bab 15

Gadis miskin milik sang Casanova 15

Setelah selesai bercengkrama seseorang diluar mengetok pintu.

Laura bangkit dan membuka pintu.

Laura langsung menunduk kala melihat titisan dewa di depannya.

"Amazing. Tampan dan gagah." Monolog Laura disana.

Sean langsung melangkah kan kakinya tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu membuat Anindira Langsung berdiri disana melihat kedatangan Bos nya.

"Pak, ngapain datang kesini?" Ujarnya sedikit panik.

Dan bagaimana bisa Sean tau rumahnya disini?

"Kau bekerja bersama ku. Artinya kau juga tanggung jawabku." Ujarnya santai sambil memasukkan kedua tangannya pada sakunya.

Hans mendelik tak suka.

Dia kan sudah di utus menemani, terus ngapain pula dia datang jauh-jauh.

"Silahkan duduk Pak. Sebentar aku bikin kopi dulu." Ucapnya lalu bergegas ke dapur.

Sean langsung mendudukkan bokongnya tanpa menghiraukan orang sekitarnya. Apalagi menyapa ibu Anindira.

Sikap angkuhnya kembali merajalela karena tak mau bertegur sapa sama adik-adik Anindira.

Karena baginya, selain orang yang tak menyangkut pada pekerjaan nya maka orang itu dianggap tak penting.

"Ini pak, silahkan diminum." Ujarnya sambil menyodorkan kopi ke depan Sean.

Semuanya diam. Tak ada yang bersuara. Hans yang sudah muak karena kedatangan Sean mendadak tak mood.

Sedangkan Anindira yang merasa canggung karena kedatangan Bosnya di rumahnya yang serba kekurangan ini merasa malu. Dan Bu Dira yang juga kehilangan kata-kata saat tau Anaknya bekerja dengan pria tak beretika itu.

Bu Dira melangkahkan kakinya ke kamar meninggalkan mereka.

Begitu juga dengan kedua adik laki-lakinya langsung mengambil selimut dan tidur di lesehan .

Kini tinggal lah mereka berempat disana.

Laura yang tak meninggalkan tempat itu karena melihat kedipan Ibunya yang artinya dia harus menemani kakak nya duduk disitu.

"Silahkan di minum Pak. Maaf seadanya." Ucapnya sopan.

"Hm."

"Kau ngapain jauh-jauh datang kesini?

Kan aku sudah disini mewakilkan." Hans mendelik.

"Tidak akan ada yang melarang kemanapun aku pergi." Imbuhnya dengan acuh.

"Memang. Tapi kau kesini mau ngapain? Biasanya kau tak terlalu peduli."

"Anindira Bekerja untuk ku, jika kau lupa."

"Iya tapi aku kan sudah disini. Dan kau sendiri yang menyuruh."

Sean menatap tajam pada Hans. Seakan dia tak suka menerima pertanyaan beruntun seperti itu. Apalagi dia baru sampai dan kelelahan.

Hans hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Aku mau makan." Sean menatap Anindira.

Anindira yang ditatap langsung berdiri.

"Biar ku ambilkan."

Anindira menyendok nasi dan membuat wadah baru untuk lauknya.

Dia sedikit terkejut akan kedatangan Bos nya.

Bagaimana mungkin Bosnya bisa sepeduli itu untuk nya?

Anindira menggelengkan kepalanya lalu membawa nampan berisi nasi, ayam, sambal dan lalapan seledri yang disukai Sean.

Begitulah enaknya tinggal dikampung. Mereka tak perlu membeli per bumbuan dan juga sayuran.

Semua nya sudah lengkap di kebun belakang, dan hanya menu utama yang perlu di beli.

"Silahkan dimakan Pak." Anindira meletakkan semuanya di depan Sean.

Sean yang sudah lapar dan keroncongan langsung memakan nya.

Tak butuh waktu lama baginya untuk menyantap hidangan itu dan meraih gelas berisi air putih dan meneguknya.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.

Anindira mengambil tikar satu lagi dan menimpanya di tikar tempat duduk tadi.

Anindira nampak sedikit malu sekaligus canggung melakukan nya.

Namun apa yang harus dilakukan?

Dirumahnya tak ada kasur empuk seperti di apartemen Sean.

Selesai menimpanya dia mengambil selimut bersih dari kamar nya dan memberikannya pada Hans juga Sean.

Hans langsung menerima nya dan langsung merebahkan badannya di tikar itu.

Meskipun rasanya lantai itu sangat keras untuk dijadikan tempat tidur namun ia berusaha untuk maklum.

Sean sedikit terkejut walaupun hanya sebentar.

Dia menarik selimut dan merebahkan tubuhnya juga di samping Hans.

Laura dan Anindira juga segera beranjak dari sana dan masuk ke kamar mereka.

Mereka berdua satu kamar karena di rumah itu hanya memiliki dua kamar.

"Kak itu yang baru datang siapa?"

Laura membetulkan selimutnya sambil bertanya pada kakak nya.

"Dia itu Bos kakak. Sedangkan yang satu lagi itu Asisten sekaligus sekretaris nya."

Laura manggut-manggut.

"Tapi sekilas kok kayak orang kejam ya kak. Masa datang nggak disapa. Ibu juga nggak di dalam." Imbuhnya sambil memperhatikan wajah kakaknya itu.

"Memang kelihatan nya seperti itu. Tapi dia itu orang baik. Buktinya dia datang kesini meskipun dengan wajah seperti itu. Jarang-jarang lho seorang Bos besar mau datang ke rumah pembantu nya."

"Memangnya kakak kerja apa?"

"Pembantu dirumahnya."

Laura memperbaiki posisi tidurnya menyamping memperhatikan wajah kakaknya.

"Tapi gajimu besar kali kak. Setahuku pembantu cuma bergaji 5 JT kebawah." Ujarnya dengan wajah serius.

"Kakak pun heran. Tapi begitulah mungkin orang kaya. Menganggap uang segitu hanya angin semata."

"Atau jangan-jangan dia suka sama kakak?"

"Hus mulutmu! Mana mungkin dia suka sama kakak. Apalagi melihat kondisi rumah kita yang seperti ini."

******

Tengah malam Sean bangun, karena dia mau ke kamar mandi.

Dia menoleh samping Kiri, kamar Anindira.

Sean yang tak tau arah kamar mandi langsung mengetok pintu kamar Anindira.

Anindira yang orang gercep langsung membuka matanya.

"Ada apa Pak?"

"Tunjukkan kamar mandi."

Anindira berjalan di depannya. Sedangkan Sean mengekor di belakang.

"Itu, Masuklah." Ucapnya lalu segera pergi sebelum Sean menarik tangan nya membuat Anindira membentur dada bidang Sean.

Anindira menatap Bos nya. Kedua mata itu saling beradu. Anindira yang masih menempel di dada Sean segera mengurainya.

"Dadamu kelebihan lemak." Ujar Sean sambil menatap dada Anindira.

Anindira melototkan matanya, dan refleks menutup dadanya dengan tangan nya.

Bisa-bisanya Bos-nya mengatakan hal vulgar begitu di tengah malam.

"Cepatlah aku mengantuk."

Sean langsung menutup pintu kamar mandi dan menuntaskan kegiatan nya.

Setelah selesai dari kamar mandi Sean nampak memperhatikan dapur mini Anindira.

Kecil memang tapi sangat rapi dan bersih.

Dia berlalu dari sana dan kembali menuju tempat tidur nya.

Dia yang insomnia tak bisa memejamkan matanya.

Berdeda dengan Hans yang terdengar mendengkur.

Karena kesal akibat tak bisa tidur dia menendang kuat pantat Hans, hingga Hans terlonjak dan spontan berdiri.

"Apa aku tengah bermimpi?" Ucapnya pada Sean yang duduk bersandar pada dinding.

"Maybe."

Hans Kembali merebahkan badannya.

"Agaknya badanmu tau diri juga bisa tidur dilantai seperti ini." Ujarnya.

"Tutup lah mulutmu. Sekarang bukan waktunya berdebat."

Sean menatap tajam tapi tidak tau berbuat banyak.

Dia mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu disana.

Dia yakin Anindira belum tidur setelah dari kamar mandi tadi.

Anindira keluar dari kamarnya dan mendapati Sean yang tengah menatap nya."

Dia bergegas menuju dapur.

Membuat kan kopi untuk Bosnya.

Selesai menaruhnya di samping Sean dia beranjak.

"Besok kita kembali." Ucapnya sebelum Anindira benar-benar masuk ke kamar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!