Gadis miskin milik sang Casanova Bab 19
Setelah selesai meninjau perkembangan pembangunan tersebut mereka berkemas mau pulang.
"Biar Anindira bersamaku."
Ucap Hans sambil membuka pintu mobilnya.
Sean hanya mengendikkan bahunya, tandanya terserah.
Hans membukakan pintu untuk Anindira dan setelah berpamitan mereka berangkat bersama-sama. Sean lebih dulu melajukan mobilnya di ikuti oleh Hans dan Anindira dari belakang.
Keduanya tampak hening. Tak ada yang berbicara, hujan lebat sore tadi sudah memberikan tahtanya pada rinai gerimis, membuat sore itu berwarna jingga kekuningan.
Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Hans yang sungkan Hanya bisa melirik Anindira sesekali dari spion.
Sedangkan Anindira tampak berpikir serius, entah apa yang tengah menggerogoti otak kecil nya itu.
Hans sedikit menghela napas. Agaknya jika tak dimulai maka sampai Apartemen akan diam membisu seperti ini juga.
"Apa yang kau pikirkan? Kelihatannya serius sekali."
Ucapnya sambil memandang jauh ke jalanan.
Anindira menghela nafas.
"Aku hanya bingung dan kepikiran soal pembangunan restoran itu bang. Si Bos penuh teka teki banget. Nggak pernah to the poin."
"Hmmm..memangnya dia ada bilang apa?"
"Tadi pagi dia bilang restoran itu keluarga ku yang menempati. Kan kurang masuk akal. Aku sampai pusing memikirkan nya."
"Mungkin dia memberikan restoran itu untuk kalian."
"Atas dasar apa bang Hans? Bukan kah aku masih sebulan bekerja padanya? Dan itu sangat mustahil sekali kalau dia memberikan nya secara cuma-cuma."
Hans mengernyit kan keningnya. Benar juga apa yang di bilang Anindira. Bos nya itu tak gampang percaya pada sembarang orang. Dan itu diluar nalar. Apakah ada alasan di balik itu? Pikirnya.
"Iya juga sih. Cuma biarkan sajalah, mungkin Si Bos berpikir jika tempat itu cocok untuk buka restoran.
Udah nggak usah berpikiran aneh-aneh. Si Bos bukan orang jahat."
Anindira tampak menghela nafas. Mengiyakan argumen Hans.
Tak terasa perjalanan mereka sudah keluar dari perkampungan. Mereka menempuh perjalanan sambil sesekali bersenda gurau.
Anindira yang merasa lelah Langsung terlelap begitu saja. Hans hanya membiarkan saja, dia mengelus rambut Anindira dengan tangan kirinya.
*****
Hans menepikan mobilnya di SPBU, untuk mengisi bahan bakar minyak.
Setelah selesai dia mengeluarkan cash lalu memajukan sedikit mobilnya dan keluar lagi, untuk ke kamar mandi sebentar. Dia menoleh pada Anindira yang pulas.
Selesai menuntaskan yang terasa sesak di perutnya dia kembali menuju mobil.
Membuka pintu lalu duduk di kursi kemudi.
Namun alangkah terkejutnya dia ketika melihat kursi Anindira dalam keadaan kosong.
Dia keluar dan menoleh kanan kiri. Dia panik, dia berlari ke arah kamar mandi untuk mengecek bilamana Anindira pergi menyusulnya. Tapi seingat nya hanya kurang lima menit dia berada di kamar mandi. Butir-butir keringat sudah membasahi dahinya.
Mengetok semua pintu kamar mandi sambil memanggil Anindira.
Kaki panjang nya dia langkah kan ke supermarket dekat SPBU, barangkali Anindira sedang membeli sesuatu mengingat mereka belum makan malam sedari tadi.
Semuanya kosong. Dia berdiri sejenak, menetralkan pikiran dan jantung yang memompa dua kali lipat setenang mungkin.
Dia kembali ke mobil. Sambil tancap gas dia ingin cepat-cepat sampai untuk menjumpai Sean.
Setelah sampai, dia tergesa-gesa keluar dari mobil dan tanpa mengucapkan salam, dia langsung membuka pintu kamar Sean.
Sean yang baru saja selesai mandi memandangi Hans yang panik.
"Anindira mana?" Ucapnya tak sabar.
Sean mengernyit kan keningnya, lelucon macam apa ini? Bukankah dia sendiri tadi yang minta Anindira yang pulang bersama nya?
"Harusnya yang bertanya aku. Bukan kau." Ujar Sean yang membuat lutut Hans bergetar. Seketika dia lemas dan duduk bersandar di pintu kamar Sean.
Sean memandangi raut wajah Hans yang pucat.
Sebelum dia bertanya, Hans lebih dulu memberitahu.
