Gadis miskin milik sang Casanova 7
"Selamat pagi Anindira." Sapa Hans ramah pagi itu ketika Anindira sedang menyiram bunga-bunga di depan halaman Apartemen itu.
"Eh pagi juga Pak." Sedikit membungkuk Anindira membalas sapaan Asisten Bosnya.
Hans duduk di kursi sambil melihat Anindira yang sesekali tersenyum melihat bunga-bunga bermekaran.
Hans bahkan ikut tersenyum dibuatnya.
"Mari Pak, masuk dulu. Bos belum bangun."
Ucapnya setelah menggulung selang dan berlalu masuk ke dalam.
***
Hari begitu cepat berlalu.
Cicitan burung pagi hari menciptakan kebisingan yang sedikit merdu diluar jendela kamar, membuat tidur penghuni kamar terganggu dari tidur nyenyak nya semalaman penuh.
Ditambah sinar mentari pagi yang masuk pada gorden yang sudah disingkap sedari tadi. Membuat Anindira menggeliat pelan.
Anindira membuka sedikit matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk pada retina mata itu sebelum akhirnya mengulurkan tangannya menghalangi cahaya yang masuk agar mata itu tak sakit karena cahaya mentari pagi.
Pagi ini ia mengawali harinya dengan gembira.
Hari ini tepat sebulan ia bekerja di apartemen ini.
Dia singkap selimutnya lalu bergegas ke kamar mandi untuk mandi.
Setelah selesai melakukan ritual mandinya dia turun kebawah untuk memasak sarapan.
Setelah selesai dia naik lagi keatas untuk mempersiapkan baju kerja Bosnya.
Mumpung Bosnya sedang dikamar mandi dia cepat-cepat mengambil baju serta stelan Jas untuk dipakai hari ini.
Menyiapkan sepatu yang sudah dia semir sampai mengkilat dan menaruhnya di lantai.
Urusan membereskan tempat tidur itu akan dilakukan ketika bosnya sudah pergi.
"Aku tidak kerja hari ini." Suara bariton nan dingin itu menyapa indera pendengaran nya pagi itu.
Dia tidak berani berbalik karena takut kejadian waktu itu yang melihat Bos nya telanjang bulat di depannya.
"Bapak pakai baju dulu."
"Memangnya kenapa kalau tidak pakai baju hm?"
"Eh stop pak berhenti!" Anindira berbicara tanpa berbalik ketika ia mendengar langkah kaki Bos nya yang mulai mendekat.
Sean menarik bahunya sedikit lalu memutar tubuh Anindira yang spontan menutup matanya dengan kedua tangannya.
Sean melangkah lagi membuat Anindira mundur sampai ke tembok.
Deru nafas hangat itu menyapa wajah Anindira meskipun terhalang oleh tangannya. Jantungnya yang sudah berpacu membuat dia bernafas sedikit ngos-ngosan.
Sean menarik kedua tangannya Anindira dan mengunci tangan itu di tembok di atas kepalanya.
"Look at me." Sapaan halus itu membuat Anindira merinding.
Dia yang tetap menutup rapat matanya menggelengkan kepalanya.
"Buka matamu atau aku membukanya dengan cara lain."
Sean mulai mendekat ke wajah Anindira hingga menyisakan jarak beberapa senti saja.
Anindira dapat merasakan itu kala nafas itu semakin dekat.
"Tidak...!!" Anindira berusaha menggeliat kan badannya dan menarik-narik tangannya supaya lepas.
Anindira mengintip sedikit dari celah matanya dan melihat Sean memakai baju.
Ah nampaknya ia dikerjai Bosnya.
Dia berontak sekuat tenaga dan Sean sedikit Melonggarkan tangannya.
"Bersiaplah kita akan belanja bulanan."
"Dasar Bos gila." Lirihnya yang masih bisa di dengar Sean.
Sean hanya melihat datar tanpa merespon sedikit pun.
*****
Anindira yang sudah menunggu di depan menoleh pada Sean yang terlihat sangat tampan pagi itu, dengan mengenakan kaos oblong polos dan celana pendek selutut yang menampilkan sebuah tato di lengannya serta rambut yang sedikit acak tak seperti biasa ketika mau ke kantor, menambah kesan keren di mata Anindira.
Baru kali ini Anindira memperhatikan wajah Bosnya yang tampan aduhai.
Matanya sampai tak berkedip mengangumi ciptaan Tuhan yang sempurna itu.
"Aku tau, aku tampan." Ujarnya sambil melewati Anindira yang berdiri melongo melihatnya.
Anindira hanya mencibir dan mengangkat bahu acuh.
Dia menaiki mobil dan duduk di samping Sean.
Mobil mulai melaju meninggalkan pekarangan Apartemen.
Sesekali mata Anindira melirik Bos nya yang menyetir.
"Jaga pandangan mu. Jangan terlalu lama melihat ku."
"Kenapa Pak?"
"Nanti kau jatuh Cinta."
"Idih amit-amit ya Pak. Aku udah punya pacar."
"Kau masih kecil."
"Aku sudah dewasa."
"Apa buktinya?"
"Nih, dadaku sudah besar." Tanpa sengaja membusungkan dadanya yang menampilkan buah dadanya yang menonjol.
"Hm, busa. Pasti tak lebih dari genggaman tangan ku."
"Dasar pedofil. Otak mesum."
Sean hanya tersenyum menyeringai.
Nampaknya dia menemukan mainan baru yang bisa menambah moodnya.
Mereka sampai di mall terbesar pusat kota.
Anindira berjalan di depan sambil sesekali memasukkan belanja dapur ke keranjang yang di dorong Sean.
Mulai dari sayuran, buah, ikan, daging dan berbagai keperluan lainnya seperti deterjen, shampo dan sabun.
"Aku rasa ini cukup pak."
"Hm.."
Mereka sampai di meja kasir dan membayar semua tagihan belanjanya.
Baru kali ini Sean pergi berbelanja seperti ini.
Ia tak mungkin membiarkan Anindira pergi sendiri karena dia belum tau lika-liku kota itu.
Apalagi menyuruh Hans bersama Anindira bakalan panjang ceritanya.
Bisa-bisa Hans mengajak nonton dulu sebagai bentuk pdkt untuk Anindira.
Dari tatapan mata Hans Sean bisa mengetahui jika disana ada rasa kagum ketika melihat Anindira.
Sean tau kawan setianya itu menaruh rasa pada Anindira.
"Kita sarapan dulu."
"Baik pak."
Mereka mencari meja yang masih kosong disudut sana dan mulai memesan sarapan pagi.
Tampak Sean sesekali melirik ke arah Anindira, melihat kedua bulu mata lentik itu, melihat hidung dan terakhir ke bibir. Wanita natural tanpa polesan itu nampak sibuk memperhatikan kesekeliling nya.
Rambut Anindira yang panjang di gulung asal ke atas memperlihatkan lehernya yang putih mulus Serta anak rambut yang menghiasi dahi dan pelipisnya membuat kesan seksi di mata Sean.
"Silahkan dinikmati." Ucap pramusaji ramah dan membungkuk kan badannya lalu pergi.
*****
Anindira duduk ditepi ranjang nya, menimang-nimang apakah ia pergi ke kamar Bos nya untuk meminta gajinya.
Pak bos kan orang sibuk, mana ingat dia kalau sekarang tanggal gajian. Ah ngomong langsung ajalah.
Dia bergegas menutup pintunya dan mengetok kamar Bosnya.
Anindira melongok kan kepalanya setelah terdengar sahutan dari dalam.
Sean yang masih berkutat di laptopnya menghentikan aktivitas nya dan beralih ke Anindira.
Anindira yang berdiri tidak jauh dari Bosnya sedikit meremas tangan nya.
"Pak, hm sekarang kan tanggal lima."
"Hm?"
"Sekarang kan waktunya aku gajian Pak."
"Terus?"
Ih sebal, sebal, sebal. Kok ditanya terus? Kan tinggal bilang oh,,terus ambil uang langsung kasih ke saya.
"Aku mau minta gaji aku pak."
"Oh.."
Oh doang? Benar-benar Bos gila. Sini ambilin uangnya cepat lalu kasih ke saya. Geramnya.
Anindira melotot kearah Sean. Jawaban macam apa itu?
"Siapa namamu?"
What nama? Berarti selama ini dia nggak tau nama aku? Kan berkas-berkas ku ada sama dia.
"Anindira Pak."
"Kirim rekening mu."
"Aku nggak ada rekening pak."
"Kau memang bisanya menyusahkan Dira!" Geram Sean lalu turun dari ranjang beralih ke laci lemari.
Apa? Dira? Sok akrab banget. Tapi dia juga senang dipanggil dengan nama itu.
Sean mengambil cash lalu memberikannya pada Anindira.
" Makasih Pak."
"Hm."
Anindira langsung berlari ke kamar nya dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat lalu mulai menghitung gajinya.
"Apa? 30 juta? Tidak-tidak pak Bos pasti salah ngasih."
Dia mengumpulkan uang itu lalu mengetok ruangan Bosnya kembali.
"Pak ini.."
"Kurang?"
"Bu-bukan pak. Tapi ini kebanyakan, Pak Bos Pasti salah ngasih."
Sean menghela nafas.
"Pergilah gajimu memang segitu. Kalau kurang bilang biar aku tambahin."
Anindira meremas uangnya sampai matanya berkaca-kaca.
"Makasih banyak Pak."
"Hm."
Anindira keluar dengan hati senang.
Bagaimana bisa gajinya sebesar itu dalam sebulan.
Orang tuanya pasti akan menangis haru jika Anindira memberikan gaji pertama nya.
Buru-buru dia langsung menelepon orang tuanya dan meminta rekening tetangga dikampung.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments