Gadis miskin milik sang Casanova 20
Hans melangkah perlahan hingga sampai di depan laki-laki itu dan segera menginjak tangan lawan dan mengambil pistol itu.
Dia menelisik wajah di balik kain penutup wajah sang lawan.
Dia meraih wajah itu. Dan tanpa aba-aba dia langsung membukanya dan mengarahkan kamera kecil dari topeng misterius nya.
Klik gambar tersimpan, kemudian dia mengambil pistolnya dan mengerahkan ke dahi laki-laki itu.
Laki-laki tewas di tempat itu, dan Hans yang kembali mengambil ancang-ancang untuk menyusuri sudut selanjutnya.
Sebuah tirai hitam berada di depan sana, Hans menyipitkan atensinya dan tungkainya yang berjalan pelan sambil tetap siaga.
Dia tetap mengerahkan pistol di depan dadanya dan menyibak tirai raksasa itu dengan perlahan.
Dia berhasil menyelinap ke sebuah ruangan serba hitam. Dia bersembunyi dibalik patung mafia besar untuk menyusun langkah selanjutnya.
Sedangkan Sean yang berada di puncak gedung paling atas berjalan sambil memegang pistol mini di tangan kekar nya.
"Hahahahahaha." Suara berat terdengar dari sebelah kiri dan mengalihkan pandangannya kesana.
Dia bersatu dengan tembok dan mulai menyusun siasat dan tanpa aba-aba dia mengarahkan pistol mininya menembus jantung laki-laki tinggi tegap itu.
Tubuh itu tumbang bagai pohon yang di potong.
Bidikan Sean jangan di ragukan lagi, dia juga terkenal mafia mata Tigger.
Dia mendekati pria tegap itu dan membalikkan badannya dengan kaki nya.
Dia menyipitkan matanya, melihat sosok di depan nya dan tak lama dia tersenyum menyeringai.
Dia berjalan menyusuri setiap ruangan dan tiba lah dia di tempat ruangan hitam.
Hans yang melihat kedatangan Sean langsung menekan tombol di tangannya yang terhubung langsung dengan tangan Sean.
Sean menatap Hans di bagian sudut ruangan itu.
Mereka sambil mengedipkan mata dan mulai membuka ruangan itu secara membabi buta.
Sean yang sudah siap disana langsung menembak semua musuh di ruangan itu hingga mereka tumbang seketika. Hans berhasil menangkap Musuh serta mengikat tangan nya dengan kuat dan mendorong tubuh itu hingga terjengkang mencium sepatu Sean.
"Hahahahahaha, God job. Kau telah menodai kakiku dengan mulut kotor mu itu."
Sean tertawa menggelegar.
Hans berdiri dan tetap siaga bilamana serangan datang dari lawan secara tiba-tiba.
Sean berjongkok, memandangi wajah di balik topeng Pecundang itu.
"Jangan pernah bermain api dengan ku." Ucap Sean menekan di setiap kalimat nya. Mata tajamnya menatap mata di balik topeng itu.
"Attention! Tanganku tak perlu kotor untuk membuka topeng sialanmu itu. Sekarang katakan, dimana kau sembunyikan mainanku?"
Ucapnya berbisik di telinga sang lawan.
Sang lawan tetap bungkam, menatap tajam Sean dengan tatapan merahnya dibalik topeng.
"Apa kau ingin uji nyali?"
Sean kembali berucap sambil memindai tubuh sang lawan.
"Kurasa kau tidak begitu asing di mataku." Sean kembali berucap dingin.
"Tunggu.. biar kutebak, kau yang meminta mainanku sebulan yang lalu kan?" Ucapnya penuh amarah dan mengintimidasi sang lawan.
Hans bergerak menuju ruangan tertutup.
Disana sidik jari tertera untuk membuka pintu otomatis itu.
Dia memberi kode pada Sean bahwa sidik jari sialan itu diperlukan untuk membuka ruangan itu.
Sean dengan tubuh tegapnya langsung menarik kerah lawannya dengan satu tangan sambil membimbing nya berjalan ke arah ruangan itu
Posisi Lawan membelakangi ruangan itu dan langsung mengarahkan tangannya dan pintu terbuka otomatis.
Segurat bayangan Anindira berada disana. Disebuah ranjang king size dengan desain nuansa hitam pekat.
Anindira di ikat dan matanya di tutup.
Hans mendekat dan tanpa mengulur waktu dia membuka ikatan itu dan segera membopong tubuh yang tak sadarkan itu.
Mereka keluar dari sana dan Sean yang kembali menarik punggung musuhnya menuntun nya untuk keluar dari sana.
Hans memencet tombol hijau di lengan nya untuk mengerahkan semua pasukannya berhenti dan menyusul mereka untuk pulang.
Sean mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
Tak sabar rasanya menjadikan musuh kecilnya itu menjadi santapan singa liar nya yang tingginya mencapai dua meter.
Semua pasukannya mengikuti mereka dari belakang sambil menyekap beberapa tangan kanan musuh untuk diserahkan pada Sean.
Sampai di apartemen semuanya keluar dari mobil masing-masing dengan Sean yang memberi instruksi pada suruhannya untuk menyeret musuhnya ke taman belakang.
Mulut pria itu di tutup agar tak bisa bersuara lagi, Sean bahkan muak mendengar apa yang keluar dari mulut sialan itu.
Kali ini dia tak main-main, dan segera menyuruh suruhan nya memasukkan pria sialan itu ke kandang singa nya.
Singa nya mengaum seram disana, entah mengatakan jika ia mempunyai makanan baru atau menyapa Tuan nya.
Tanpa ba-bi-bu mereka langsung melemparkan pria itu ke kandang singa.
Kepada para tangan kanan nya diberi pilihan apakah mau bernasib seperti bosnya atau menyerah dan ingin bergabung pada pasukannya.
Tentu saja mereka lebih memilih bergabung daripada mati mengenaskan seperti itu.
Selesai melihat pertunjukan di taman, Sean melangkah menuju apartemen nya.
Dia melihat Hans yang tengah menggosok-gosok telapak tangan Anindira seraya berucap kecil.
"Anindira maafkan aku. Tapi jangan membuatku semakin bersalah dengan diam mu ini. Bangunlah Anindira." Lirihnya sambil sesekali menepuk pipinya lembut.
Sean berlalu menuju kamarnya dan segera membersihkan diri.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi.
Dia merebahkan badannya sambil memandangi langit-langit kamarnya.
Jika di pikir-pikir apa alasan musuh membuat mainan kecilnya menjadi umpan.
Dia sedikit menyesal karena belum mengetahui apa alasan dibalik semua itu.
Hans meninggalkan Anindira di kamarnya dan pergi ke mansion nya.
Besok dia akan mendatangi Anindira lagi kesini.
****
Pagi menyengat. Cahaya yang bukan hanya silau melainkan sudah panas membuat Anindira duduk sambil memegangi kepalanya.
Perasaan jika di ingat-ingat dia sedang dibawa kabur oleh orang-orang kuat.
Tapi sekarang dia sudah berada dikamar nya lagi.
Setelah mandi dan merapikan tempat tidurnya,
Dia turun ke bawah dan mendapati Sean yang tengah duduk di sofa sambil menyesap nikotin di sela jarinya.
Anindira duduk di depan Sean sambil mengamati Sean yang berpenampilan urakan.
"Bapak tidak bekerja?"
"Kau nggak lihat aku pegang apa? Aku seorang Bos. Terserah ku mau pergi atau tidak."
Anindira hanya memoyongkan bibirnya.
"Eh__aku memiliki satu pertanyaan."
"Tidak akan aku jawab!"
Anindira kembali memoyongkan bibirnya.
"Sekarang aku lelah. Pijat!"
Itu perintah yang tak bisa di bantah.
Sean mulai tengkurap, sedangkan Anindira duduk di sisi sofa.
"Darimana dulu Pak?"
"Kaki"
Anindira mulai memijat kaki Sean.
"Tanganmu kok lemas? Kalau seperti itu aku seperti di gelitiki."
Anindira mengeratkan pijatannya.
"Kau mau menyiksaku?"
Anindira hanya menghela nafas.
"Jadi harus bagaimana pak? Tanganku juga pegel nih harus mijat kaki bos yang besar ini." Gerutunya.
"Yang sedang-sedang saja. Jangan lemas dan jangan terlalu kuat."
"Ngiming dong dari tadi."
"Ngomong Dira!"
Anindira sedikit terkesiap dengan panggilan itu. Sudah dua kali panggilan itu terlontar dari mulut bos nya, dan sudah dua kali pula jantung nya berdebar sedikit mendengar nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments