bab 17

Gadis miskin milik sang Casanova 17

"mengapa kau melakukan semuanya dengan tergesa-gesa hm?" Sean berujar sambil melangkah maju membuat Anindira kembali duduk di kasur.

Sean menunduk, menatap tajam manik mata Anindira.

"Kau menghindariku?" Sean kembali mendominasi.

""Aku hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan tugasku." Ucap Anindira mengalihkan tatapannya ke samping.

Sean yang tak memakai baju dan hanya mengenakan handuk di pinggang nya semakin mendekat membuat Anindira beringsut mundur ke belakang.

"Kau yakin?"

"Hem" Anindira Hanya merespon acuh.

Meladeni Sean seperti ini membuat mood nya malah buruk hari ini.

Sean memperhatikan tubuh Anindira yang hanya mengenakan daster tipis.

Agaknya sesuatu menyembul di dada Anindira membuat Sean tersenyum menyeringai.

"Kenapa ini terlihat menyembul? Kau nggak pakai penutup nya?" Sean berucap tepat di telinga Anindira yang membuat Anindira melotot dan spontan menutup keduanya dengan tangan nya.

"Kau menggodaku? Ini baru pagi-pagi."

"Dasar mesum. Aku memang tidak pernah memakai nya kalau tidur. Itulah menurut kesehatan."

Imbuhnya cepat. Menolak respon Sean yang membuat nya gila ketika menghadapi nya.

"Oh ya? Karena kau merawat nya, makanya dia tumbuh dengan subur." Ujarnya membuat Anindira kembali melotot.

"Kau tau? Beginilah bentukan nya yang di sukai laki-laki. Aku jadi penasaran." Ucapnya lagi setengah berbisik, membuat bulu kuduk Anindira meremang.

"Dasar Bos Gila. Otak selangkangan." Umpatnya sambil mendorong kuat tubuh itu.

"Umurmu tak sebanding dengan bentuk tubuh mu.

Awal melihat mu aku tak berselera, apalagi mendengar umurmu yang masih bocah.

Tapi melihat tubuhmu yang seperti ini membuat ku berubah pikiran."

"Awas saja kalau berani.

Aku bahkan menggigit mu sampai dagingmu terlepas dari tulang nya." Anindira menatap Sean tajam.

Sean memundurkan tubuhnya.

"Siapkan serapan pagi di sini. Bawa juga sekaligus sarapan mu." Ujarnya kembali dengan wajah datar.

Anindira menata sarapan mereka di meja kecil di sudut ruang kamar Bos nya.

Kemudian menunggu Sean yang sedang menyisir rambutnya.

Pria angkuh itu duduk bersebelahan dengan Anindira.

Tampaknya Sean melihat dua kepribadian ganda. Padahal tadi baru mengerjainya dengan kalimat-kalimat mesum nya, dan segera wajah itu sudah kembali datar seperti tidak terjadi apa-apa.

Gadis 19 tahun itu menatap sewot pria tua di depan nya. Sorot tatapan elangnya, intonasi suaranya, dan bahkan pria itu tak tau caranya tertawa, semua itu membuat Anindira muak melihat semua yang ada pada diri Sean.

Sean mulai menyuap sandwich ke mulutnya.

"Turunkan pandanganmu." Kembali suara itu mendominasi membuat mata Anindira menatap malas dan memutar bola matanya.

"Cepat lah makan. Kita akan pergi ke kampungmu untuk melihat sudah seberapa jauh pembangunan berjalan."

"Pembangunan apa pak?"

"Rumahmu."

"Rumahku? Mana ada pembangunan. Bapak ngaco deh, ada-ada saja." Ucapnya sambil geleng-geleng kepala.

"Otak kecilmu memang tidak di desain untuk itu."

Anindira hanya ber oh ria.

Sean memang aneh, di mata Anindira dia laki-laki misterius. Perkataan nya pun bisa menjebak, apalagi untuk menebak isi kepala orang.

Anindira kembali geleng-geleng memikirkan nya.

"Jika kau ada kelainan saraf biar ku antar ke poli saraf."

"Kelainan saraf? Aku rasa Bapak lah yang perlu di bawa kepoli kejiwaan."

"Dari tadi kau geleng-geleng kepala. Mungkin saraf mu sedikit bengkok."

Anindira bukan nya nggak bisa menimpali.

Hanya saja dia sudah malas berdebat seperti ini.

Ujung-ujungnya nanti Sean mengerjainya dan bisa jadi kejadian semalam teringat lagi.

Dia kembali menggelengkan kepalanya mengingat hal semalam.

"Kan benar yang ku bilang. Pasti saraf mu bermasalah."

Ucap Sean sambil meneguk segelas air putih hanya dengan beberapa tegukan.

"Bersiap-siap lah. Aku akan ke kantor terlebih dahulu. Jam 10 kita berangkat." Ucapnya sambil melihat arloji yang melingkar di tangannya lalu bergegas dari sana.

Setelah Bosnya pergi, dia cepat-cepat menuju kamarnya dan menghubungi ibunya di kampung.

"Bu apa benar yang di katakan Bosku ada pembangunan?" Ucapnya tak sabar.

"Ibu pun sebenarnya bingung, setelah kepergian kalian ke kota, beberapa truk mengantar semua bahan bangunan." Ucapnya Bu Dira sambil menghela nafas.

"Terus setelah ibu tanya, mereka hanya mengatakan, kali mereka di suruh oleh Sean Daweel. Dan sampai sekarang ibu juga nggak mengerti Nak. Ibu tak bisa melarang mereka, karena jika kularang maka mereka semua di hukum."

Anindira nampak menghela nafas.

"Sudah nanti jam sepuluh kami akan berangkat menuju kesana Bu."

****

Di perusahaan Sean dan Hans sudah duduk berhadapan. Mereka terlihat seperti dua orang yang bermusuhan. Padahal mereka saling menyayangi. Terbukti ketika sesuatu menimpa Sean maka Hans yang akan lebih dulu maju menjadi garda terdepan bagi Sean, dan begitu juga sebaliknya. Hanya saja kedua egonya yang bertolak belakang membuat keduanya seperti anjing dan kucing.

Keras kepala keduanya begitu ketara. Hanya saja Sean lebih mendominasi.

Jika keduanya berjalan beriringan maka orang akan menganggap mereka kakak adik. Karena kedua nya sama-sama tampan dan gagah. Tinggi juga bentuk badan hampir sama. Namun orang-orang akan melihat perbedaan mereka ketika bertemu seseorang.

Hans yang sedikit ramah dan mau memberi sedikit senyum sedang kan Sean hanya menunjukkan tatapan tajam dan mengintimidasi. Benar-benar seorang mafia kejam bagai beruang kutub.

"Kau bisa menghandle pertemuan dengan Tuan Jacksonville nanti siang." Ucap Sean To the poin.

"Kau selalu menumbalkan ku pada si brengsek itu."

Hans mendelik tak suka.

"Tapi kau yang lebih tau menghadapi nya. Jika aku yang menghadapinya mungkin dia akan pulang tanpa kaki."

"Kau sendiri kemana?" Ucap Hans sinis.

"Pulau Snoopy. Kampung Anindira."

Hans langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Biar aku yang kesana. Kau sendiri yang akan menghadapi klien brengsek itu."

"Kau bisa menyusul setelah selesai meeting dengan nya."

"Ok. Tapi biarkan Anindira pergi bersama ku."

"Aku kesana bukan untuk kasmaran. Aku ingin mengecek sudah sejauh mana tender yang kumenangkan berjalan."

"Siapa juga yang mau kasmaran? Aku hanya meminta Anindira untuk pergi bersama ku."

"Ok. Jemput saja dia di apartemen." Ucapnya sambil tersenyum menyeringai.

****

"Maksudnya itu gimana Pak? Pembangunan seperti apa yang bapak bilang tadi." Ujar Anindira tak sabar ketika mereka sudah melaju.

"Aku akan mendirikan restoran" membuat Anindira terbelalak.

"Jadi bapak meruntuhkan rumah orang tuaku hanya untuk mendirikan restoran mu Pak?"

"Bisa di bilang seperti itu."

"Itu obsesi. Bapak tega membuat keluarga ku seperti itu. Aku nggak habis pikir." Anindira menyandarkan kepalanya di jok mobil.

"Jadi adik-adik ku akan Tinggal dimana? Keterlaluan." Ucapnya kesal.

"Direstoran itu."

"Maksudnya gimana aku nggak ngerti."

"Diamkan. Aku pusing mendengar mulut cerewet mu itu."

"Tapi bapak benar-benar keterlaluan."

"Apa perlu ku diamkan dengan cara lain, hm?"

Kalau sudah seperti ini maka Anindira akan diam. Menahan kekesalannya.

Wajahnya dia arahkan keluar jendela, menghirup udara segar ketika mobil itu sudah sampai di depan perkampungan.

Sedangkan Sean Hanya tersenyum menyeringai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!