" Anindira hilang." Ucapnya pasrah.
Sean terkesiap mendengar kalimat Hans. Hanya dua kalimat tapi mampu membidik kepala dan hatinya yang memanas.
"Bagaimana bisa? Bukankah kalian bersama-sama tadi?" Tanya setenang mungkin.
"Dia tidur. Di SPBU aku keluar sebentar ke kamar mandi. Setelahnya aku tak melihat dia di mobil." Ucapnya pasrah. Kesalahannya fatal, mengapa dia tak mengunci mobil sebelum ke kamar mandi?
Hans menarik rambutnya frustasi, tak bisa berpikir jernih. Kepanikan nya mengalahkan semua otak cerdas nya.
"Bodoh." Sinis Sean sambil mengambil handphone nya, lalu menghubungi seseorang. Pasti ini bukan suatu kebetulan. Ada skandal dibalik ini, dan mereka memancing mafia kelas kakap itu dengan membuat Anindira menjadi umpan.
Siapa lagi yang berani bermain-main dengan nya?
Kali ini tak ada ampunan. Jika dalangnya ketahuan maka dia akan mati meradang di kandang singa nya.
Sean yang mengerti kepanikan Hans tak lagi berkata serentetan pertanyaan.
Dia duduk di meja kerjanya seraya mengarahkan semua pasukannya untuk melacak bedebah itu.
Mereka tak tau, jika Sean bahkan menemukan Anindira malam ini juga. Jangan sebut dia mafia kakap atas jika Anindira tak balik malam ini juga.
Dia pergi kesudut kamar nya, menekan beberapa tombol dibalik figura dan pintu terbuka otomatiDia bergegas ke ruangan pribadi nya, mengambil seragam lalu melemparkan nya pada Hans.
"Dia tak akan kembali jika kau hanya melamun." Ujar Sean yang membuat Hans spontan menangkap seragam hitam itu lengkap dengan topeng nya.
Sean juga memakaikan seragam yang sama dan topeng yang sama, agar lawan tak mudah mengenali sosok mereka. Hingga sekarang musuhnya belum bisa mencium siapa orang di balik topeng mafia kakap atas tersebut.
Begitulah Sean dan Hans menjalankan misinya selama ini.
Acap kali para musuhnya memberikan gelar Mafia kembar pada keduanya yang sampai sekarang mereka tidak tau identitas nya.
Sean memakai sepatu boat lalu menyelipkan pistol mematikan di antara pinggang nya dan berjalan mendahului Hans.
Senyum menyeringai nampak di bibirnya yang seksi, beginilah tantangan yang disukai.
mereka mengendarai mobil hitam silver dipadu dengan corak-corak tato mafia misterius.
Dia menyalakan GPS tracker dan Handphone khusus pelacak. Hans yang duduk di samping nya hanya menghela nafas. Tapi tak lama dia juga beraksi dengan memberikan aba-aba pada pasukannya untuk berpencar. Tak lupa dia menyusuh mereka menyalakan GPS di handphone maupun di mobil masing-masing.
Mereka menepi di sebuah gedung lama.
Salah satu pasukannya berhasil melacak keberadaan musuh dan sedang bersembunyi di gedung tua itu.
Hans mengarahkan semua pasukan nya untuk mengepung gedung itu.
Sean dan Hans keluar dari mobil dan berjalan bersisian dengan langkah tegap dan dengan aura misterius.
Mereka berdua berhenti sejenak saling memberi kode kemudian mereka berpencar. Sean ke sisi barat dan Hans kesisi Utara gedung itu.
Nampaknya lawan nya memang bukan orang sembarangan pula. Terbukti dari beberapa sudut ruangan itu di lengkapi dengan sidik jari dan cctv.
Seketika rahang Sean mengeras. Pasti lawan nya sekarang juga merupakan mafia kelas kakap. Mereka tak bisa lengah dan sepele.
Mereka harus menggunakan tak tik yang tak bisa lawan endus.
Segera Hans naik keatas gedung itu lebih dulu dan memeriksa setiap ruangan.
Berpindah ke satu ruangan, hingga sampai pada satu ruang yang menampilkan desain mafia dengan bergambar pria bertopeng yang sedang memegang pistol di tangan nya.
Hans yang tampak sedikit memperhatikan gambar itu kembali menyisir pandangannya ke segala sudut.
Dan tepat ketika dia menoleh ke atas, sebuah peluru meluncur ke arahnya. Untung dia sigap dan memasang ancang-ancang dan segera mengambil pistol nya kemudian menembakkan dan mengenai dada lawan.
Bugh
Seorang pria jatuh dari atas dan mengerang di depan Hans. Dia mulai mendekat sambil mengambil ancang-ancang bilamana lawan kembali menarik pelatuk nya dan mengarahkan padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments