bab 10

Gadis miskin milik sang Casanova 10

"betah bang. Bahkan gajiku di luar perkiraan ku."

"Berapa emang?"

"30 juta." Ujar Anindira sontak bergembira.

Dia mengingat betapa dia sangat bahagia kemarin menerima uang gaji pertamanya itu.

Orang tuanya juga tampak bersyukur dan tak berhenti mengucap terimakasih pada sang pencipta.

"Hm..baguslah. kalau ada apa-apa silahkan hubungi aku."

Hans meminta Anindira untuk menyimpan nomor nya.

Anindira yang antusias Langsung mengeluarkan hp jadul nya dan mulai mengetik dari saja.

Hans yang melihat hp Anindira sedikit memijit pelipisnya.

Tak berani berucap karena Anindira takut tersinggung.

Dia membelokkan mobilnya ke mall yang dekat area itu.

Dia meminta Anindira untuk tetap tinggal di mobil.

Sementara ia keluar sambil berlari kecil ke arah mall.

Dia memilih sesuatu yang keluaran terbaru dan membungkusnya lalu segera pergi dari sana.

"Huh." Ucapnya sedikit ngos-ngosan setelah sampai di dalam mobil.

Dia menetralkan kan degup jantung dan mengatur pernapasan nya sebelum ia memperlihatkan sesuatu pada Anindira.

"Apa ini bang Hans?" Ucap Anindira sambil mengerutkan keningnya meminta penjelasan pada Anindira..

Hans yang sedikit takut menatap Anindira dengan lembut.

"Ini hadiah karena kamu telah bersedia menemani ku ke pesta."

Ujarnya hati-hati. Takut jika tiba-tiba Anindira tersinggung dan berujung dengan marah.

Anindira membuka bungkus itu dan memperlihatkan kotak putih disana.

Dia membuka kotak putih itu dan membulatkan matanya sambil memandangi Hans berganti an dengan benda itu.

"Tapi bang, ini barang mahal." Anindira tercekat melihat benda di tangan nya. Jika di tafsirkan maka harganya mencapai 15 juta.

"Hehe..tidak apa. Anggap lah itu hadiah karena kamu bersedia menemani ku."

"Tapi ini berlebihan bang. Jika ingin berterimakasih padaku maka kau hanya perlu membawa aku makan."

Hans terkekeh pelan menanggapi perkataan Anindira yang polos.

"Tidak apa. Aku ikhlas kok." Hans menyelipkan anak rambut Anindira ke belakang telinganya.

Membuat Anindira sedikit terpana memandangi wajah tampan Hans.

Mata mereka saling menatap dan saling mengunci dan pada akhirnya Hans yang memutus dan memalingkan muka untuk mengurangi degup jantung yang berpacu.

"Terimakasih." Hanya itu yang bisa terucap dari bibir Anindira. Matanya sampai berkaca-kaca dan menggenggam kuat barang pemberian Hans.

"Tapi aku nggak tau cara memakai nya."

Kekeh nya pelan membuat Hans tersenyum dan meraih benda pipih segiempat itu.

"Akan ku ajari." Ucapnya sambil mulai menyalakan dan menerangkan semua bentuk aplikasi dan kegunaannya.

Anindira hanya manggut-manggut dan tak lama dia mengerti juga.

Matanya begitu berbinar melihat benda itu.

Jujur ini barang termahal yang pernah Anindira sentuh yang membuat tangannya sedikit bergetar.

Dia memasukkan kembali handphone itu ke dalam tas nya.

"Kita sudah boleh pergi?" Hans berucap sambil memperbaiki tempat duduk nya.

"Iya."

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Menjelaskan kegunaan handphone itu secara rinci membuat waktu mereka tersita banyak.

Tak lupa Hans juga menyimpan nomor nya di hp Anindira.

***

"Jam berapa sekarang?" Suara bariton dan tatapan elang itu membuat Anindira yang ingin melangkah masuk ke dalam kamarnya berhenti tepat di tangga bagian atas.

Anindira memejamkan matanya seolah sudah pasrah menerima Amarah Bos nya.

Dia memang salah.

Sewaktu pulang dari acara baru menunjukkan pukul 11 malam.

Artinya tiga jam waktunya terbuang sia-sia di luar.

"Kau tuli?"

Sean tersulut emosi.

Berani sekali dua asisten nya berbuat di luar perkiraan nya.

Anindira membuka matanya. Entah alasan apa yang harus di ucapkan nya pada Bos dingin nya ini.

"Em..anu..tadi kita macet Pak." Alasan yang tak logis.

Mana ada macet tengah malam? Sean tampak menyeringai, menatap kearah Anindira sinis.

Sean memindai tubuh wanita itu dari atas sampai bawah.

"Masuk dan jangan diulangi."

Sean langsung masuk kemar nya dan Anindira yang mengelus dada nya lega.

Dia melangkah ke kamarnya dan merebahkan badannya di sana.

Dia mengingat pemberian Hans dan mengambilnya lalu memainkannya terus hingga tak melihat waktu.

Jam lima subuh dia baru bisa terlelap.

Jika seharusnya dia bangun dan beraktivitas jam lima maka ini merupakan kebalikan nya.

Mentari pagi nampak menyapa dari ufuk timur sana.

Memberikan cahaya indahnya untuk semua makhluk hidup, dan burung-burung yang berkicau gembira menambah suasana nyaman di pagi itu.

Sean yang sudah bersiap ke kantor tak mendapati Anindira Di bawah.

Biasanya jam segini Anindira akan sibuk berkutat di dapur memegang teflon.

Sean yang tak peduli Langsung meninggalkan Apartemen nya dan memilih sarapan di restoran.

"Bagaimana semalam Bos? Wanita itu seksi kan. Pasti kau mendesah kuat di buatnya."

Sean hanya mendelik pada Hans dan melanjutkan sarapan nya.

"Pasti wanita itu memanggil mu..ahh Sean..enak...ouh terus.."

Sean langsung melempar sendok kearah Hans dan dengan sigap Hans menangkap nya dan terkekeh pelan.

"Buy the way, untuk semalam terima kasih." Ujar Hans sungguh-sungguh dan sesekali tersenyum.

Membuat Sean semakin muak melihat tingkahnya.

"Tidak masalah." Sean meneguk minum nya dan segera berlalu dari sana.

"Cepat sekali Bos, jangan terburu-buru."

Hans mengimbangi langkah Sean yang cepat dan tegap sambil memasukkan tangan nya di kedua saku nya.

"Aku bukan seperti mu. Menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tak berharga. Karena bagiku waktu adalah uang." Ucapnya tanpa menoleh ke arah Hans.

Hans nampak berpikir, dia teringat kejadian semalam.

Apa Anindira dimarahi Sean? Ah Hans memang brengsek. Mengapa ia tak mengantar Anindira sampai rumah dan memastikan semua keadaan baik-baik saja?

"Ok aku sependapat."

Ujar Hans membuat Sean memicingkan matanya.

"Atur jadwal hari ini. Pastikan waktu penerbangan nya sesuai dengan prosedur. Kau tidak usah ikut."

Sean menduduki kursi kebesarannya dan bersandar di sana serta melipat kaki nya.

"Mengapa?" Hans mengernyit. Mana pernah Sean pergi tanpa dirinya?

"Kau banyak kerjaan disini. Gantikan aku meeting nanti malam di perusahaan toredo."

"Jadi siapa yang akan ikut bersamamu?"

"Anindira."

Hans terkesiap. Pernyataan itu merupakan tak bisa di bantah apalagi di tawar.

Jika Sean telah berucap maka Hans tak bisa menggugat nya.

Dia sedikit resah. Namun berusaha untuk bersikap datar.

*****

Anindira yang bangun dari tidurnya jam 11 siang nampak histeris.

Ah tampaknya dia gelagapan dan dia bergegas turun kebawah.

Meja makan yang kosong.

Mampus. Anindira pasti kena marah kali ini.

Dia mengetok kepalanya beruang kali, membuat rasa penyesalan menghinggapi hati dan pikirannya.

Dia naik ke atas dan segera mandi membersihkan badannya.

Setelah nya dia langsung bergegas ke kamar Bosnya untuk segera membersihkan dan merapikan nya.

Kamar Bosnya nya memang tak kotor hanya bed cover yang terlihat kusut di ranjang itu. Sean memang tak suka dengan hal kotor. Itu terbukti dari ruangan kamar itu yang terus rapi dan kamar mandi yang selalu harum.

Dia memilah baju-baju Bosnya yang kotor yang akan ia bawa ke bawah untuk di bersihka .

Terpopuler

Comments

Diana Simbolon

Diana Simbolon

typo say, mungkin otomatis dia dia di keyboard

2024-04-08

0

Omar Diba Alkatiri

Omar Diba Alkatiri

by the way...buy the way beda lagi arti nya

2024-04-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!