Gadis miskin milik sang Casanova 18
Sampai di lokasi tujuan, mereka keluar dari mobil.
Anindira melihat Rumahnya yang tak lagi berdiri.
Rata bersamaan dengan tanah.
Dia menoleh seperti mencari sesuatu, hingga ia melihat Ibunya keluar dari rumah Bu Tia.
"Anindira!" Serunya bersemangat sambil mendekati anak gadisnya.
"Padahal baru seminggu tapi ibu udah kangen kali samamu nak." Imbuhnya sambil menciumi Anindira.
Setelah selesai adegan cium-ciuman itu, Bu Dira memandang pada lelaki di samping Anindira.
Sean hanya berdiri saja sambil melihat pembangunan proyek itu.
Bu Dira hanya melihat sekilas lalu menarik tangan Anindira.
"Ayo bawa tasmu ke rumah Bu Tia. Karena kita menginap disana sementara waktu." Mereka berlalu meninggalkan Sean begitu saja.
Sean sedikit menoleh, sebelum akhirnya dia melangkah ke sebuah warung kopi dekat lokasi itu.
Di warung dia duduk sambil melipat kakinya sambil mengawasi keadaan sekitar.
Kayaknya proyek itu baru berjalan 15%.
Sebenarnya pembangunan itu tidak terlalu berarti baginya. Apalagi mendirikan restoran, sama sekali bukan niatnya. Berkembang di Dunia entertainment dan juga bisnis ilegal yang di kerjainya selama ini juga sudah cukup membuatnya kaya raya.
Hanya saja, dia tak mau lawan nya menang dalam tender itu. Dengan segala kekuasaan nya dengan mudah sertifikat tanah itu berada di tangan nya. Membuat nya tersenyum miring.
Lagi dia membuat Dan mendirikan restoran ini karena ada alasan lain.
Dia memandangi email nya seraya mengecek pesan-pesan dari klien bisnisnya.
Pemilik warung kopi sedari tadi hanya mengintip dari dalam, karena melihat Sean yang notabenenya orang kaya, terlihat dari pakaian dan Mobil yang terparkir mewah di halaman rumahnya.
Pemilik warung itu jadi segan dan tak tau harus menawarkan apa.
Apalagi melihat tato di belakang telinga Sean membuat pemilik warung itu langsung merinding.
Postur tubuh yang tegap dan rambut nya yang tertata rapi, pasti orang itu bukan orang sembarangan.
Anindira datang menghampiri Sean ke warung itu.
"Ayo pak, istirahat disana."
"Ku kira kau lupa datang bersama siapa."
Anindira hanya memutar bola mata malas.
"Aku lagi malas beradu argumen Pak. Jadi sekarang ayo, aku sudah bikin kopi Buat bapak."
Sean menghela nafas lalu pergi mengikuti Anindira.
"Wah Bos kamu ganteng banget Ira." Ujar Bu Tia berseroloh sambil menyambut tamu terhormat itu ke dalam rumah sederhana nya.
"Biasa aja kok Bu." Jawab Anindira sambil menyodorkan kopi ke depan Bosnya.
"Kok biasa aja, ini tuh ganteng pisan."
"Ganteng sih ganteng, cuman--"
Anindira berhenti berbicara ketika manik Sean menatap nya tajam menghunus ke jantung Anindira.
"Hehehe maksudku kalau Ibu bilang ganteng, ibu bisa kok deketin Bos saya. Mumpung Bos saya lagi cari janda gemoy." Anindira berucap sambil berlari ke arah dapur.
"Serius lagi cari janda? Kebetulan saya juga lagi cari berondong." Ujar Bu Tia sambil mengagumi ketampanan Sean, tapi itu tak berlangsung lama karena Sean menatap Bu Tia dengan tatapan mata elangnya, membuat Bu Tia beringsut lalu menyusul Anindira ke dapur.
"Kamu tuh benar-benar ya? Masa aku di pelototin sama Bosmu itu? Ihh aku jadi merinding. Dari cara menatapnya kurasa dia mau menguliti ku hidup-hidup" ujar Bu Tia sambil mencubit pinggang Anindira.
"Hahahaha"
"Malah ketawa lagi. Tampan sih iya tapi tatapan nya itu lho."
"Memang awalnya begitu Bu. Tapi lama-lama nanti dia bakalan mau juga lho. Ibu tau nggak, sangking nggak dapat-dapat nya janda gemoy tuh, dia jadi sering bawa wanita bayaran ke rumah. Mereka bercinta, berciuman, lalu payudara nya itu tuh di ciumi Ama si Bos, terus mereka mendesah begini ahhh...shhhh...enakkk. katanya." Anindira mulai beraksi lagi.
Kali aja dengan begini Anindira bisa mengerjai Bos Arrogant nya itu.
"Ah masa sih? Kalau begitu biar ibu dekatin dia. Meskipun nggak di bayar ibu rela. Asal dia menikahiku dan menghidupi kedua anakku." Ucapnya dengan semangat berapi-api membuat Anindira menahan tawanya.
"Iya nanti kalau makan, duduklah disamping nya terus elus-elus tuh pahanya. Karena kulihat beberapa kali dia digitukan sama wanita lain."
"Awas kalau nggak bener ya!"
"Iya lho. Masa aku bohong. Tapi ingat, kalau dia marah jangan menyerah. Kek manalah kita kalau menjinakkan kucing begitulah."
"Ok. Sekarang kita masak enak dulu. Biar Bosmu itu enak makan nya." Ujarnya lalu mengambil dandang untuk menanak nasi.
"Ngomong-ngomong ibu dimana? Dari tadi nggak nampak Bu?"
"Lagi pergi katanya teh ada urusan sebentar di sekolah adikmu."
*****
Hans sudah berada di tempat tujuan.
Dia memandangi sejenak lalu turun dari mobilnya dan bergegas kearah Anindira yang melambai-lambai kan tangan nya disana.
"Bang Hans kok bisa ada disini?" Ujarnya sambil mengerutkan keningnya.
"Memang nggak bisa?"
"Ya bisa. Maksudku kok bisa tau gitu kalau kami ada disini."
"Apa yang nggak ku tau Anindira."
Mereka melangkah masuk dan Hans mendapati Sean yang duduk bersandar di tumpukan karung goni, sambil memainkan handphone nya.
"Kau ingkar janji." Hans langsung memulai percakapan dan atensinya menatap tajam ke arah Sean.
Sean hanya tersenyum menyeringai sambil memainkan handphone nya lagi.
"Eh Nak Hans datang juga?" Ucap Bu Dira sambil mempersilahkan Hans untuk duduk.
"Iya Bu, setelah urusan disana selesai aku langsung menuju kemari."
"Sudah Nak Hans duduk dulu. Ibu bikinkan kopi dulu."
"Tak perlu repot-repot Bu." Ujar Hans tak enak.
Bu Dira begitu semangat menyambut Hans.
Berbeda dengan Sean disana yang telah menatap tajam pada Hans, karena diperlakukan selayaknya tamu.
Hans hanya mengedipkan sebelah matanya seakan mengatakan satu kosong.
Nampak semuanya sudah berkumpul di rumah tengah itu. Adik-adik Anindira dan juga anaknya Bu Tia sudah duduk mengambil posisi duduk masing-masing untuk makan siang.
Sean duduk ditempat semula.
Bu Tia langsung ambil posisi di samping Sean, dan Anindira yang di samping Hans.
Bu Dira menuangkan nasi ke piring lalu memberikannya satu persatu.
Bu Tia yang habis masak langsung mandi dan menyemprot minyak wangi membuat wanginya lebih mendominasi. Barangkali Sean mau di godanya dan berakhir dengan berbagi peluh di ranjang.
Wajah Bu Tia sampai bersemu merah kala membayangkan nya menghabiskan malam bersama Sean.
Setelah mengucap Doa mereka makan dengan hikmah tanpa bersuara.
Bu Tia melihat situasi, dan agaknya ini adalah waktu yang tepat memulai aksinya.
Tangan nya menyusuri paha Sean dan mengelus lembut pahanya membuat Sean mengeratkan rahangnya.
Dia bukan tak bisa menghardik ataupun menyeret wanita itu.
Hanya saja Sean lebih berpikir jika dia di kuasai marah akan berdampak pada keluarga Anindira. Sementara keluarga Anindira menumpang di rumah ini untuk sementara waktu.
"Turunkan tanganmu!" Ucapnya datar. Emosi nya dia redam sedalam mungkin.
Namun tangan itu tak berhenti, malah semakin kuat mengelusnya. Hans yang melihat itu langsung terbahak. Untung saja dia sudah selesai makan. Jika tidak maka makanan yang dimulut nya bisa jadi keluar.
Anindira hanya bisa cekikikan.
Dia takut Bosnya akan emosi dan melampiaskan semuanya padanya.
Sean langsung menyudahi makan nya.
"Selera makan ku hilang." Ucapnya dan meraih minum nya.
Sean menatap tajam Anindira. Pasti semua ini kelakuan Anindira. Ah kayaknya bocah itu butuh hukuman. Monolog nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments