dari sosok manusia yang menyebalkan itu.
“Tak bisa!” Yohana tak kurang akal untuk bisa memperdaya Amara untuk bisa berdekatan dengan cucunya.
Dia pun mengalah. Tak ada baiknya berdebat, apalagi dengan orang tua. Dia meninggalkan Yohana yang kini telah duduk dalam posisi ternyaman nya, menghabiskan tempat yang ada.
Mau tak mau, Amara harus ke depan, duduk di kursi yang ada di samping manusia menyebalkan itu.
Dia melangkah ke depan dengan ogah-ogahan. Tapi sayang pintu itu telah terkunci rapat dari dalam.
“Kak Yordan. Buka, dong!”
Sekali, dua kali dia mengetuk pintu, tapi tak mendapatkan respon. Dia mengambil nafas dalam. Ia mencoba menata hatinya yang semakin sebal pada sosok lelaki yang sedang duduk dengan tenang di belakang kemudi.
Dan hatinya makin kesal saat menyaksikan Yordan bersiul pula. Seakan tak peduli dengan apa yang terjadi dengan dirinya.
Astaghfirullah al Adzim...maunya apa sih, kakak Yordan. Benar-benar menguras kesabarannya.
Daripada diperlakukan seperti ini lebih baik ia berusaha sendiri untuk pulang. Ia balik badan, ingin meninggalkan tempat dengan segera. Namun sebelum ia melangkah, pintu mobil terbuka.
“Silahkan masuk, Nona!” Senyum tipis dan ramah nongol dari balik pintu.
Sikap ramah yang Yordan tunjukkan, tak bisa meluluhkan suasana hati Amara yang sudah terlanjur dongkol. Dia tetap melangkah. Ia tak ingin melihatnya lagi.
Yordan segera turun dan memotong jalannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya saat telah berada di hadapan wanita yang kini wajahnya tengah diliputi mendung kelabu, bertanda hujan aka segera turun membasahi pipinya. Kasihan juga....
“Maaf deh...aku janji nggak akan mengganggumu lagi. Ayo, aku antarkan kamu pulang.” Tak mungkin bagi dirinya untuk menggodanya, bisa-bisa ia mati kutu dihadapan nenek Yohana yang akan memberikan ceramah panjang lebar sebagai hukuman.
Amara menghentikan langkahnya. Menatap Yordan tajam, mencari kejujuran dari apa yang diucapkan. Dia sudah capek dipermainkan oleh manusia satu ini.
Setelah berfikir cukup lama, akhirnya dia setuju untuk kembali ke mobil, pulang dengan diantarkan oleh Yordan dan nenek Yohana.
“Jangan ngebut! Aku nggak mau nenek celaka,” celetuk Amara dengan wajah bersungut.
Ada apa lagi, ini anak. Yordan tak habis pikir dengan sikap wanita unik yang satu ini. Sungguh menggemaskan. Kalau sedang ngambek lama sekali, susah sekali hilang. Nikmati saja, deh....
“Ya, Amara manis.” Jawab Yordan tenang yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari gadis berhijab yang ada di sampingnya.
Ups....
Yordan segera menghidupkan mobil, berlahan-lahan meninggalkan bandara menuju jalanan yang kini tak lagi sepi.
Perjalan yang membosankan. Tak ada pembicaraan atau canda tawa yang mengirinya. Amara yang cemberut dan Yordan yang cuek.
Yordan mencoba memecah kesunyian dengan memutar lagu rock yang menghentak-hentak . Membuat suasana hatinya makin kacau. Se kacau apa yang hendak dia katakan pada paman dan tantenya nanti, sebagai alasan selama seharian, dia menghilang dari rumah.
Amara suka lagu yang melankolis dan syahdu. Amara hanya bisa menutup telinga rapat-rapat.
Bukan tanpa alasan, Yordan memutar lagu yang sebenarnya tidak disukainya pula. Saat ini dia hanya ingin mengalihkan suasanan hatinya yang sedang patah tanpa sebab.
Sebab gadis yang diinginkan tak mungkin dimilikinya. Namun saat melihat Amara menutup telinga, hatinya luluh. Dia tak mungkin egois dengan memaksa orang lain menikmati suasana hatinya yang kini tak baik-baik saja.
Dia segera mematikan lagu rock tersebut. Dan memberikan kendali tipe recorder pada Amara.
“Apa kamu ingin lagu yang lain?”
“Hmmm....” gumam Amara sambil menggangguk. Kesempatan untuk memperbaiki suasana hati yang sesaat lalu berantakan.
🎶
Keanggunan yang terpancar darimu muslimah
Ketegasan jiwamu bak perisai nan indah
Kau hadirkan pesona , malu berbalut taqwa
Laksana surga di dunia
Keteguhan hatimu oh wanita muslimah
Ketangguhan dirimu yang terbingkai shalihah
Perhiasan dunia, Tunduk pada yang kuasa
Sejuk mu menentramkan jiwa
Engkau wanita surga, bidadari dunia
Kehormatan kau jaga dengan penuh cinta
Engkau wanita surga, bak permata berharga
Berbinar indah dalam kesucian jiwa
.🎶
“Lagu yang indah. Dapat dari mana?” tanya Yordan yang menikmati lagu tersebut sejak awal pemutaran.
“Dari Teman.”
“Perempuan atau laki-laki?”
“Perempuan, lah.”
“Ah, mana mungkin.” Bola mata Yordan berputar, seakan tak percaya. Ia melirik gadis manis yang kini wajahnya mulai ditekuk.
“Terserah. Dibanding lagu rock yang kamu putar, bagus lagu ini.” jawab Amara sambil memalingkan muka.
Yordan mengangkat alis sebentar dan tersenyum. Dia tak ingin mengusik gadis itu lagi, membiarkan menikmati lagu-lagu yang disukai. Toh selera lagunya tidak buruk-buruk amat. Cenderung sama dengan seleranya. Lagu yang romantis melankolis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments