Gadis miskin milik sang Casanova Bab 12
Setelah selesai semuanya dia beralih ke dapur. Karena perutnya yang keroncongan dan butuh di isi.
Dia tak perlu memasak banyak karena Bosnya makan siang di tempat kerjanya.
Dia mengambil bahan-bahan di kulkas dan memilih menu nasi goreng untuk menyapa perutnya siang ini.
Dia yang baru selesai mandi hanya mengenakan daster Frozen yang pendek di atas lutut.
Rambutnya yang basah dia biarkan tergerai begitu saja.
Dia mulai mengiris semua bahan-bahan dan mulai menggoreng nya.
Suara derap langkah kaki dari sana menyita perhatian Anindira yang tengah menyuapkan nasi goreng itu ke mulutnya.
Jantungnya sedikit deg deg an kala berpikir jika itu adalah Sean.
Dia berdiri dan melangkahkan kaki nya keruang tengah.
"Em..Bapak sudah pulang? Biasanya bapak pulang sore." Anindira langsung menerima tas Sean dan mengikuti bosnya ke atas.
Dia mulai membuka sepatu Sean yang menempel dan menyimpan nya di rak sepatu.
Dia beralih ke lemari dan memberikan pakaian santai pada Bosnya.
"Bersiaplah."
"Hm, maksud nya Pak?"
"Kau ikut ke Amsterdam."
Anindira melongo. Amsterdam? Monolog nya.
"Tapi pak.."
"Ini perintah."
"Baiklah pak aku bersiap-siap dulu."
Ucapnya lalu bergegas keluar dari sana.
*****
Penerbangan masih sekitar 20 menit lagi.
Sean dan Anindira duduk bersebelahan di ruang tunggu.
Sean yang nampak sibuk dengan iPad nya tak menghiraukan kegiatan Anindira yang sibuk mengambil foto.
Nampak nya benda itu sangat berfungsi bagi Anindira saat ini.
Dia bisa mengabadikan momen paling berharga ini di handphone.
Maklum orang kampung, entah rasanya naik pesawat pun dia tak tau.
Dia tersenyum manis mengarahkan ponsel nya kedepan dan mengambil foto berkali-kali.
****
"Pak aku takut." Anindira memegang kuat tangan Sean ketika Pesawat siap berangkat.
Dia menutup matanya rapat-rapat sambil menggigit bibirnya.
Sean membiarkan Anindira memegangi tangan nya.
Setelah goncangan sedikit dari pesawat akhirnya dia bisa membuka mata dengan tenang.
Penerbangan yang membutuhkan waktu berjam-jam membuat Anindira tidur kembali dan kepalanya yang bersandar di bahu Sean.
Sean juga yang ikut bersandar sambil melipat kakinya nampak sibuk membuka email nya.
Sesekali dia menghembuskan nafas nya kasar sambil meletakkan iPad nya di samping nya.
Dia memandangi wajah Anindira yang terlelap di bahunya. Dia memperhatikan setiap jengkal wajah itu.
Lama dia mengamati dan seketika menoleh pada handphone yang juga berada di sampingnya.
"Jaga Anindira baik-baik. Awas kalau terjadi sesuatu padanya."
Sean tersenyum menyeringai melihat isi pesan Hans.
Sean langsung mengarahkan kamera dan mengambil gambar seraya mendekat kan wajahnya pada rambut Anindira.
Send
"Sialan kau." Hans menerima gambar itu dengan rahang mengeras. Namun dia tak bisa melakukan apa-apa.
Barangkali memang Anindira yang terlalu mengantuk dan tak sengaja menjadikan Sean sebagai sandaran nya.
Hans memijit batang hidung nya sambil membuang nafas kasar.
Entah rasa apa yang dirasakan nya saat ini.
Yang jelas ketika mendengar nama Anindira maka ia akan antusias dan semangat.
Degup jantung yang bertalu-talu ketika iris bola mata itu menatapnya.
Anindira begitu sempurna.
Sikap anggun nya sangat mendominasi, terlebih mata sayu nya yang memandang dengan lembut, dan sedikit keras kepala. Mungkin karena dia dibesarkan dengan situasi dan keadaan yang berbeda dari orang lain.
Dia mengetok sesuatu di handphone nya dan mengirimkan nya pada Anindira.
****
Tak terasa lamanya perjalanan membuat Sean juga memejamkan matanya ketika pesawat itu sudah tiba di Bandara.
Anindira menggeliat merenggangkan otot tangan nya dan memegangi lehernya yang sakit akibat terlalu lama tidur dengan posisi duduk.
"Pak.." ujarnya pelan sambil menggoyangkan bahu Sean.
Sean langsung membuka matanya dan beralih ke arlojinya.
Mereka turun dari sana dan menaiki mobil sedan untuk mengantar mereka ke hotel.
Sean memesan satu kamar dan membawa koper nya masuk kedalam.
"Pak kamarku mana?" Anindira bertanya sambil membuka sepatu nya.
Sean hanya menatap nya tajam sambil berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan badan nya.
Mereka mendarat jam 10 malam dan ini malam harus Sean pergunakan sebaik mungkin untuk istirahat karena ia akan meeting dengan klien penting Nomor satu di perusahaan nya.
Anindira yang tak bertanya lagi langsung menyusun baju Bosnya itu dengan rapi.
Sean keluar dari kamar mandi dan langsung memakaikan pakaian dan merebahkan badan nya di ranjang.
Anindira yang sudah siap dengan kegiatan nya langsung duduk di sofa sambil memainkan kembali handphone baru nya.
Sean yang terlihat sudah mendengkur mengurungkan niat nya untuk membangunkan karena mereka belum mengisi makanan apapun ke perut nya.
Dia beranjak dan melihat Sean yang sudah terlelap.
Dia pergi keluar untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Hawa dingin yang langsung menusuk ke porinya membuat nya memeluk lengan.
Agaknya di Depan ada rumah makan yang bisa menghilangkan rasa laparnya.
Dia duduk di salah satu kursi sudut dan melihat buku menunya.
Semua menu yang tertera menampilkan bahasa Inggris yang membuat keningnya mengkerut tak mengerti.
Karna buku menu disertai dengan gambar maka ia mulai memesan nya.
Setelah makanannya terhidang di mejanya dia mencium aroma bau masakan itu yang menggugah selera.
Dia mencicipinya terlebih dahulu.
Nampaknya makanan itu memang enak sehingga tak lama bagi Anindira untuk menghabiskan nya.
Selesai makan dan "ya ampun, aku lupa bawa uang nya." Lirihnya pelan.
Dia menoleh kanan dan kiri melihat begitu ramai pengunjung.
"Aduh bodoh banget. Mau makan nggak bawa uang. Ngomong bahasa Inggris pun aku tak paham.duh bagaimana ini."
Ujarnya gelisah.
Dia meremas kuat jari-jari nya yang saling bertaut.
Apa yang harus ia lakukan? Jika di Indonesia masih masih bisa berbicara kalau uangnya lupa dan mengambilnya kembali. Tapi ini bukan negara'nya.
Dan terlebih dia tak tau bahasa Inggris.
Akh dia menemukan ide.
Dia mengambil ponselnya dan melakukan vicall pada Hans.
"Halo bang Hans, maaf aku tak membalas pesanku.
Untuk kali ini tolong aku."
Ucapnya dengan wajah memelas sedikit malu.
"Aku makan di restoran ini, tapi lupa bawa uang."
"Sean mana?"
"Tidur."
Hans menghembuskan nafasnya.
"Ok sekarang kau pergi ke arah kasir dan tunjukkan handphone ini biar aku bicara."
Anindira langsung berdiri dan menuruti perintah Hans.
Setelah selesai kasir itu memberikan handphone Anindira kembali.
"Bahasa Inggris mu hebat sekali bang hans, boleh lah ajari aku." Ucapnya kagum .
Hans hanya terkekeh disana.
Dan setelah mengucapkan terimakasih Anindira menutup teleponnya dan keluar dari restoran itu
Dia menekan tombol pintu kamar hotel itu seperti yang dibuat Sean tadi.
"Tanpaknya kau suka berkeliaran." Anindira terperanjat melihat Sean yang duduk bersandar di dasboard ranjang itu sambil menatap tajam Anindira.
"Tadi lapar, jadi beli makan Pak."
Anindira tetap berdiri di tempatnya dan sedikit menunduk.
"Setelah kenal dengan Hans tampaknya kau sedikit jadi pembangkang."
Sean mengamati Anindira yang saling meremas jarinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments